Pulang Haji, Panglima TNI Ikuti Jejak KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan



Panglima TNI Gatot Nurmantyo setelah pulang haji membuka kepada kita, lembaran sejarah zaman sebelum kemerdekaan terkait kisah Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan. Dimana kedua tokoh itu ketika pulang haji mendirikan sekolah pendidikan Islam untuk masyarakat Islam serta menjadi pioner pergerakan Islam.

Syaikh KH. Hasyim Asy’ari mendirikan pondok pesantren Tebuireng, Nadhlatul Ulama dan Tokoh Pemersatu Umat Islam melawan kolonialisme serta agresifitas Jepang dan Belanda yang kontradiktif terhadap prinsip-prinsip Islam dengan pimpinan tertinggi Partai Masyumi saat itu. Walaupun seiring waktu Partai Masyumi dibubarkan oleh Soekarno yang tidak terlepas pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Begitu juga, KH. Ahmad Dahlan mendirikan pendidikan Islam Modernis, Muhammadiyah serta bergabung dengan gerakan Serikat Islam ketika dipimpin oleh H.O.S Cokroaminoto.

Tidak hanya itu, produk kedua tokoh tersebut merawat dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari ancaman ideologi Komunisme-Leninisme dan Kapitalisme-Neoliberalisme.

Jika kita mengikuti jejak langkah Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan dihubungkan dengan Panglima TNI Gatot Nurmantyo setelah pulang haji ada spirit yang sama yang dilakukannya.

Panglima TNI Gatot Nurmantyo melakukan pembelaan terhadap kepentingan umat Islam baik Islam Tradisional yang ada di pedesaan maupun Islam Modernis yang ada di perkotaan dari ancaman ideologi Komunisme-Leninisme dengan mengambil keputusan dalam Nobar film G30S/PKI hingga terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, ada yang pulang haji mengikuti jejak langkah C. Snouck Hurgronje dalam menghancurkan Islam dan Masyarakat Islam demi tunduk dan patuh sebuah kekuasaan yang anti Islam baik secara langsung dan tak langsung.

Umat Islam harus bersatu untuk melawan ajaran komunisme-leninisme, karena ajaran komunisme-leninisme tak sesuai dengan ajaran Islam. “Islam tidak mungkin dapat dikompromikan dengan komunisme,” kata Prof. Yusril Ihza Mahendra, Pakar Hukum Tata Negara. (*/ls)

*Penulis adalah Kader HMI MPO Cabang Mataram*

sumber: swamedium

loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...