'Saya Mohon Pak Jokowi Beri Penjelasan dari Mana Sadapan Itu, Siapa yang Menyadap'
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung soal transkrip percakapan dirinya dengan Ketua MUI Ma'ruf Amin yang dikemukakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan kuasa hukumnya di persidangan kasus penistaan agama kemarin.
"Transkrip percakapan saya, katanya melalui Pak Ahok dan pengacaranya. Semoga saya bisa juga mendapatkannya sebab saya khawatir kalau saya tidak dapatkan, transkrip itu bisa ditambah atau dikurangi percakapannya. Saya sungguh ingin mendapatkan transkrip percakapan itu karena katanya punya percakapannya," kata SBY.
Namun, menurut SBY, kalau penyadapan itu ilegal dan bukan dilakukan oleh Ahok atau pengacaranya melainkan pihak lain maka SBY juga meminta ke negara mengusut siapa pihak yang menyadap percakapan itu.
"Yang saya tahu KPK yang bisa menyadap tindak pidana korupsi. Ada lembaga yang lain Polri, BIN dan BAIS TNI, saya tidak tahu apakah masih ada atau tidak," kata SBY.
Akan tetapi, lanjut SBY, paling tidak itulah institusi negara yang punya kemampuan untuk menyadap.
"Pemahaman saya. Seperti saya pemimpin dulu, penyadapan tidak boleh sembarangan dan tidak boleh ilegal harus sesuai UU. Tapi tidak, mudah-mudahan bukan Pak Ahok dan pengacaranya yang menyadap. Tapi kalau lembaga itu tadi maka hukum harus ditegakkan," kata SBY.
Menurut SBY, kalau institusi negara misalnya Polri, BIN atau BAIS yang melakukan penyadapan maka negara harus bertanggunggjawab sebab menyalahi UU.
"Saya mohon Pak Jokowi presiden kita memberikan penjelasan dari mana transkrip atau sadapan itu, siapa yang menyadap sebab kita butuh kebenaran," kata SBY.
Kata SBY, ini adalah negara kita bukan negara lain sehingga bagus kalau ada masalah diselesaikan dengan baik dan bertanggungjawab.
Menurut SBY, bila transkrip rekaman itu benar ada, berarti memang ada penyadapan.
Jika hal itu dilakukan tanpa perintah pengadilan dan dengan tujuan tak jelas, penyadapan itu ilegal.
Apabila penyadapan dilakukan dengan motif politik, itu adalah political spying.
"Kalau penyadapan itu punya motif politik, istilahnya jadi political spying. Dari aspek hukum masuk, dari aspek politik juga masuk," kata SBY.
Presiden keenam RI itu kemudian menyebut soal skandal Watergate yang terjadi di Amerika Serikat pada kurun waktu 1972-1974.
Skandal terbesar yang pernah terjadi di Amerika Serikat ini dimulai dengan penangkapan lima laki-laki yang berusaha membobol masuk ke kompleks perkantoran Komite Nasional Demokrat untuk memasang alat penyadap.
Penyadapan dilakukan oleh Richard Nixon untuk menyadap lawan politiknya di Pilpres Amerika Serikat.
Memang akhirnya Nixon terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat.
Namun skandal penyadapan itu membuat dia harus mengundurkan diri sebelum di-impeach.
"Teman-teman masih ingat skandal Watergate. Dulu kubu Presiden Nixon menyadap kubu lawan politik yang juga sedang dalam kampanye pemilihan presiden. Memang Nixon terpilih jadi presiden, tapi skandal itu terbongkar, ada penyadapan. Itulah yang menyebabkan Presiden Nixon harus mundur, resign. Kalau tidak, beliau akan di-impeach," kata SBY
Belajar dari kasus itu, SBY mengingatkan bahwa political spying, illegal acting, itu kejahatan yang serius di negara mana pun.
Ketika seorang tokoh politik disadap, segala kegiatan, rencana, bahkan strateginya akan diketahui lawan.
Di dalam pilpres maupun pilkada, penyadapan ini bisa membuat seorang calon kalah.
"Kalau disadap, segala kegiatan, mungkin rencana apa pun, akan diketahui oleh mereka yang tidak memiliki hak sama sekali. Dan kalau itu menganggap dirinya lawan politik seperti skandal Watergate tadi, mendapatkan informasi tentang seluk-beluk pembicaraan, termasuk rencana dan strategi lawan politik, dalam pilpres maupun pilkada, penyadapan seperti ini sangat bisa membuat calon kandidat kalah. Ini sangat serius," kata SBY.
SBY menegaskan penyadapan telepon adalah masalah yang serius. Apalagi dia merasa tak punya salah. Bila penyadapan dilakukan tanpa putusan pengadilan dan alasan yang jelas, hal itu melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Soal penyadapan ini bukanlah hal yang baru bagi SBY. Ia mengaku sebelumnya sudah ada yang memberitahu bahwa ada informasi soal SBY saat ini tengah disadap.
Bahkan ada sejumlah teman baiknya yang kini enggan menerima panggilan telepon darinya.
"Sahabat dekat saya tidak berani menerima telepon saya, karena diingatkan oleh seseorang dari lingkungan kekuasaan, 'hati-hati telepon kalian disadap,'" ujarnya.
Kalau memang betul pernyataan Ahok bahwa dirinya punya bukti percakapan telepon, menurut Presiden RI ke 6 itu harus diketahui siapa gerangan yang melakukan penyadapan tersebut.
