Fisipol UGM: Di Proyek Meikarta, Media Kehilangan Fungsi Sebagai 'Watchdog'



Era digital memengaruhi praktik jurnalisme dalam berbagai hal. Kecenderungan itu diungkapkan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) UGM, Kuskridho Ambardi, dalam sebuah diskusi bertajuk Digital Journalism: The Contemporary Experience and Views of Indonesian Journalists.

Menurutnya, praktik jurnalisme di media daring cenderung berbeda dengan di media mainstream. Setidaknya ada lima tren yang mewarnai media daring di Indonesia. Pertama, penekanan pada aspek kecepatan. Kedua, truth in the making. Ketiga, kecenderungan sensationalism is a menu of the day.

Selanjutnya keempat, masih bersifat Jakarta sentris. Kelima, media daring di Indonesia seringkali mempraktikan cara kerja public relations dan memelintir suatu isu. Kelima tren tersebut menjadi poin-poin utama yang dapat kita gunakan sebagai titik kritik dalam mengonsumsi berita daring.

Terkait tren yang kelima, Ambardi mencontohkan proyek properti Meikarta milik Lippo Group yang dikembangkan dan dipasarkan sebelum izinnya tuntas. Dia menilai, beberapa media daring Indonesia cenderung memublikasikan promosi proyek Meikarta, sebuah kawasan yang akan dibangun di Cikarang, Jawa Barat.

"Apa yang dilakukan oleh media daring tersebut menjadi sebuah paradoks. Sebab, proyek Meikarta sebenarnya belum mendapatkan izin resmi dari pemerintah Provinsi Jawa Barat. Peran media sebagai watchdog pun patut dipertanyakan," katanya di Kampus Universitas Gadjah Mada, seperti dikutip dari ugm.ac.id.

Kenyataan tersebut, lanjutnya, membuktikan bahwa banyaknya jumlah situs berita secara tak langsung memperingatkan kita sebagai audiens untuk siap menghadapi arus informasi dan kritis dalam mengonsumsinya.

“Bisa saja konten media tidak berkualitas karena pembacanya juga tidak berkualitas,” ujar Ambardi. Hal ini adalah tantangan bagi para audiens dalam mengonsumsi sebuah informasi. 

sumber: arah
loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...