Pendiri GEMPARI Minta Pemerintah Indonesia Buka Pintu Bagi Pengungsi Rohingya
Sekitar 30 ribu orang etnis Rohingya harus mengungsi di utara Provinsi Rakhine, Myanmar, sejak operasi militer dimulai 9 Oktober 2016.
Sementara lebih dari 150 ribu orang membutuhkan bantuan makanan, 3 ribu ialah anak anak yang saat ini menderita malnutrisi terhenti pengobatannya, dan 30-50% di antaranya terancam kematian.
Pendiri Gerakan Masyarakat Peduli Anak dan Remaja Indonesia (GEMPARI), Julia Putri Noor, mengaku heran dengan sikap dunia internasional yang tidak peduli nasib mereka. Padahal pembantaian dilakukan secara terang-terangan sejak tahun 1960.
Ia pun menyindir pemerintah Indonesia tidak bisa menjadi pelindung. Menurutnya, banyak etnis Rohingya yang menaruh harapan besar terhadap Indonesia.
Julia pun meminta kepada pemerintah Indonesia untuk membuka pintu bagi pengungsi serta memfasilitasi etnis Rohingya untuk bisa menempati pulau pulau yang memungkinkan dihuni oleh penduduk baru.
“Saya minta pemerintah Indonesia aktif dalam masalah ini. Kita punya tanggung jawab, karena pembantaian ini terjadi masih di ASEAN,” ujar Julia di Jakarta, Sabtu, (02/09/17).
Menurutnya, kedzaliman dan diskriminasi yang dilakukan Myanmar terhadap Muslim etnis Rohingya sungguh memprihatinkan, kejahatan yang dilakukan terhadap etnis Rohingya merupakan kejahatan kemanusiaan yang dipelihara oleh Pemerintah Myanmar.
“Yang terjadi di Myanmar adalah sebuah konflik kemanusiaan bukan sekadar konflik agama dan, yang terjadi di sana sekarang, telah sampai pada tahap yang mengerikan” ucapnya.
Julia mendorong negara-negara di ASEAN memberi sanksi keras bagi Myanmar yang selama ini melakukan diskriminasi secara politik dan keamanan terhadap etnis Rohingya. Pemerintah Myanmar telah merampas hak hidup anak anak Rohingya.
“Kami meminta ASEAN untuk bersikap tegas pada Myanmar,” pungkasnya.
Ditulis oleh: Atta Atta Ajja
loading...
loading...