Yusril Anggap Pemutaran Video Acara HTI di Sidang MK, Bumerang bagi Jokowi
Suatu hal yang tidak lazim terjadi dalam sidang pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) di Mahkamah Konstitusi ketika majelis hakim mengizinkan Mendagri Tjahjo Kumolo selalu kuasa hukum Presiden memutar video melalui layar kaca Mahkamah Konstitusi.
Padahal, acara sidang adalah mendengarkan keterangan Pemerintah, bukan memeriksa alat bukti yang diajukan salah satu pihak dalam sidang pembuktian.
Video berdurasi sekitar 3 menit yang ditayangkan Tjahjo ternyata adalah video salah satu acara HTI di Gelora Senayan tahun 2013. Ditayangkan gambar Ustadz Rachmat, seorang dosen di Bogor, sedang berpidato tentang syari’ah dan khilafah. Namun dalam Keterangan Pemerintah yang dibacakan Tjahjo, dia tidak menjelaskan apa relevansi video itu dengan keterangannya.
Tjahjo memang menyinggung alasan pemerintah menetapkan Perpu karena ada hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Dicontohkannya tentang HTI yang menyebarkan faham Khilafah yang bertentangan dengan Pancasila. Tapi Tjahjo tidak menyebutkan kapan acara yang direkam itu terjadi dan dalam kesempatan apa.
Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum HTI mempertanyakan penayangan pidato itu dan menganggapnya sebagai propaganda Pemerintah menyudutkan HTI. Sidang ini, kata Yusril, bukan perkara pidana dan bukan perkara tata usaha negara, tetapi perkara pengujian norma undang-undang, yakni menguji norma UU terhadap UUD 45, bukan mengadili suatu peristiwa kongkret dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Yusril, kalau Pemerintah mau menjadikan video itu sebagai bukti, nanti ada acara pembuktian dalam sidang, bukan dalam acara mendengarkan Keterangan Pemerintah. Tjahjo tidak menjawab pertanyaan Yusril, namun Ketua MK menjawab, dia mengizinkan video tersebut diputar karena “berkaitan dengan perkara ini”. Yusril tidak ingin melanjutkan perdebatan dengan Ketua MK, apalagi mempersoalkan hukum acara MK dalam sidang yang terbuka untuk umum itu.
“Gak enaklah melanjutkan debat, nanti dikira mau menggurui” kata Yusril.
Namun bagi Yusril pemutaran video tentang HTI yang dianggap menganut, mengembangkan dan menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila itu justru menjadi bumerang bagi Presiden Jokowi. Sebab, video itu merekam kegiatan HTI tahun 2013 ketika Presiden RI masih dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
Kalau video itu menjadi bukti adanya kegentingan yang memaksa, sehingga Presiden terpaksa mengeluarkan Perppu, maka Perppu itu seharusnya dikeluarkan oleh Presiden SBY tahun 2013 yang lalu. Tetapi Presiden SBY memilih mengajukan RUU Ormas untuk dibahas dan disetujui bersama dengan DPR.
Kalau sejak tahun 2013 kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila itu sudah ada, maka seharusnya sejak lama ketentuan UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas diberlakukan untuk membubarkan ormas itu. Sungguh aneh jika ujug-ujug di tahun 2017 Presiden Jokowi merasa ada hal ihwal kegentingan yang memaksa sehingga meneken Perpu untuk memberi jalan mudah bagi Pemerintah untuk membubarkan ormas “anti Pancasila” tanpa proses peradilan lebih dahulu sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2013. Sementara ormas mana yang anti Pancasila dan tidak, yang berhak menilai adalah Pemerintah sendiri secara sepihak.
Sidang MK masih akan dilanjutkan untuk mendengarkan keterangan ahli dan saksi yang diajukan oleh Pemohon Ismail Yusanto dan pihak-pihak terkait dalam perkara ini.
loading...
loading...