Dosen Bercadar Ini Raih Hak Paten atas Penemuannya dari Kemenkumham RI
Saya takjub, terpukau, terpesona, sekaligus bersyukur ketika melihat banner besar yang terpampang di depan gedung Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Haru semakin menyeruak ketika muncul sebuah nama itu. Pasalnya, pemilik nama tersebut adalah seorang dosen muslimah bercadar.
Sosok wanita bercadar itu memukau banyak orang. Beliau bersama seorang profesor -yang tak lain adalah suaminya- sukses meraih paten/Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (Kemenkumham).
Hak paten itu diberikan atas penemuan mereka dengan judul “Metode Untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah Pisang ‘Cavendish’ Dengan 1-Metilsiklopropan (1-MCP) dan Pelapis Kitosan Dalam Suhu Dingin”.
Menurut UU No. 14 tahun 2001 tentang paten, paten didefinisikan sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Dengan kata lain, setelah dipatenkan pihak lain tidak dapat menggunakan atau mengeksploitasi invensi tersebut tanpa persetujuan investor terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan paten. Proses meraih paten panjang dan rumit. Karya yang diusulkan benar-benar harus orisinil dan memiliki aspek kebaruan. Oleh karena itu, saya rasa semua orang sepakat bahwa meraih paten adalah prestasi luar biasa bagi seorang peneliti.
Yaa Allah, Engkau tunjukkan lagi kuasaMu untuk membungkam hinaan orang akan syari’at muliaMu (cadar, pen.). Sebuah prestasi lagi-lagi Engkau titipkan kepada muslimah bercadar, seorang dosen, setelah sebelumnya Engkau titipkan kepada seorang mahasiswi dari kampus yang sama (Baca : Bercadar, Mahasiswi UNILA raih prestasi jadi finalis Pimnas 2017).
Cadar, yang selama ini orang menghujatnya, mengeluarkan larangan atas penggunaannya, dan menganggapnya sebagai fenomena keterbelakangan, ternyata juga digunakan oleh seorang dosen sekaligus peneliti yang cerdas.
Universitas Lampung (Unila) sebagai kampus yang menampung beberapa dosen dan mahasiswi bercadar, yang jumlahnya bahkan bertambah tahun ini, meraih pencapaian luar biasa di beberapa tahun belakangan.
Dikutip dari laman resminya, unila.ac.id, pada Desember 2016 Unila meraih akreditasi “A” dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Unila juga memperoleh peringkat 16 besar universitas terbaik di Indonesia oleh 4ICU (4 International College and University) dari penilaian atas 11.000 perguruan tinggi di seluruh dunia yang telah terakreditasi dan tersebar dalam 200 negara. 4ICU juga menasbihkan Unila sebagai dua besar perguruan tinggi terbaik se-Sumatera di atas USU (Universitas Sumatera Utara).
Penghargaan bergengsi di tingkat internasional juga diraih Unila dalam pemeringkatan Webometrics. Laboratorium Cybermetric milik The Consejo Superior de Investigaciones Cientificas (CSIC) yang bermarkas di Spanyol pada Juli 2016, kembali merilis peringkat Unila yang berada di posisi 13 dari seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia.
Peringkat ini naik sebanyak 14 tingkat dari posisi 27 pada awal tahun 2016 dan naik 27 tingkat dari posisi 39 pada Juli 2015. Adapun di tingkat nasional, Unila menempati posisi ke-18 di urutan universitas terbaik se-Indonesia menurut Kemenristek Dikti tahun 2017.
Namun, tampaknya kita tidak bisa menemukan nama universitas yang melarang penggunaan cadar pada daftar 100 besar perguruan tinggi Indonesia yang diterbitkan Kemenristek Dikti tersebut. Entah bukti apa lagi yang dibutuhkan untuk meyakinkan “mereka” bahwa keberkahan akan turun kepada siapapun yang merawat dengan baik syari’at Rabbnya.
Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Rabbmu dan takutlah kepadaNya!
sumber: kiblat
loading...
loading...