Salamuddin Daeng: China Banyak Masalah, Ekonomi Indonesia Bisa Terseret



Kebijakan politik ekonomi Rezim Jokowi yang banyak bersandar pada China dinilai bisa membahayakan perekonomian Indonesia di masa depan. Sebab, China sendiri tengah diambang krisis ekonomi dan bakal menyeret Indonesia ke dalam pusaran masalahnya.

Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan China mengekspor utang dan permasalahannya sekaligus mengoneksikan masalahnya yang kompleks ke Indonesia.

“Proyek-proyeknya di Indonesia dijadikan jaminan. Jadi, kalau ada masalah dengan ekonomi mereka, Indonesia akan ikut terseret,” kata Daeng dalam diskusi publik oleh Institut Soekarno Hatta-Teropong Senayan.com yang bertajuk; Teropong Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Rezim Jokowi-JK di Jakarta, Senin (21/8).‎

Menurut Daeng, China yang dikabarkan hebat itu sebenarnya tidak demikian karena mereka sendiri faktanya punya masalah ekonomi yang kompleks dan diambang krisis. Sehingga, lanjutnya, China berupaya untuk menyebar risikonya ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

Daeng mengungkapkan jumlah utang China sendiri pada tahun 2016 tercatat sebesar US$ 31,700 triliun atau puluhan kalilipat lebih besar jika dibandingkan utang Indonesia per Juni 2017 yang senilai US$ 328,2 miliar.

“Jadi, China ini juga negara yang dililit utang. Artinya, China jelas mengekspor utang dan krisis ke Indonesia. Sehingga masalah yang sangat kompleks mereka sudah terkoneksi dengan kita. Ini bahaya,” jelas Daeng.

China banyak berutang untuk membangun infrastruktur dan akhirnya gagal dan meninggalkan banyak masalah. ‎

Berkaca dari China, dia mempertanyakan hasrat rezim Jokowi-JK yang begitu bernafsu membangun infrastruktur. Pasalnya, kondisi keuangan bangsa saat ini sudah sedemikian mengkhawatirkan.

“Sederhananya, mau membangun apa saja silahkan. Tapi kalau uangnya ada, komponen bahannya siap, tenaganya orang kita. Ini (Jokowi) kan tidak, semuanya impor,” ‎kata Daeng.

Menurut dia, proyek infrastruktur sekarang seluruhnya disandarkan kepada asing. “Uang-utang ke China, bahan-bahan yang dibutuhkan dari Cina, tenaganya juga begitu,” beber dia.

Kinerja PLN‎
Daeng mencontohkan, kinerja salah satu BUMN, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) yang menurutnya terus menunjukkan performa mengkhawatirkan, mengingat utang-utangnya yang terus membengkak.

Kinerja PLN sendiri di tahun ini sudah menaikan tarif dasar listrik (TDL) atau mencabut subsidi terutama untuk golongan 900 volt ampere (VA), mestinya kebijakan berutangnya tak terlalu tinggi. “Tapi anehnya, semua kebijakan terus dilakukan, agar bisa punya kemampuan untuk berutang. Seperti melakukan revaluasi aset. Itu dilakukan hanya untuk memperlebar ruang berutang PLN,” katanya.

Menurutnya, dengan melakukan revaluasi aset, nilai aset PLN memang membengkak menjadi Rp1.250 triliun. Tapi kebijakan itu, jelas Daeng, hanya untuk mempermudah perseroan untuk berutang. Makanya pihak PLN selalu berdalih rasio utangnya atau debt to equity ratio (DER)-nya selalu diklaim masih aman.

“Padahal dari sisi capaian laba PLN, mereka tidak mungkin membayar utang raksasa yang diderita PLN. Bahkan yang ada, cepat atau lambat PLN akan habis dijarah asing dan taipan. Dan menjadi milik asing,” tegas Daeng mengingatkan.‎

Dari catatan yang dikantongi Daeng, total utang PLN saat ini telah mencapai Rp 500,175 triliun. Nilai itu belum termasuk rencana utang terbaru PLN yang akan menerbitkan surat utang (obligasi dan sukuk) senilai Rp10 triliun.

“Ini merupakan perusahaan dengan rekor tertinggi dalam mengambil utang. Total utang PLN sebelum revaluasi aset itu telah lebih dari 100% dari total asetnya,” ungkapnya.‎

Pertanyaannya, lanjut Daeng, sampai kapan PLN dapat membayar utangnya. Meskipun, seluruh keuntungan yang diperoleh perseroan digunakan untuk bayar utang, dalam tempo 50 tahun belum akan lunas.

“Itulah mengapa tarif listrik terus digenjot naik tanpa memikirkan daya beli masyarakat. ‎Bahkan kenaikan listrik sendiri telah mengesampingkan kondisi ekonomi rakyat yang semakin sulit,” sesal Daeng.

loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...