Fahri Hamzah: KPK Bukan Penegak Hukum, Tapi Kantor Berita Korupsi
Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkesan mengejar Ketua DPR, Setya Novanto pasca kalah di praperadilan dikritik Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah.
Pasalnya, KPK seperti ngotot ingin menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka lewat surat perintah penyidikan (Sprindik). Padahal, mereka tidak mempunyai bukti kuat.
"KPK kan bukan lembaga penegak hukum. KPK itu adalah kantor berita pemberantasan korupsi. Isinya sih banyak omong kosongnya," kata Fahri sembari terkekeh saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (5/10/2017).
Dia menyebut, lembaga anti rasuah itu banyak melontarkan hal yang tidak bermakna. Bahkan ucapan dari pihak KPK cenderung asal ucap.
Contoh ucapan omong kosong tersebut ketika KPK percaya ada anggota DPR yang menerima bancakan korupsi e-KTP sebanyak Rp 2,3 triliun. Fahri lantas mempelajari informasi ini, dan ternyata itu merupakan kebohongan.
"Misalnya dia bilang Rp 2,3 triliun dipakai bancakan di DPR. Mana? Tidak ada. Bohong itu. Trus katanya ada anggota DPR yang kembaliin, itu siapa yang kembaliin?" ujar Fahri.
Fahri mengakui ada mantan Anggota DPR yakni Djafar Hafsah yang mengembalikan dana ke KPK. Ketika mengembalikan, Djafar menyebut uang tersebut didapat dari Mantan Bendahara Umum Demokrat, M Nazarudin.
"Tapi belum tentu itu uang e-KTP," lanjut dia.
Kemudian Fahri mempersoalkan ucapan KPK yang menyebut ada 14 nama anggota DPR telah mengembalikan uang bancakan e-KTP pada 2017.
Padahal uang itu didapat sejak 2010. Menurut Fahri anggota yang mengembalikan uang bisa diseret sebagai tersangka. Lantaran ada dugaan mereka yang mengembalikan ikut menikmati.
"Tiba-tiba kembaliin uang ke KPK. Siapa orang itu? Kenapa orang itu enggak jadi tersangka? Dia sudah nikmatin uang, paling tidak bunganya selama tujuh tahun. Kenapa dia enggak jadi tersangka? Kenapa yang belum jelas terima uang, dikoyak-koyak setiap hari," tutur Fahri keheranan.
Karena sering mengeluarkan ucapan omong kosong, Fahri lantas jadi sulit mempercayai kinerja KPK.
"Dan kita dipaksa menerima, logika konyol ini. KPK ini sebenarnya kekonyolan yang sudah kadung kita benarkan. Ini yang membuat nalar publik rusak," pungkasnya
sumber: kriminalitas
loading...
loading...