Jika ternyata pelakunya adalah lembaga negara, maka hal itu merupakan kewajiban Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah itu.
"Saya juga bermohon kepada negara untuk diusut siapa yang menyadap itu, yang saya tahu disamping KPK menyadap yang urusannya tipikor, ada lembaga yang lain, yaitu Polri, BIN badan intelijen negara, Bais TNI," katanya.
"Dan kalau ternyata yang menyadap institusi negara, bola berada di tangan bapak Presiden Jokowi, saya hanya mohon keadilan, tidak lebih dari itu, karena hak saya diinjak-injak, privasi saya yang dijamin undang-undang dibatalkan dengan cara disadap secara tidak legal," ujarnya.
Ahok Gunakan Intelijen
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melakukan penyadapan ke telepon mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melakukan penyadapan ke telepon mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Fadli Zon pun mengaku heran bagaimana caranya Ahok bisa mendapatkan bukti pembicaraan Maruf Amin dengan SBY.
"Saya juga heran ya masalah kalau saya baca sepintas pembicaraan tentang komunikasi antara mantan Presiden SBY dengan Pak Ma'ruf Amin," ujar Fadli Zon.
Fadli pun menyimpulkan Ahok bermain dengan intelejen negara untuk menyadap telepon SBY dan Maruf Amin. Karena jika tidak terjadi, Fadli yakin Ahok tak punya bukti yang dipaparkan setelah persidangan.
"Berarti ada kerjaan intelejen disitu yang melakukan suatu penyadapan ilegal," ujar Fadli.
Fadli memaparkan tindakan yang dilakukan pihak Ahok dalam persidangan merupakan tindakan mata-mata politik. Hal itu tidak bisa diterima oleh politisi asal Gerindra tersebut.
"Itu political spying, itu suatu hal yang sangat-sangat berbahaya," ujar Fadli.
Fadli pun meminta pemerintah segera mengambil tindakan atas tuduhan Ahok tersebut. Karena penyadapan menurut Fadli Zon sudah melanggar konstitusi dalam berdemokrasi di negara.
"Sehingga menurut saya masalah penyadapan ini harus diangkat apa betul saudara Ahok melakukan penyadapan via institusi? Atau via oknum di institusi," ujar Fadli Zon.
Istana Bantah
Istana membantah pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menuding ada keterlibatan lingkaran kekuasaan terkait penyadapan ilegal terhadap dirinya.
Istana membantah pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menuding ada keterlibatan lingkaran kekuasaan terkait penyadapan ilegal terhadap dirinya.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan tidak pernah ada instruksi dari petinggi Pemerintahan untuk melakukan penyadapan terhadap SBY.
"Tidak pernah ada permintaan atau instruksi penyadapan kepada beliau. Karena ini bagian dari penghormatan Presiden-presiden yang ada," ujar Pramono Anung.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto enggan banyak berkomentar soal sikap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menyinggung adanya kemungkinan penyadapan dirinya oleh institusi negara.
Wiranto enggan menanggapi karena pernyataan SBY itu baru kemungkinan yang belum jelas fakta dan ebenarannya.
"Kalau kemungkinan-kemungkinan bagaimana sih? Kemungkinan itu banyak, kok bicara kemungkinan," kata Wiranto.
Wiranto enggan menjawab lagi saat ditanya apakah pemerintah akan menyelidiki dugaan penyadapan kepada SBY secara ilegal ini. Ia langsung buru-buru berjalan dan masuk ke mobil dinasnya.
Dalam jumpa pers Rabu sore ini, SBY merasa tak ada lagi keadilan dengan adanya penyadapan. SBY pun meminta penjelasan kepada Presiden Joko Widodo jika memang terjadi penyadapan.
SBY Sering Disadap
Kasus penyadapan terhadap Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukan kali pertama terjadi.
Kasus penyadapan terhadap Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukan kali pertama terjadi.
Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mengatakan 2009 lalu, ketika masih menjabat sebagai Presiden, SBY dan beberapa menterinya pernah disadap Badan intelijen Negara Australia.
"(Penyadapan tersebut) kemudian dipublikasi Wikileaks, yang baru ketahuan pada 2013," ujar Andreas Pareira.
Belajar dari kasus penyadapan SBY di 2009, imbuh anggota Komisi I DPR RI tersebut, bisa jadi SBY masih menjadi sasaran penyadapan baik dari dalam maupun luar negeri.
"Soal dari mana dan siapa yang menyadap, polri yang berwenang untuk membuktikan," kata Andreas Pareira.
Humprey Djemat, seorang kuasa hukum terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempertanyakan pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat SBY yang merasa disadap.
Humprey mengatakan, selama persidangan, Selasa kemarin, dia tidak sama sekali menyebut kata rekaman.
"Jadi, jangan mengambil kesimpulan sendiri. Memang kita bilang rekaman? Kan tidak ada. Kenapa dibilang rekaman," kata Djemat.
Menurut Djemat, saat persidangan yang beragendakan mendengarkan kesaksian Ketua MUI Ma'ruf Amin itu, dia hanya menyebut ada komunikasi antara Ma'ruf dan SBY.
Dia mengatakan, komunikasi yang disebutnya bisa dalam berbagai bentuk.
"Ada orang yang dengar kan juga bisa. Komunikasi itu pembicaraan yang bisa didukung dengan adanya alat bukti. Bisa saksi orang, atau ada pembicaraan yang divideokan," ujar Djemat.
sumber : jpnn
loading...
loading...