Rizaldi: Reklamasi Tabrak Aturan!
Semakin besar keberpihakan pemerintah pada pengembang reklamasi 17 pulau palsu di Teluk Jakarta, semakin kuat pula kritikan dari masyarakat.
Terlebih, megaproyek senilai Rp 500 triliun tersebut disebut-sebut menabrak berbagai peraturan.
Pengembang dengan didukung pemerintah pusat bersama Pemprov DKI Jakarta dengan koordinasi Kementerian Koordinator Kemaritiman (Kemenkomar), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menunjukan arogansinya dengan melanjutkan pembuatan pulau tersebut.
"Laut Indonesia bukan daerah tidak bertuan seperti laut di Kutup Utara sana. Dibutuhkan peraturan hukum dan perundangan yang jelas jika ingin memanfaatkan laut kita, apalagi ini soal pembuatan pulau reklamasi," kata Pemerhati J
Kebijakan Hukum dan Politik, Rizaldi Kampas, Jumat (8/9).
Rizaldi mengatakan, pihak swasta selaku pengembang pasti hanya memikirkan soal keuntungan saja dalam membuat pulau reklamasi. Itu memang sudah menjadi prinsip ekonomi. Untuk itu perlu peranan pemerintah, dalam membuat peraturan demi melindungi kepentingan masyarakat luas.
"Namun kalau pemerintahnya sudah berpihak pada pengembang, bahkan sampai melanggar peraturan tentu akibatnya akan tidak baik," ujar Rizaldi.
Lebih jauh, Rizaldi mengatakan, pemerintah seharusnya menyamakan pembangunan reklamasi seperti dengan pembangunan jalan Tol.
Jika dalam pembangunan jalan tol, pengelola hanya diperbolehkan mengelola selama beberapa tahun, misalnya 20 tahun. Kemudian setelah itu, aset harus dikembalikan kembali kepada pemerintah. Itu sebagai langkah proteksi terhadap kepentingan negara.
"Harusnya dalam proyek reklamasi juga berlaku hal yang sama. Yakni pengelolaan pulau harus dikembalikan dalam beberapa tahun ke pemerintah. Namun nyatanya, peraturan perubdang-undangannya saja banyak dilanggar di reklamasi, bagaimana mau melindungi kepentingan negara," papar Rizaldi
sumber: rmol
loading...
loading...