Kisah Masruhan, Mahasiswa Berprestasi dari Keluarga Miskin, Hampir Semua Mata Kuliah IPK 4.0



MASRUHAN anak kampung dari keluarga miskin dan yatim. Ibunya hanya seorang janda buruh tani yang tak mampu membiayai kuliah anaknya. Tapi Masruhan tekun menuntut ilmu hingga lulus cumlaude.

Ia dibesarkan dalam keluarga pas-pasan, miskin dan tidak memiliki penghasilan tetap. Menjelang remaja, ia ditinggal ayahnya yang menempuh jalan sunyi di alam keabadian.

Satu-satunya tumpuan hidupnya adalah ibunda tercinta, Suyati (47). Padahal, ibunya juga tidak memiliki pekerjaan tetap, karena kesehariannya hanya bekerja menjadi seorang buruh tani. Penghasilannya hanya Rp 30 ribu sehari. Itupun hanya bekerja saat musim panen tiba. Tatkala musim kemarau, Suyati hanya bisa menganggur dan bekerja serabutan.

Tentu, Masruhan sebagai anak tidak bisa menikmati masa muda seperti teman-teman sepermainan yang dimanja fasilitas oleh orang tuanya. Anak kelahiran Kudus 30 Agustus 1995 ini sejak kecil telah terbiasa hidup prihatin. Tetapi hal itu tak menyurutkan tekat Masruhan untuk mencari ilmu. Ia menjadi anak yang pendiam, serius, dan tekun belajar.

Selepas lulus dari Madrasah Aliyah (MA) Nahdlatul Muslimin Undaan Kudus, Masruhan berusaha mengadu nasib untuk mengikuti seleksi Program Beasiswa Santri Berpreatasi (PBSB) Kementerian Agama. “Saya ikut tes seleksi nasional, alhamdulillah diterima di Fakultas Syariah Jurusan Ilmu Falak UIN Walisongo,” kata Masruhan, usai diwisuda di Auditorium UIN Walisongo Semarang, Kamis (27/7/2017) lalu.

Ketekunannya dalam menuntut ilmu sudah terlihat dari aktivitas sehari-hari. Ia menjadi mahasiswa yang kutu buku dan rajin mengaji. Bahkan hampir setiap semester mendapatkan penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi.

“Setiap semester mendapat penghargaan dari jurusan Ilmu Falaq, karena memeroleh IPK tertinggi, hampir setiap mata kuliah dapat IPK 4.0. Tapi kalau dirata-rata 3,9,” katanya.

Bahkan di usia yang terbilang muda, Masruhan telah berhasil lulus dengan nilai cumlaude, yakni IPK 3,93. Prestasi pemuda belia ini bertengger di puncak di antara 967 wisudawan yang lain. “Alhamdulillah, saya kuliah di sini dapat beasiswa,” ujar mahasiswa yang memilih judul skripsi Analisis Hisab Waktu Salat dalam Buku Ephemeris Hisab Rukyat 2017 ini.

Dia bercerita, apabila tidak mendapatkan beasiswa, dipastikan orang tuanya tidak mampu membiayai kuliah. Sebab, ibundanya hanya seorang janda miskin yang bekerja sebagai buruh tani.

“Ibu saya kerjanya buruh tani, istilah Jawanya “ngasak” atau “thithil” mencari gabah saat panen dan buruh tandur (menanam). Kalau nggak musim panen ya di rumah nggak ngapa-ngapain. Biasanya hanya dapat Rp 30 ribu sehari. Uangnya buat makan,” katanya.

Masrukan tidak patah arang. Meski terlahir di tengah keluarga yang serba kekurangan, ia tidak minder. Ia terus belajar serius tanpa mengenal lelah. Dia percaya bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Jika seseorang terus berusaha secara ikhlas, maka Allah akan memberikan petunjuk jalan. Hal itu sudah ia buktikan, bahwa selama menempuh belajar selalu memeroleh beasiswa.

Termasuk saat ini, setelah lulus dengan predikat terbaik dan istimewa, Masruhan mendapat beasiswa lagi untuk menempuh jenjang S2 di UIN Walisongo Semarang. “Rencana saya ambil S2 di UIN Walisongo meneruskan bidang Ilmu Falak,” kata mahasiswa yang pernah mengikuti sidang isbat di Jakarta ini.

Ibunda Suyati, tampak tidak bisa menahan air mata bangga. Ia merasa bahwa selama ini tak mampu membiayai kuliah putra tercinta. Tetapi anaknya menunjukkan pribadi yang membanggakan orang tua, karena selalu dapat beasiswa. “Saya sangat bangga sekali. Setiap hari hanya buruh tani, penghasilan mboten mesti karena hanya pekerja musiman. Kalau kemarau tiba, saya tidak kerja,” katanya.

Ia ingin anaknya berguna bagi keluarga, hingga bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Dikatakannya, sejak kecil, Masruhan sudah terlihat sebagai anak yang shaleh. Tidak pernah mengecewakan orang tua. “Tidak pernah nakal, baik, tekun, selalu nurut kepada orang tua, tidak pernah menuntut apa-apa. Sudah shaleh sejak kecil. Dua bersaudara, dia punya kakak,” katanya.

Suyati mendukung penuh kepada Masruhan agar melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Sebab, ia ingin anaknya menjadi orang berguna. “Ingin dia menjadi dosen. Selain bangga, saya sangat seneng, cita-cita saya ingin melihat dia berhasil,” katanya.



loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...