Masya Allah, Semua Berlomba Berbagi di Masjid Nabawi
Namanya Bahar, anak usia 9 tahun ini menyambut semua orang yang masuk Masjid Nabawi tepat di pintu utama, Gate 21,22.
Dengan Bahar saya tak bisa mengelak, dia memegang erat tangan saya, bahkan sekedar memasukkan sandal ke tas saja sulit. Setelah saya menolak ajakan banyak orang untuk berbuka, habislah saya di tangan si bahar ini.
Saya terpaksa kembali masuk ke Masjid Nabawi, awalnya saya ingin mencari buka di halaman, karena disini menunya lebih bervariasi, mulai nasi mandi, juice, buah juga beraneka.
Berbeda dengan di dalam masjid, semua yang mengandung kuah dan nasi tidak boleh masuk. Menunya, roti, kurma yg bisa dimakan dengan Yogurt full cream, air putih dan aneka teh, serta kacang kacangan.
Saat Ramadhan begini, tradisi memberi makan bagi siapa saja yang berpuasa benar benar terlihat. Bahkan sungguh mirip dengan persaingan untuk memuliakan tamu Allah Subhanahu Wata’ala yang kebanyakan adalah Jamaah Umroh.
Di sini setiap keluarga kaya seolah punya slot tempat tersendiri berlomba-lomba beramal, sebagian bahkan banyak yang mengambil si dalam masjid.
Sementara bagi perusahaan atau orang kaya yang punya perusahaan, mereka mengambil tempat di luar masjid, “bahkan ditangani oleh seorang koki,” kata Zainuddin, mukimin Indonesia yang telah 10 tahun tinggal di Madinah.
Puasa hari ketiga, saya mencoba berbuka di luar masjid, tepatnya di pelataran Masjid Nabawi. Agak berbeda dengan di dalam masjid, menunya jauh lebih beragam. Ada nasi mandi, bermacam buah dan juice, ada roti dan kurma. Subhanallah.
Dalam pernyataan di sebua media belum lama ini, Direktur Humas Presidensi Umum untuk Urusan Masjid Nabawi Al-Abdulwahid Hattab mengatakan pemerintah menyediakan sekitar 250 ribu paket makanan dan 13 ribu dispenser air zamzam untuk jamaah umroh selama Ramadhan.
Sementara Gubernur Makah al-Mukaramah, Pangeran Misyaal bin Abdullah mengatakan, dalam menjamu kaum muslimin untuk berbuka di Masjid al-Haram, pemerintah menyiapkan paket untuk 1,5 juta.
Seperti halnya di Masjid Nabawi, semua lapisan masyarakat Madinah dan pemerintah bahu membahu dalam berderma. Tak ada lagi warna kulit, tak ada suku, tak ada jabatan. Semua berlomba-lomba bersedekah dan memuliakan orang tak mampu dan mereka yang sedang berpuasa.
Inilah Masjid Nabawi, layaknya pelabuhan dan tempat bersandar semua hati.
sumber : hidayatullah
loading...
loading...