Cabut BAP, Politisi Hanura Terancam 7 Tahun Penjara
Dalam sidang dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani mendadak mencabut berita acara pemeriksaan (BAP).
Pencabutannya Miryam, karena pada saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor dirinya mendapat intimidasi dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga yang ada dalam BAP tersebut hanyalah sebuah kebohongan, agar tidak mendapat intimidasi lagi dari penyidik.
Penyidik KPK Novel Baswedan mengaku, apabila politikus Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tersebut berbohong di persidangan, maka akan terancam kurungan penjara 7 tahun. Karena hal tersebut merujuk pada Pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Iya secara normatif begitu (ancama 7 tahun memberikan keterangan palsu)," ujar Novel di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/3).
Sekadar informasi mantan anggota Komisi ll DPR Miryam S Haryani mengaku selama pemeriksaan diancam oleh tiga penyidik KPK. Salah satunya Novel Baswedan. Ia mengaku tertekan dan asal memberikan keterangan.
Miryam menyebut penyidik KPK menakut-nakutinya dengan mengatakan mereka telah memeriksa Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo dalam kasus e-KTP. Ketika di persidangan Miryam mencabut semua keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik KPK.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ia mengatakan semua keterangan dalam BAP itu tidak benar. Termasuk mengenai bagi-bagi duit proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Proyek e-KTP yang menelan biaya Rp 5,9 triliun ini menjadi bancakan korupsi bagi pejabat Kemendagri dan anggota DPR periode 2009-2014, dan eksekutif. Akibatnya, negara disebut merugi Rp 2,3 triliun.
Proyek e-KTP dirancang Kementerian Dalam Negeri pada Januari 2010 untuk menertibkan administrasi kependudukan. November 2010 DPR menyetujui dan Februari 2011 pengadaan KTP-el dimulai.
November 2011 tercium dugaan rasuah. April 2012 KPK menelusuri keterlibatan sejumlah anggota DPR. Penelusuran berdasarkan kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
jawapos
loading...
loading...