Turunnya Daya Beli, Pedagang di Pinangsia Keluhkan Kebijakan Ekonomi Jokowi
Dalam beberapa waktu belakangan, ramai terjadi polemik mengenai tingkat daya beli masyarakat yang mengalami tren penurunan. Beberapa pusat perdagangan di Jakarta, seperti Pasar Tanah Abang dan kawasan Glodok dikabarkan sepi pengunjung jika dibandingkan beberapa tahun belakangan.
Beberapa kalangan menyebut jika situasi demikian menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia memang tengah dalam kondisi yang memprihatinkan.
Dalam rangka menyelidiki tentang hal tersebut, Aktual pun mencoba menyambangi kawasan Pinangsia, merupakan salah satu pusat perdagangan yang telah ada di Jakarta sejak berabad-abad silam.
Ifin, salah seorang pemilik toko keramik granit di kawasan Pinangsia mengakui, tingkat penjualan keramik di tokonya memang tidak sebagus beberapa tahun silam, terlebih dalam kepemimpinan Presiden Jokowi.
“Ya memang sepi, dagang lagi sepi, semua sepi. Ada pengaruh ekonomi lah, menjelang pilpres lah, enggak tahu lah,” ujar Ifin kepada Aktual di kawasan Pinangsia, Jakarta, Selasa (22/8).
Ia menambahkan, kondisi pasar keramik granit yang sepi juga disebabkan oleh adanya kekosongan barang lantaran ditahan oleh pihak Bea Cukai tanpa alasan yang jelas. Kondisi demikian, lanjutnya, sudah terjadi sejak 2-3 tahun belakangan.
Padahal, hal demikian tidak terjadi sebelumnya.
“Sekarang enggak bisa ditentuin. Kadang-kadang ada barang, kadang enggak ada barang. Kita kan barang impor, kalau lagi ada lampu merah dari Bea Cukai ya sepi,” jelasnya pria paruh baya ini.
“Kayak sekarang lagi lampu merah nih, kosong barang. Jadi akhirnya orang larinya ke barang lokal,” imbuhnya.
Keramik granit yang dijual Ifin memang barang-barang import yang berasal dari Cina. Menurutnya, pilihan tersebut dikarenakan harga yang jauh lebih murah dan kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan barang lokal.
Ia sendiri telah membuka toko di kawasan Pinangsia sejak lebih dari 30 tahun lalu. Di tengah kondisi ekonomi yang lesu seperti sekarang, ia tetap mencoba bertahan dengan segala keterbatasannya.
Ia pun mengharapkan pemerintah agar dapat mengeluarkan kebijakan yang jelas berpihak kepada rakyat. Menurutnya, perekonomian saat ini seolah hanya diperuntukkan bagi kalangan atas saja tanpa memperhatikan kondisi pedagang ataupun masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Intinya ekonomi jangan diketatin lah, biar duitnya muter. Sekarang kan duitnya mandek kan, duitnya yang megang cuma orang gede-gede semua ini,” urainya.
“Kalau putaran uang dikit, ya orang enggak bakal bangun rumah. Enggak ada duit lebih nih jadinya enggak usah bangun rumah dulu, akhirnya kita (pedagang) kena juga,” tutupnya.
Hal yang sedikit berbeda diceritakan oleh Mia, seorang marketing toko perlengkapan dan aksesoris pintu. Kepada Aktual, ia mengaku jika pasar pelengkapan pintu tidak mengalami penurunan yang berarti.
Meskipun enggan mengungkapkan omzet, Mia menyatakan jika jumlah pengunjung yang mengunjungi tokonya masih terbilang stabil, yaitu sepuluh orang pengunjung per harinya.
“Karena kita termasuk destination untuk bahan bangunan toko, jadi rata-rata pada ke sini semua, baik yang transaksi maupun yang tidak transaksi,” ungkapnya.
Sama seperti toko milik Ifin, perlengkapan pintu yang dijual Mia juga barang import yang memiliki kelas wahid. Ia mengatakan swbagaian besar barang di tokonya diimpor dari Italia.
Selain kualitas nomer satu, produk asal Eropa sendiri terkenal akan harganya yang selangit. Pun demikian dengan produk perlengkapan pintu yang dijual Mia.
“Yang paling murah sekitar Rp 600 ribu. Kalau yang paling mahal, handle pintu aja ada yang (seharga) Rp 80 juta,” sebutnya.
Meskipun demikian, harga yang selangit disebut Mia tidak menjadi alasan yang membuat barang yang dijualnya sepi pembeli.
Mia menyatakan jika tingkat daya masyarakat yang dikabarkan sedang turun tidak berpengaruh banyak terhadap penjualan perlengkapan pintu.
“Kalau omzet per hari itu enggak tentu ya, beberapa minggu lalu kita pernah itu sehari jual lebih dari Rp 100 juta. Nah kemarin (Senin, 21/8) sempet jual 86 jutaan,” pungkasnya.
loading...
loading...