Gerindra: Pemerintah Panik, Hak Mengkritisi Dirampas


Pemerintah belakangan ini kelihatan mulai panik. Banyaknya kebijakan pemerintah yang berlebihan belakangan ini terkait penanganan isu hoax dikhawatirkan akan berimbas pada meredamnya daya kritis masyarakat

"Pemerintah belakangan ini memang panik dengan merilis banyak kebijakan soal penanganan hoax ini bisa meredam daya kritis masyarakat. Misalnya, tuduhan makar ke Rachmawati dan kawan-kawan itu merupakan bagian yang hampir sama untuk pembungkaman lewat medsos, ini sudah merampas hak mengkritisi kepada pemerintah,” jelas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Juliantono, dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Jumat (20/1). 
 
Menurutnya, hak pernyataan masyarakat lewat media sosial itu dianggap sebagai bentuk alternatif media perlawanan. 

"Media sosial itu media alternatif perlawanan efektif. Banyak media mainstream saat ini telah dikuasai pemerintah,” katanya.
 
Ferry merasa, persoalan hoax sebenarnya bisa segera langsung tertangani tanpa membuat pembungkaman berlebihan. Semisal sumbernya bisa langsung dilacak baik dari penyebar hoax maupun pemilik akun yang bersangkutan.
 
"Hoax itu sebenarnya persoalannya bisa langsung tertangani. Sumbernya juga bisa di trace baik dari penyebar maupun pemilik akun terkait,” ujar dia.
 
Politisi Partai Gerindra ini menyatakan pemerintah terkesan cenderung ada yang sedang disenyembunyikan. Seharunya pemerintah mampu optimalkan instrumen yag ada. Padahal ada instrumen yang dimiliki pemerintah sebenarnya cukup untuk menangkal hoax, seperti adanyaada intelejen, media, data statistik, dan sebagainya.
 
"Kebenaran dari sebuah pembenaran kalau dimonopoli oleh pemerintah itu memang pemerintah cenderung ada yang sedang disembunyikan atau ada suatu kesalahan. Tapi kemudian disalahkan semua. Sikap kritis kita harus didorong,” jelas Ferry.
 
"Presiden terpilih juga karena peran Socmed dan ternyata efektif. Kemunculan gerakan 212 seperti dinilai pemerintah sebagai titik lemah yang kemudian mengintervensinya. Penggerak hoax banyak yang dilakukan buzzer bayaran dari orang yang punya kekuatan dan kepentingan politik tertentu,” sambungnya.
 
Juru Bicara Presiden Jokowi, Johan Budi, meminta masyarakat untuk membedakan antara kritik dan fitnah. Presiden dikatakannya sangat terbuka untuk kritik, asalkan bukan fitnah.

sumber : rmol


loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...