Tidak Serius Usut BLBI, KPK Dituding Telah ‘Bersekongkol’



Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kurang serius menangani mega skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI membuat rakyat menuding KPK sebagai bagian dari pelaku kejahatan BLBI atau ‘bersekongkol’ dengan debitur BLBI. KPK tidak akan dibela oleh rakyat, jika lembaga ini membiarkan koruptor BLBI bebas berkeliaran, sementara keuangan negara morat-marit akibat harus bayar utang.

Saat ini, keuangan negara sudah hampir bangkrut. Negara sudah tak mampu bayar utang, bahkan untuk mencicil bunga saja harus menerbitkan SBN (surat berharga negara). Padahal, banyak utang menyebabkan fondasi ekonomi dalam bahaya.

Pengamat hukum dari Universitas Airlangga Surabaya Suparto Wijoyo mengatakan beban utang BLBI sangat membahayakan keuangan negara. “Ini kejahatan luar biasa. Anehnya, bagaimana hal seperti itu ditutupi selama bertahun-tahun,” kata dia seperti dikutip Koran Jakarta baru-baru ini.

Dia mengingatkan agar KPK serius menuntaskan kasus BLBI. “Kalau KPK mendiamkan saja, tidak usut tuntas BLBI maka KPK ikut bersalah. “Pembiaran sama saja jadi bagian dari kejahatan itu.Tidak mungkin KPK dibela rakyat jika tebang pilih, tidak selesaikan BLBI dari debitur terbesar. Rakyat tidak buta dan bodoh,” tegas dia.

Suparto menambahkan pengusutan tuntas kasus BLBI akan menumbuhkan kepercayaan dan dukungan masyarakat pada KPK. Sebab, kasus BLBI sudah cukup lama mengambang, dan kini sebagian besar masyarakat berharap ada kelanjutan penyidikannya.

Lagi pula, secara ekonomi dampak kasus tersebut memang sangat besar, seperti utang negara yang menumpuk sehingga merugikan rakyat dan memiskinkan negara.

“Pengusutan debitur kakap yang membangkrutkan negara akan menunjukkan KPK berpihak pada keadilan dan pada rakyat yang secara tidak langsung harus menghadapi konsekuensi utang BLBI,” tukas dia.

Menurut Ekonom Universitas Indonesia (UI), Telisa A Falianty, kasus BLBI merupakan satu bentuk pencurian terhadap keuangan negara. Bahkan, negara nyaris bangkrut akibat menanggung beban utang BLBI. “Padahal kalau tidak ada beban utang BLBI, anggaran bisa untuk program-program kesejahteraan rakyat, pengentasan kemiskinan, dan sebagainya. Utang inilah yang memiskinkan negara,” kata Telisa.

Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penerbitan SBN dalam RAPBN-P 2017 hingga sebesar 467,3 triliun rupiah. Angka tersebut lebih besar dibandingkan target penerbitan SBN pada APBN 2017 yang sebesar 400 triliun rupiah.
APBN Untuk Utang

Koordinator Koalisi Anti Utang, Dani Setiawan, menambahkan pembiayaan infrastruktur pertanian yang begitu strategis dan sangat dibutuhkan tidak menjadi prioritas APBN. Di sisi lain, setiap tahun APBN jebol ratusan triliun rupiah untuk menutup bunga utang obligasi rekap BLBI saja.

“Silakan saja pemerintah menggunakan dalih rasio utang terhadap PDB (produk domestik bruto) masih aman. Tapi intinya, negara sudah tak mampu bayar utang. Untuk mencicil bunga saja susah, harus menerbitkan SBN,” imbuh dia.

Dani memaparkan dalam sistem pengelolaan anggaran negara maka penarikan utang akan menjadi pemerintah selanjutnya.

Namun, tentu saja tanggung jawab itu tetap melekat pada pejabat yang bersangkutan. “Pejabat yang biarkan Indonesia sampai tak mampu bayar utang akan dicatat sejarah. Tidak akan dilupakan.”

Ia juga mengingatkan beban utang BLBI yang kian membengkak dan impor pangan yang masif berpotensi memicu inflasi sehingga menekan fundamental perekonomian nasional.

“Masyarakat pun tahu bahwa impor tanpa kendali dan utang menyebabkan fondasi ekonomi dalam bahaya,” ujar Dani.
Beban utang negara yang kian berat, selain tecermin pada penambahan porsi utang lewat SBN menjadi 467 triliun rupiah tahun ini, juga terlihat dari beban utang jatuh tempo pada dua tahun mendatang yang mencapai 810 triliun rupiah.

“Kalau sudah begitu, kita hanya hidup untuk membayar utang, sementara kapasitas produksi masyarakat terus turun karena dihajar produk impor,” kata Dani.

Di acara Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) tahun 2015, Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) mengatakan Negara ini masih dibebani pembayaran bunga utang BLBI hingga Rp 100 triliun setiap tahun. Kewajiban tersebut harus dicicil atau dipenuhi sampai puluhan tahun ke depan.

“Akibat krisis 1998, kita masih kena bayar (bunga) BLBI Rp 100 triliun setiap tahun. Kita sudah 15 tahun bayar, mungkin 30 tahun lagi jadi beban kita, mungkin juga seumur hidup,” tegas JK.

loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...