Kalah Telak, Ahok Dihibur dengan Karangan Bunga


Karangan bunga untuk petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mulai dipindah dari Balai Kota DKI ke kawasan Monumen Nasional (Monas).

Pantauan TeropongSenayan, pasukan oranye yang berasal dari petugas harian lepas (PHL) Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Pusat terlihat sibuk mengangkut karangan bunga dan dimasukkan ke dalam mobil box untuk dipindahkan ke Monas.‎

Seorang PHL Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Pusat, Ali, menyatakan bunga-bunga itu akan ditaruh di Monas, tepatnya di sekeliling pagar.

"Ini satu truk isinya bisa 22 karangan bunga," kata Ali, di depan kantor Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (28/4/2017).‎

Menanggapi hal itu, Sekretaris DPD Gerindra DKI Jakarta, Husni Thamrin menyebut, bahwa pemindahan papan bunga tersebut merupakan bentuk pembiaran kepada manuver Ahoker yang belum bisa menerima kenyataan.

"Ahoker ingin menunjukkan perlawanan terakhirnya terhadap hasil Pilkada. Mereka tidak bisa menerima kenyataan Ahok kalah telak," kata Thamrin melalui sambungan telepon, Jakarta, ‎Jumat (28/4/2017).

"Segelintir Ahoker sedang terus berupaya menina bobokkan agar bosnya tidak terlampau jauh terjerembab dalam kesedihan," katanya.

Meski demikian, Thamrin tak mengelak kemungkinan adanya satu atau dua orang pengirim papan bunga itu yang betul-betul bersimpati kepada Ahok.

"Mungkin saja satu atau dua orang itu murni dari warga. Tetapi sulit diterima nalar sehat jika ribuan karangan bunga tidak digerakkan oleh aktor-aktor politik yang ingin memanipulasi realitas (kekalahan Ahok)," katanya.

Karenanya, politisi senior DKI ini berharap, agar manipulasi realitas yang tengah gencar dilakukan para Ahoker tidak dilakukan terlampau berlebihan.

"Rakyat jangan terus-terusan dibohongi dengan permainan nakal hanya untuk memunculkan 'Woowwww Effect publik'. Saat ini orang tidak lagi percaya dengan rekayasa-rekayasa model begitu," tegas Thamrin.

"Orang waras tahu, ini (gerakan karangan bunga) adalah game, trik dan propaganda agar Ahok selalu terlihat besar dan mendapat dukungan luas. Seperti main sulap untuk mengelabuhi masyarakat," ungkap Thamrin.

Sehingga, lanjut dia, dibutuhkan kecerdasan khusus untuk memahami game kelas tinggi tersebut. "Perlu kecerdasan untuk memainkannya dan perlu kecerdasan pula untuk memahami triknya," ujarnya.

Kelompok Ahoker, tambah Thamrin, harus segera sadar bahwa permainan sudah usai. Soal kalah atau menang itu sudah ketetapan.

"Partai Gerindra berkomitmen untuk merawat nalar kritis dan melindungi akal sehat publik demi demokrasi yang bermartabat.

"Cara-cara seperti ini meskipun tidak dilarang, tapi tidak sehat bagi demokrasi dan masa depan solidaritas kita sebagai bangsa. Kalau kalah, ya kalah saja. Terima kemenangan lawan. Jika ada yang keberatan, ajukan sesuai mekanisme. Jangan justru memanipulasi kenyataan," ungkapnya.

"Sudahlah, segera sadar dan bertobat. Elite Politik mestinya menjadi yang terdepan dalam memberi pendidikan politik bagi masyarakat. Tapi, kalau tetap mau keras kepala, sempurnalah menjadi seorang Megaloman," ucap Thamrin.

Diketahui, megaloman berarti seseorang yang mengalami kelainan jiwa dan merasa paling besar segala-galanya. Sementara orang lain dianggap kecil.‎ [tsc]
loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...