Sindir San Suu Kyi, Duterte: Pemenang Nobel Perdamaian, tapi Rohingya Disiksa
Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyindir pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi atas kegagalannya dalam menyelesaikan pelanggaran terhadap etnis Muslim Rohingya. Dia mempertanyakan sikap diam Suu Kyi sebagai sosok pejuang HAM sekaligus penerima Nobel Perdamaian.
Kekerasan di negara bagian Rakhine atau Arakan, Myanmar, telah membuat hampir 300.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dalam dua minggu terakhir.
Militer mengklaim, kekerasan dipicu serangan pejuang Rohingya terhadap pos-pos polisi pada 25 Agustus yang menewaskan 12 petugas. Sebagai balasan, militer Myanmar membunuh lebih dari 400 orang Rohingya yang mereka klaim kelompok militan ARSA (Arakan Rohingya Salvation Army). Namun, para aktivis dan pelapor khusus PBB menduga hampir 1.000 warga Rohingya yang mayoritas warga sipil dibunuh dalam operasi militer.
”Lihatlah Burma (Myanmar). Suu Kyi adalah pemenang hadiah Nobel,” sindir Duterte. ”Tapi orang-orang Rohingya, mereka disiksa dan mereka tanpa kewarganegaraan,” lanjut presiden Filipina itu, seperti dilansir Inquirer, Ahad (10/9/2017).
Krisis Rohingya dimanfaatkan Duterte untuk mempertanyakan para pejuang HAM yang selama ini gencar mengritiknya atas perang narkoba yang dijalankan polisi Filipina. “Mereka yang pejuang HAM, diam,” ujar Duterte.
Suu Kyi, yang menghabiskan bertahun-tahun di bawah tahanan rumah sebelum partainya memenangkan pemilu 2015, menghadapi kecaman masyarat internasional atas tindakan keras militer terhadap Muslim Rohingya di Rakhine.
Pemimpin de facto Myanmar itu mengklaim bahwa pemerintahnya telah mulai membela semua orang dengan cara terbaik.
”Kami tahu betul, lebih dari kebanyakan (orang), apa artinya hak asasi manusia dan perlindungan demokratis dicabut,” kata Suu Kyi dalam sebuah pernyataan. ”Jadi kita memastikan bahwa semua orang di negara kita berhak untuk dilindungi hak-hak mereka,”klaim dia.
sumber: sindonews
loading...
loading...