Tiga 'Pendekar' Ahok di Balaikota DKI Dianggap Layak Menghuni Penjara
Pasca kekalahan telak pasangan petahana, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat pada pencoblosan 19 April lalu, aparat penegak hukum didorong untuk memproses tiga pejabat teras Pemprov DKI Jakarta yang disebut-sebut "pendekar" Balaikota kesayangan Basuki.
Tiga pendekar tersebut adalah Kepala Badan Keuangan Daerah (sebelumnya Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah) Heru Budi Hartono, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati, dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Agus Suradika.
Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta), M Rico Sinaga mengatakan, tiga Pejabat Eselon II tersebut merupakan pihak-pihak yang paling bertanggungjawab atas rusaknya Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Basuki.
"Apabila di kemudian hari Basuki selaku Gubernur DKI berurusan dengan masalah hukum, tiga pendekar Balaikota merupakan orang-orang yang paling bertanggungjawab. Ketiganya pantas masuk penjara," kata Rico di bilangan Jalan R Soeprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (21/4).
Menurut Rico yang juga Presidium Relawan Borobudur Pemenangan Anies-Sandi, selaku Kepala BPKAD, Heru Budi Hartono merupakan pihak yang paling bertanggungjawab atas carut-marutnya pengelolaan aset Pemprov DKI serta tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang mencapai puluhan triliun rupiah.
Salah satu dugaan korupsi CSR ada dalam proyek Simpang Susun Semanggi. Karena itu, Rico meminta KPK untuk segera memproses, karena diduga ada unsur pidana berupa praktik korupsi di proyek tersebut.
Diketahui proyek tersebut tidak mengambil sedikitpun dari APBD DKI. Dana diambil dari PT Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building Company yang menyerahkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) kepada Pemprov DKI dalam bentuk infrastruktur jembatan senilai Rp 360 miliar.
"Carut-marut pengelolaan CSR harus diusut tuntas. Heru tidak bisa lepas tangan begitu saja," tegas Rico.
Selain itu, lanjut Rico, pejabat lain yang membuat rusak Pemprov DKI adalah, Kepala Bappeda Tuty Kusumawati.
Pasalnya di bawah kepemimpinan Tuty, penyerapan APBD DKI selalu tidak mencapai target. Otomatis Silpa selalu tinggi.
"Pembangunan tidak berjalan optimal lantaran penyerapan APBD rendah. Tuty harus bertanggungjawab," ujar Tuty.
Sementara terkait Kepala BKD Agus Suradika, Rico melihat di bawah komandonya membuat struktur organisasi birokrasi Pemprov DKI berantakan.
"Sistem mutasi, demosi maupun pengangkatan pegawai saat ini telah gagal serta merusak struktur organisasi birokrasi. Sekarang tidak ada lagi harmonisasi antar PNS," terang Rico.
Disisi lain, Rico juga meminta Tim Transisi Anies-Sandi mengevaluasi secara khusus seluruh pejabat eselon 1,2 dan 3, terutama yang sudah tertular virus Basuki.
"Sebab kalau mereka dipertahankan akan merusak tatanan birokrasi yang akan dibangun Anies-Sandi," cetus Rico.
Sebelumnya, calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno mengaku telah menyiapkan berbagai rencana jika terpilih dalam pemungutan suara 19 April, mendatang. Salah satu yang dipersiapkan Anies dan Sandi adalah tim transisi untuk mempercepat proses bekerja.
Sandi mengatakan, sejauh ini yang bergabung di tim tersebut adalah Fadjar Panjaitan dan Triwisaksana. Fajar merupakan mantan sekretaris daerah di era gubernur Sutiyoso dan Fauzi Bowi. Dia juga pernah menjabat sebagai pelaksana tugas (plt) gubernur.
Sementara Triwisaksana adalah politikus PKS yang kini duduk sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Triwisaksana, dinilai mengerti tentang masalah penganggaran sehingga dimasukkan dalam tim transisi ini.
Sandi menjelaskan, tugas dari tim transisi ini salah satunya untuk mengondisikan agar program 100 hari Anies-Sandi dapat berjalan dengan baik jika terpilih. Orang-orang yang ada di dalam tim tersebut dinilai mampu membantu mempercepat kerja Anies-Sandi di 100 hari pertama mereka. [rmol]
loading...
loading...