Ketahuan Bohong Sebagai Ilmuan, KBRI Deen Hag Cabut Penghargaan dari Dwi Hartanto



Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) Deen Hag mencabut penghargaan yang pernah diberikan kepada Dwi Hartanto, Mahasiswa yang selama ini mengklaim memiliki prestasi cemerlang di bidang antariksa. Namun belakang, kebohongan Dwi mulai terkuak.

Pencabutan penghargaan itu berdasarkan Keputusan Kepala Perwakilan RI untuk Kerajaan Belanda Nomor SK/029/KEPPRI/IX/2017 tentang penghargaan kepada DR. IR Dwi Hartanto.

“Bahwa setelah pemberian penghargaan kepada Dr. Ir. Dwi Hartanto terdapat dinamika dan perkembangan di luar praduga dan itikad baik. Bahwa dinamika dan perkembangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengharuskan adanya perubahan atas keputusan pemberian penghargaan dimaksud. Bahwa untuk itu dipandang perlu mencabut Keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia tentang Penghargaan kepada Dr. Ir. Dwi Hartanto.” Tulis putusan KBRI sebagaimana dikutip dari KBRI Den Haag. Senin (09/10).

Sebelumnya, Seorang professor dan koordinator program Urban Studies and Planning Savannah State University, Amerika Serikat, Deden Rukmana yang  mengakui pernah mengagumi Dwi Hartanto, membeberkan semua kebohongan Dwi  Hartanto yang selama ini dikenal sebagai ilmuan yang bakal menggantikan Bj Habibi.

Melalui akun facebooknya, Deden mengaku menerima rangkaian pesan dari WA group Pengurus I-4 yang membahas tentang Dwi Hartanto. “Pada tanggal 10 September 2017 lalu, salah seorang anggota pengurus I-4 secara terpisah mengirimkan dua dokumen lengkap berisikan investigasi terhadap beragam klaim yang dibuat oleh Dwi Hartanto.” tulis Deden

Kata dia, dokumen pertama yang dikirim terdiri 33 halamam berisikan beragam foto-foto aktivitas Dwi Hartanto termasuk dari halaman Facebook-nya, link ke berbagai website tentang Dwi, transkrip wawancara Dwi dengan Mata Najwa pada bulan October 2016 dan korespondensi email dengan beberapa pihak untuk mengklarifikasi aktivitas yang diklaim oleh Dwi Hartanto.

Dokumen kedua sebanyak 8 halaman berisikan ringkasan investigasi terhadap klaim yang dibuat oleh Dwi Hartanto termasuk latar belakang S1, usia, roket militer, PhD in Aerospace, Professorship in Aerospace, Technical Director di bidang rocket technology and aerospace engineering, interview dengan media international, dan kompetisi riset.

Kedua dokumen tersebut disiapkan oleh beberapa teman Indonesia di TU Delft yang mengenal Dwi Hartanto secara pribadi.

“Saya menilai mereka sebagai pihak yang mengetahui kebohongan publik yang dilakukan oleh Dwi Hartanto dan menginginkan agar kebohongan ini dihentikan. Mereka sudah menemui Dwi Hartanto dan memintanya agar meluruskan segala kebohongannya tetapi tidak ditanggapi dengan serius oleh Dwi. Mereka pun mencari cara-cara lainnya untuk menghentikan kebohongan ini. Salah satunya adalah menghubungi saya dan mereka pun memberikan ijin kepada saya untuk menggunakan kedua dokumen dalam menyiapkan tulisan ini.” Tulis Dedem

Mendengar kebohongannya mulai terungkap, Dwi Hartanto akhirnya meminta maaf. Permohonan maaf itu sekaligus sebagai klarifikasi atas sejumlah prestasi yang selama ini diberitakan.

“Sebagaimana kita ketahui, di beberapa waktu terakhir ini telah beredar informasi berkaitan dengan diri saya yang tidak benar, baik melalui media massa maupun media sosial. Khususnya perihal kompetensi dan latar, belakang saya yang terkait dengan bidang teknologi kedirgantaraan {Aerospace Engineering) seperti, teknologi roket, satelit, dan pesawat tempur. Melalui dokumen ini, saya bermaksud memberikan klarifikasi, dan memohon maaf atas informasi-informasi yang tidak benar tersebut.” Kata Dwi memulai klarifikasinya,

“Saya mengakui bahwa kesalahan ini terjadi karena kekhilafan saya dalam memberikan informasi yang tidak benar (tidak akurat, cenderung melebih-lebihkan), serta tidak melakukan koreksi, verifikasi, dan klarifikasi secara segera setelah informasi yang tidak benar tersebut meluas. Ketidakakuratan informasi yang saya sebutkan sebelumnya belakangan ini terkuak selebar-Iebainya, dan menimbulkan kegelisahan di masyarakat Indonesia, khususnya di antara alumni almamater saya, TU Delft (Technische Universiteit Delft).” Lanjutnya.

Dwi juga membeberkan fakta-fakta soal latar belakang akademiknya yang selama ini diklaim sebagai lulusan dari  Tokyo Institute of Technology ternyata adalah bohong.

Yang benar adalah lulusan SI dari Insititut Sains, dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Informatika, lulus pada 15 November 2005. “Saya bukan lulusan dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, seperti informasi yang banyak beredar.” Katanya.

Informasi selama ini beradar, Dwi merupakan kandidat doktor di bidang space technology & rocket development dan tim perancang bangun Satellite Launch Veiiicle namun klaim ini juga bohong.

Dia hanya menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft.

“Tidak benar bahwa pernah ada roket yang bemama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Yang
ada adalah DARE Cansat V7s.” tulisnya.

Dwi juga pernah diwawancarai oleh Mata Najwa soal segudang prestasinya, saat itu Ia katakan bahwa dirinya sedang melakukan Post-doctoral maupun sebagai Assistant Profesor TU Delft adalah bohong. “Yang benar adalah saat wawancara terjadi hingga saat ini saya merupakan mahasiswa doktoral,” katanya. 

sumber: fajar
loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...