Pilkada DKI, Peniadaan KK dalam Syarat DPTb Dinilai Buka Peluang Kecurangan



Surat Keputusan (SK) KPU DKI Nomor 57 dinilai membuka peluang terjadinya kecurangan pada Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, 19 April mendatang.
“Hal ini terjadi karena tidak ada yang dapat memastikan pengguna e-KTP dan Surat Keterangan (Suket) benar asli atau palsu,” ujar Divisi Monitoring KIPP Jakarta, Uthe Pelu, dalam siaran pers yang diterima hidayatullah.com Jakarta, Senin (27/03/2017).
Uthe mengatakan, memang dalam UU No 10 Tahun 2016 disebutkan, pemilih yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb) boleh membawa e-KTP (KTP elektronik) dan Suket serta tidak menyebut memperlihatkan Kartu Keluarga (KK).
“Namun, pada putaran pertama (Pilkada DKI, 15 Februari 2017. Red), KPU DKI membolehkan pemilih dalam DPTb menunjukan KK untuk memverifikasi bukti pengguna e-KTP atau Suket,” lanjutnya.
Jika KPU tetap membiarkan pemilih DPTb tidak menunjukan KK, menurut Uthe, maka kecurangan tidak akan dapat dielakkan. Sebab, di samping ditengarai e-KTP atau Suket palsu, bisa juga terjadi penggandaan e-KTP maupun Suket oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan.
“Hal ini karena tidak ada alat pembanding (KK) untuk membandingkan by name dan address sesuai alamat e-KTP,” jelasnya.
Uthe menilai salah kaprah jika alasan KPU DKI meniadakan KK pada pemilih DPTb dengan maksud meningkatkan partisipasi pemilih. Artinya KPU DKI Jakarta hanya mengejar angka secara kuantitatif, tapi mengabaikan kinerjanya secara kualitatif.
“Di samping itu, dikhawatirkan meningkatnya angka pemilih siluman yang sulit diidentifikasi saat berada di TPS dan tidak menutup kemungkinan menimbulkan kekisruhan yang justru lebih parah dari putaran pertama,” pungkasnya.



loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...