Putra Duterte Diduga Terlibat Penyelundupan Narkoba Bernilai 125 Juta Dolar
Putra Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Paolo Duterte, sedang diselidiki karena diduga terlibat operasi penyelundupan narkoba senilai 125 juta dolar Amerik Serikat. Dugaan keterlibatan Paolo ini memicu kontroversi karena Duterte dianggap sebagai figur yang kejam dalam memberantas pengedar dan bandar narkoba.
Dilansir laman Reuters, penyelidikan terhadap Paolo dilakukan oleh Senat Filipina. Pada Kamis (7/9), Paolo menghadiri sebuah sesi di Senat untuk memberikan keterangan terkait dengan dugaan keterlibatannya dalam operasi penyelundupan narkoba.
Dalam kesempatan tersebut, Paolo menyatakan tuduhan terhadap dirinya tak berdasar. "Saya tidak bisa menjawab tuduhan berdasarkan desas-desus," katanya kepada anggota Senat.
Namun pada sesi tersebut, salah satu anggota Senat yang cukup rajin mengkritik pemerintahan Duterte, yakni Antonio Trillanes, menunjukkan sebuah foto kepada panel. Dalam foto tersebut tampak Paolo tengah berdiri di samping seorang pengusaha yang terlibat penyelundupan dan pengiriman narkoba.
Trillanes juga menyatakan Paolo memiliki sebuah tato persis naga di punggungnya yang jarang dilihat oleh publik. Tato tersebut, kata dia, menyertakan digit rahasia dan diduga menghubungkannya dengan sindikat kriminal.
Paolo mengakui bahwa dirinya memang memiliki sebuah tato. Namun ia menolak untuk menunjukannya. Ketika ditanya apakah dia akan memotret tato tersebut dan memberikannya kepada Badan Penegakan Narkoba Amerika Serikat, yang memiliki keahlian untuk memecahkan sandi rahasia, ia hanya menjawab sederhana. "Tidak mungkin," ujarnya.
Selain putranya, menantu laki-laki Duterte, yakni Manases Carpio juga dituding memiliki hubungan operasi pengiriman narkoba. Carpio telah membantah tuduhan ini.
Duterte telah menghadapi gelombang kritik dan kecaman karena metodenya dalam menindak para pengguna, pengedar, dan bandar narkoba di negaranya. Duterte dikenal tak segan untuk menghabisi warga Filipina yang terlibat dalam transaksi jual-beli narkoba. Berkaitan dengan hal ini, Human Rights Watch mencatat sekitar tujuh ribu orang telah tewas oleh Polisi Nasional Filipina antara 30 Juni 2016 hingga Januari 2017.
sumber: republika
loading...
loading...