Beli ‘Saham Sendiri’, Pushep: Perundingan Freeport Merugikan Indonesia
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar mengatakan hasil perundingan Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) tidak menguntungkan bagi Indonesia.
Dia menjelaskan mengenai perubahan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) memang secara administrasi lebih menempatkan posisi negara lebih tinggi dibanding menggunakan KK yang menempatkan negara setara dengan kontraktor.
Namun yang perlu menjadi catatan bahwa perubahan KK PTFI menjadi IUPK saat ini tidak ada dasar hukumnya dalam UU 4/ 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut UU Minerba, IUPK hanya dapat diberikan di Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang ditetapkan menjadi Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK) atas persetujuan DPR RI, jadi pemberian IUPK saat ini kepada PT Freeport dinilai cacat secara hukum.
“Seharusnya jika hal ini dilakukan dilakukan revisi dahulu terhadap UU 4/2009. Pemberian IUPK kepada Freeport sebenarnya hanya merupakan siasat atau akal-akalan untuk melegitimasi tujuan utamanya yaitu pemberian izin ekspor mineral mentah kepada Freeport atau memberi kebebasan kepada Freeport untuk tidak melaksanakan amanat UU Minerba yang mewajibkan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, lagi-lagi Freeport akan bebas untuk ekpor tambang mentah ke luar negeri,” kata dia secata tertulis, Rabu (30/8).
Selanjutnya mengenai divestasi, Perlu menjadi perhatian bahwa divestasi ini adalah membeli saham yang artinya Pemerintah Indonesia (atau melalui BUMN) mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membeli saham PT Freeport.
“Darimana dana untuk membeli saham tersebut yang nilainya lebih dari Rp110 Triliun, apakah Pemerintah punya dana sebesar itu? dipastikan konsorsium seluruh BUMN tambang digabung pun tidak cukup mampu punya dana untuk membeli 51 perse saham PT Freeport,” tuturnya.
Karena itu, dia mensinyalir divestasi ini akan diisi oleh investor cukong dari negara tertentu yang saat ini sedang gencar-gencarnya menguasai perekonomian Indonesia. Selain itu tambahnya, yang lebih aneh, Indonesia akan memiliki 51 persen saham di PT Freeport, namun kendali operasi masih sepenuhnya berada di Freeport.
“Ini jelas kerugian bagi Indonesia. Dalam kontek PT Freeport yang Kontraknya akan habis selesai pada tahun 2021 divestasi tidak tepat, mestinya tunggu saja hingga tahun 2021 wilayah kerja tambang milik Freeport di Papua akan sepenuhnya kembali ke Pemerintah Indonesia tanpa harus membeli saham Freeport. Pengelolaan selanjutnya bisa oleh BUMN Indonesia dan ucapkan selamat tinggal Freeport. Dengan divestasi justru akan menjebak Indonesia untuk memberikan perpanjangan terus kepada Freeport,” tegas dia.
sumber: aktual
loading...
loading...