Dandhy Dipolisikan, LBH Jakarta: Ekspresi Politik Dimaknai Ancaman bagi Pemerintah
Opini seharusnya dilawan dengan opini. Demokrasi tidak bisa didirikan di atas pembungkaman kebebasan atas warga untuk berpendapat dan berekspresi.
Pernyataan sikap itu disampaikan LBH Jakarta melalui akun Twitter resmi @LBH_Jakarta, menanggapi pelaporan jurnalis senior Dandhy Dwi Laksono ke polisi. Dandhy dilaporkan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur karena membandingkan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.
“Ekspresi politik dimaknai ancaman bagi pemerintah. Opini warga dilawan dengan upaya pidana. #KamiBersamaDandhy,” tulis @LBH_Jakarta.
LBH Jakarta mengingatkan bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah wujud nyata partisipasi warga negara yang mesti dihormati dan dirawat oleh pemerintahan demokratis.
“Kasus ini menambah panjang deretan kemerdekaan warga negara untuk berpendapat dan berekspresi di Indonesia yang direpresi. #KamiBersamaDandhy,“ tegas @LBH_Jakarta.
Menanggapi pelaporan Repdem Jawa Timur, Dandhy mengaku terkejut. “Kawan-kawan pengacara dari berbagai lembaga bantuan hukum maupun individu-individu, menyarankan agar semua respons terkait kasus ini hendaknya terukur. Saran ini agak mengganggu kebiasaan saya yang cenderung lebih spontan. Tapi mereka banyak benarnya," ujar Dandhy melalui akun Facebooknya (07/09).
Saat ini Dandhy bersama koleganya tengah mengumpulkan informasi soal pelaporan dirinya. Dandhy masih menduga-duga bahwa pelapornya memanfaatkan pasal-pasal karet di UU ITE.
"Yang sedang kami lakukan adalah mengumpulkan informasi apakah ini semata sikap reaksioner sekelompok partisan politik yang memanfaatkan 'pasal-pasal karet' dalam UU ITE dan KUHP, atau sebuah varian represi baru bagi kebebasan berpendapat tanpa mengotori tangan dan citra kekuasaan," tutur Dandhy.
loading...
loading...