Indonesia Termasuk Infrastruktur Akhir Zaman?
Apakah kalian mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main. (Asy-Syu’ara’: 128)
Pendanaan infrasrukur dengan menggunakan utang sampah dan uang sampah dalam jumlah besar produk pasar keuangan global akan membawa akibat pada peningkatan level keuangan global, yang saat ini sedang berhadapan dengan tiga masalah fundamental yang tidak mungkin terselesaikan tanpa ada sebuah guncangan dan perang besar.
Krisis tersebut yakni; krisis overproduction yakni kelebihan kapasitas produksi global yang tidak akan mampu diserap oleh pasar. Kondisi ini akibat efesiensi luar biasa dari industri, penggunaan tehnologi, dan penemuan penemuan baru yang mampu memompa produksi namun menekan penggunaan tenaga kerja dan upah.
Hampir seluruh sektor mengalami overproduksi baik pangan, energi, besi baja, elektronik, outomotif, tekstil dan lain sebagainya. Produk produk tersebut melimpah namun npada sisi lain pasar tidak dapat menyerapnya. Sementara upaya peningkatan kapsaitas pasar dengan mendorong perdagangan bebas, pembukaan pasar, tidak mendapat hasil yang significant.
Dalam kasus Indonesia overproduksi global telah memukul industri nasional akibat liberalsiasi perdagangan, penghapusan seluruh hambatan atau barrier seperti tarif dan proteksi. Dalam kasus Indonesia memang ada penomena lain yakni meskipun harga barang kebutuhan hidup pada tingkat global menurun namun di indonesia jsutru meningkat. ini menunjukkan level pengurasan ekonomi rakyat di Indonesia yang sangat intensif jauh lebih dalam dibandingkan negara dan kawasan lain.
Krisis overproduksi mengakibatkan pertarungan yang semakin keras antara perusahaan dalam merebut pasar, pertarungan keras negara negara dalam merebut pasar bagi perusahaan perusahaan mereka, overproduksi mendorong negara negara kembali pada protecsionisme seperti yang dijalankan oleh China dengan politik perdagangan, Ingris dengan Brexit dan Amerika Serikat dengan buy americant product dan Eropa dengan Buy Erupean Act.
Krisis fundamental kedua adalah ; krisis underconsumption yakni daya beli masyarakat yang jatuh. Pada tingkat global terjadi kemiskinan ketimpangan yang luar biasa di bernagai negara. Lebih dari 1.5 miliar penduduk bumi jatuh dalam kemiskinan. Di indonesia kekayaan 4 orang setara dengan 100 juta penduduk.
Logika jatuhnya daya beli adalah bukti dari underconsumption dalam ekonomi indonesia. Keadaan ini akan berlangsung lama dalam tempo yang panjang. Semetara pemerintah tidak memiki sumber daya yang memadai untuk memompa daya beli. Akibatnya industri tutup, banyak perusahaan gulung tikar. Kondisi ini akan semakin memperburuk kondisi daya beli.
Underconsumption disebabkan oleh pengangguran yang semakin meluas diseluruh negara. Sehingga isue creat job menjadi isu utama yang diusung oleh para politisi di seluruh dunia dalam memenangkan pemilihan baik presiden maupun angggita parlemen. Namun sejauh ini belum menunjukkan hasil. Pengangguran malah semakin bertambah.
Sementara sumber penghidupan petani dari agricuktural telah direbut oleh perusahaan pangan besar. Pangan global yang melimpah hanya dipasok oleh tidak lebih dari 10 perusahaan pangan raksasa global dari negara negara induatri maju. Akibatnya petani kehilangan lapangan pekerjaan dan pasar produk petani direbut oleh perusahaan raksasa.
Akhirnya petani dan buruh serta kaum miskin kehilangan kemampuan dalam membeli barang dan jasa yang mereka perlukan padahal barang dan jasa tesebut melimpah di pasar mengisi ritel ritel dan outlet outlet dengan minim sekali pembeli.
krisis fundamental ketiga adalah ; krisis over accumulation yakni melimpahnya uang sampah dan utang sampah hasil produk pasar keuangan dan perdagangan utang. krisis ini mengakibatkan ekonomi tidak dapat bergerak dalam sektor riel. Ibaratnya mau menghasilkan barang tapi barang sudah melimpah. Mau mendorong orang berbelanja tapi daya beli sudah tidak ada. Mau menurunkan harga tapi tidak mungkin dibawah ongkos produksi. Mau menggratiskan tapi tidak mungkin karena itu bisa
membunuh kapitalisme. jadi tidak ada jalan keluarnya.
akibatnya ekonomi bergerak di sektoe keuangan seperti spekulasi mata uang, bursa saham atau pasar modal, perdagagan utang, dan penciptaan berbagai produk derivatif sektor keuangan. Ekonomi bergerak dengan logika money to money, uang langsung memproduksi uang. Uang tidak lagi butuh landasan produksi barang dan jasa jasa.
Sementara sisi lain Dolar Amerika Serikat semakin independen baik terhadap emas, minyak maupun terhadap neraca perdangan AS. Negara ini defisit perdagangan dan neraca primer tapi pencetakan uang dolar semakin gila gilaan. Tidak hanya Amerika serikat, negara negara lain mencetak utang bahkan hingga melebihi PDB mereka. Membiayai negara dengan utang. Utang dibuat tanpa ada lagi landasan atau pijakan ekonominya. Demikian juga dengan perusahaan, mereka sibuk memproduksi utang. Sehat tidak nya sebuah perusahaan ditentukan oleh rating utang mereka.
Negara negara yang kita kenal kaya seperti Amerika Serikat, Jepang, China dan negara negara Eropa adalah negara penghutang besar. Utang negara negara tersebut sudah tidak dapat diketegorikan masuk akal. Utang tersebut tidak mungkin terbayarkan. Demikian juga dengan perbankan dan perusahaan di seluruh negara kaya hidup diatas utang menggunung.
Maka terjadilah buble finance. Utang global sudah lebih dari 150% PDB global. Sedangkan produk pasar keuangan nilainya 10 kali lebih besar dibandingkan PDB dunia. PDB dunia berada pada angka 60 triliun dolar tapi produk keuangan membengkak mencapai 600 triliun dolar. jika utang runtuh maka pasar keuangan runtuh. sehingga untuk bertahan dari keruntuhan maka harus diciptakan gelembung keuangan yang baru.
Itulah mengapa ada pembangunan infrastruktur skala besar. pembangunan infrastruktur skala gila semacam itu merupakan strategi akumulasi lebih lanjut untuk memproduksi uang sampah, memproduksi utang sampah sebagai sumber untuk menopang peradaban manusia sekarang yang tengah membusuk.
Cepat atau lambat gelembung gas keuangan ini akan pecah. Semakin besar gelembung keuangan semakin keras ledakannya, membakar dan melelehkan benda benda di sekelilingnya. Semakin besar infrastruktur yang dibangun, semakin keras keruntuhan bangunan itu dan semakin luas bangunan bangunan lain yang ikut runtuh. (*)
*Penulis adalah Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Jakarta (AEPI Jakarta)
loading...
loading...