Israel Tetap Pasok Senjata ke Myanmar Meski Dapat Kecaman Internasional



Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa tentara Myanmar merupakan contoh ‘buku teks pembersihan etnik” minoritas Muslim Rohingya, Israel tetap menolak untuk berhenti menjual senjata ke militer negara tersebut, tulis media Israel, Ha’aretz.

Investigasi beberapa pengawas hak asasi manusia menemukan lebih dari 100 tank, serta kapal dan senjata ringan, telah dijual Israel pada pemerintah Burma oleh perusahaan senjata Israel dalam beberapa tahun terakhir.

Meski ada keputusan PBB yang menegaskan militer Myanmar melakukan pembersihan etnis Muslim Rohingya, tetapi Israel menolak untuk menghentikan penjualan senjata ke Myanmar dan tetap menjual senjata ke Myanmar, terlepas Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) melarangnya.

Hari Rabu situs berita Haaretz membuat hideline beritanya dengan judul “Israel Persenjatai Pelaku Kejahatan”.

Mahkamah Agung (MA) Israel  hari Senin mendengar gugatan terhadap penjualan senjata ke Myanmar yang diajukan oleh para aktivis HAM. Hari Rabu, MA mengajukan gugatan atas penjualan senjata oleh Israel atas Myanmar. Tetapi pada akhirnya keputusan mengenai hal tersebut akan dirahasiakan mengingat Kejakasaan Agung Israel melarang untuk mempublikasikannya.

Tetapi Kejaksaan Agung mewakili pemerintah menegaskan kembali sikapnya yang pernah disampaikan pada bulan Maret lalu bahwa MA tidak berhak membahas penjualan senjata tersebut karena hal itu menyangkut hubungan luar negeri Israel.

Di hadapan majelis hakim Kejagung menjelaskan bahwah konsep hubungan anatara Israel dan Myanmar adalah bagian dari rahsia pertimbangan hukum kedua negara.

Haaretz melaporkan mengenai kasus ini bagaimana Israel menutup-nutupi hubungan perdangangan dengan pihak luar dari rakyatnya. Kejagung Israel juga enggan mengumumkan bahwa Israel akan menghentikan penjualan senjata ke Myanmar.

Dan sebagai jawaban atas pertanyaan yang disampaikan anggota Knesset, Tamar Zanberg tentang tindakan Israel mengekspor senjata ke Myanmar, Menteri Keamanan Israel,  Avigdor Lieberman, mengatakan bahwa “Israel tetap mematuhi aturan-aturan internasional”. Namun dalam hal ini Haaretz menuliskan bahwa Lieberman berbohong.

Kebohongan ini bukanlah kali pertama dilakukan Israel. Sebelumnya Israel pernah berbohong mengenai dukungannya terhadap perang di Argentina dan tidak menghiraukan larangan Amerika Serikat.

Israel memiliki sejarah dalam dukungannya terhadap kejahatan perang dan pembersihan etnis yang diantaranya terjadi di; Rwanda, Argentina, Bosnia, Guatemala, Chile, Nikaragua dan Sudan Selatan dengan memasok senjata kepada tentara Myanmar.

Israel juga terlibat mempersenjatai pasukan Serbia yang melakukan pembantaian terhadap Musli Bosnia meskipun ada embargo dari PBB. Negara Zionis ini juga menyuplai senjata kepada militer Guatemala yang melakukan pembersihan etnis selama perang saudara terjadi.

Larangan Presiden AS pada saat itu, Jimmy Carter, untuk menjual senjata kepada Guatemala pun tak diindahkan oleh Israel. Begitu juga di Chile dimana Israel memasok senjata bagi pasukan Pinochet.  Sementara di Nikaragua Israel mendukung pemberontak Contra dalam kasus yang dikenal “Iran-Contra Gate”. Dan sampai saat ini Israel masih menjual senjata kepada pasukan milisi pemerintah di Sudan Selatan.

Penasehat hukum para aktivis HAM Eitay Mack menegaskan bahwa sejak pertengahan abad-20 terdapat pelanggaran terhadap HAM dan kejahatan  perang dimana Israel mempunyai peran di dalamnya dengan menyuplai senjata serta banyak memberikan pelatihan.

Israel menuai kecaman lantaran tetap mengizinkan perusahaan militernya, TAR Ideal Concepts, menjual persenjataan dan melatih tentara Myanmar meski terjadi krisis kemanusiaan di wilayah Rakhine.

Awal bulan lalu,  sejumlah organisasi hak asasi manusia mengungkapkan TAR Ideal Concepts menjual sedikitnya 100 tank, kapal, dan persenjataan ringan kepada militer Myanmar.

Tak hanya itu, TAR juga melatih unit-unit pasukan khusus Myanmar yang turut diterjunkan dalam operasi militer di Rakhine, dan menyebabkan ratusan ribu etnis Muslim Rohingya melarikan diri ke perbatasan Bangladesh pekan lalu.

Sejumlah pengacara dan aktivis HAM Israel, sudah mengajukan petisi ke pengadilan tinggi agar pemerintah melarang TAR melanjutkan bisnisnya di Myanmar.

Kemhan Israel juga menyatakan akan terus menjaga hubungannya dengan Myanmar, begitu pun Junta Myanmar.

Pada tahun 2015, Min Aung Hlaing, seorang jenderal senior di militer Myanmar, mengunjungi Israel untuk melihat beberapa perusahaan senjata terbesarnya, termasuk Elbit Systems dan Israel Aerospace Industries.

sumber: hidayatullah

loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...