RI Butuh 3,2 Juta Ton Garam Tahun Ini, Baru Bisa Produksi 19 Ribu Ton



Cuaca buruk akhir-akhir ini dianggap sebagai biang keladi terpuruknya kondisi pergaraman nasional. Akibatnya, banyak petani yang tak mampu memproduksi garam lokal secara maksimal. 

Semakin banyak petani yang tak bisa memproduksi garam, maka terjadi kelangkaan garam di pasaran. Imbasnya harga garam menjadi mahal.

Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, mengatakan kondisi garam yang langka saat ini menandakan ketidakmampuan industri garam lokal memasok kebutuhan di dalam negeri.  Menurut Achmad, total kebutuhan garam nasional tahun ini mencapai 3,2 juta ton. Namun petani garam lokal hanya mampu memproduksi 19 ribu ton.

"Kebutuhan domestik itu kan 3,2 juta ton untuk semuanya (keperluan). Ada untuk industri makanan minuman, kertas, chemical and pharmaceutical. Tahun ini harusnya normal, tapi produksi sampai sekarang baru 19 ribu ton," ujar Achmad saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Gedung BPPT, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (8/8).

Penyebab dari anjloknya produksi garam saat ini adalah karena cuaca. Bahkan hal ini sudah terjadi sejak 2016 lalu saat fenomena La Nina atau turunnya suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan musim menjadi tak menentu.

"Tahun 2016 kan sama sekali industri lokal tidak bisa pasok, karena ada La Nina. Faktor musim buat produksi jadi enggak jelas," ucapnya.

Achmad menjelaskan produksi garam di Indonesia masih tergantung dengan cuaca. Hal ini berbeda dengan di luar negeri, di mana produksi garam sudah menggunakan teknologi yang cukup canggih.

"Kalau di dunia, industri garam bisa langsung menambang, tinggal keruk. Kalau di Indonesia kan masih pakai teknologi solar evaporation, harus bergantung sekali sama cuaca," pungkas Sigit.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bekerja sama dengan berbagai kementerian seperti Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan melakukan pengembangan industri garam di wilayah NTT. 

Dengan memanfaatkan teknologi dari BPPT untuk mempersingkat waktu produksi garam dari yang semula 15 hari dapat dipercepat hingga 4 hari.


loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...