Proyek Meikarta, Chazali: Hentikan Pembangunan yang Mempertontonkan Kesenjangan



Masalah Meikarta mencuat kepermukaan, setelah Wagub Jabar Demiz memprotes dan meminta pihak LIPPO Group yang akan membangun proyek tersebut dihentikan.

“Semestinya Meikarta itu atas rekomendasi juga dari provinsi, dan sekarang juga belum ada izin dari kabupaten tapi sudah dipasarkan. Mohon Meikarta menghentikan pembangunan dahulu dan juga pemasaran ini warning dari saya”_ ungkap Demiz saat ditemui di Gedung Sate Bandung, Senin (31/7) seperti dilansir sebuah media terkemuka.

Secara bersamaan pihak Lippo Group terus gencar memasarkan dan menawarkan berbagai produk antara lain Apartment dengan berbagai fasilitas dan dukungan transportasi yang memanjakan bagi yang akan menghuni Apartmen dimaksud.
Pihak Lippo Group sendiri memberikan penjelasan tentang proses izin dimaksud. Direktur PT Lippo Karawaci Tbk Danang Kemayan Jati mengatakan, perusahaannya tidak memiliki masalah dalam pembangunan properti Lippo Meikarta.

Menurut Danang, saat ini manajemen sedang menuntaskan proses perizinan proyeknya ke Pemerintah Kabupaten Bekasi. “Semuanya sedang dalam proses, mulai Amdal, izin mendirikan bangunan dan izin prinsip ke Pemerintah Kabupaten Bekasi. Perizinan itu tidak di pemerintah tingkat satu (provinsi), tapi di pemerintah tingkat dua atau kabupaten. Jadi, proses ini tidak ada hubungannya dengan pemerintah provinsi (Jawa Barat),” tutur Danang Kemayan Jati saat dihubungi Tempo, Selasa, 1 Agustus 2017 lalu.

Danang menjelaskan, kegiatan pemasaran yang dilakukan Lippo yakni dengan terlebih dulu menjual konsep merupakan hal yang wajar dilakukan oleh developer. Adapun yang dibayarkan oleh pelanggan saat ini sebenarnya bukan merupakan downpayment atau uang muka, melainkan nomor urut pemesanan.

“Itu sudah lazim di dunia developer, kami bisa menjual konsep. Kami juga belum launching, baru nomor urut pemesanan. Supaya antrenya rapi, jadi nanti dikembalikan. Setelah dipanggil sesuai nomor urut, dia pilih unit, ukuran, di tower mana. Setelah itu ada transaksi, penentuan skema cicilan dan baru tanda tangan,” ujarnya.

Ada persoalan mendasar disini, yaitu terkait dengan otonomi daerah dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam UU Otonomi Daerah. Penekanan desentralisasi penyelenggaraan pemerintah pada tingkat kabupaten/kota menjadi celah pihak-pihak berkepentingan untuk mendekati Bupati/Walikota dari pada Gubernur. Dari pihak Lippo Group mengklaim bahwa mereka sudah mengurus prosesnya di Pemda Bekasi dan belum ke Pemda Propinsi Jabar.

Langkah pihak Lippo Group belum melakukan komunikasi atau konsultasi atau koordinasi atau apapun namanya dengan pihak Pemda Jabar tentu sesuatu yang kurang pantas, karena implikasi pembangunan Kota Meikarta yang mega proyek, akan memberikan implikasi yang luas ke kabupaten diluar Bekasi, baik terkait mobilitas manusia, pertumbuhan dan pergerakan ekonomi, perubahan kultur masyarakat, dan juga ada hubungannya dengan rasa keadilan sosial.

Kalau dicermati sikap Pemda Bekasi kelihatannya mendukung proyek Kota Meikarta, setidak-tidaknya menurut anggota DPRD Kab.Bekasi “Pembangunan Meikarta yang dilakukan pengembang Grup Lippo tidak bersifat lintas daerah dan lintas pemerintahan kabupaten/kota, saya rasa kewenangannya masih dalam Pemerintah Kabupaten Bekasi tanpa rekomendasi dari gubernur,” ujar anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno, Selasa (8/8).

Dia menjelaskan, Meikarta merupakan bagian tak terpisahkan dari Lippo Cikarang, yang telah dibangun sebelumnya. Kehadiran Lippo Cikarang sama seperti kota-kota mandiri lainnya, seperti Kota Jababeka, Kota Deltamas, yang telah menjadi metropolitan di Kabupaten Bekasi.

“Menurut saya, Meikarta adalah brand terbaru dari pengembang Lippo di Kota Lippo Cikarang, yang sudah terbentuk sama seperti Kota Jababeka, Kota Deltamas, dan lainnya,” ungkapnya.

Saat ini, Pemerintah Kabupaten Bekasi telah mengeluarkan izin lokasi dan izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) seluas 84 hektare. Bersamaan dengan itu, kajian teknis seperti analisis dampak lingkungan (Amdal) serta Amdal lalu lintas, pengolahan air dan sebagainya, sedang diproses pengembang untuk memperoleh izin membangun bangunan (IMB).

Sedangkan menurut pihak Lippo Group menginformasikan bahwa Rencananya, proyek properti Meikarta akan dialokasikan untuk pembangunan perumahan, taman, tower serta sarana lain seperti universitas, dan lain-lain. Lahan yang disiapkan sekitar 130-140 hektare dan bakal berkembang sampai 500 hektare.

Implikasi Sosial
Terlepas dari persoalan perizinan dan koordinasi lntas pemerintah daerah dengan pihak pengembang yang memang perlu diselesaikan sesuai dengan koridor regulasi yang berlaku,tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah implikasi yang terkait dengan persoalan sosial, mulai dari tidak meratanya kebijakan pembangunan, semakin terpinggirnya kelompok masyarakat miskin, adanya lingkungan eksklusive yang mempertontonkan kesenjangan sosial dan ekonomi, dan hal tersebut tentu mengimbas wilayah-wilayah sekitar Kab.Bekasi.

Mobilitas penduduk tidak bisa dibatasi dengan batas Kabupaten. Ibarat segelas berisi air penuh, kemudian dimasukkan sebongkah batu, maka air akan tumpah kemana-kemana mencari tempat yang lebih rendah.

Dalam persoalan Kota Meikarta, pihak Lippo Group sudah mengantongi izin lokasi dan izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) seluas 84 hektare. Dan rencananya akan dikembangkan menjadi seluas 500 hektar ( sebagai sebongkah batu) . Bayangkan penduduk ( ibarat air dalam gelas) yang tinggal di lokasi pengembangan akan “terjun bebas” mencari tanah yang lebih murah karena tanah mereka secara halus maupun terpaksa harus dijual, dan uangnya digunakan untuk membeli tanah kelokasi kabupaten sekitarnya. Yang lebih parah kalau yang dilepas itu lahan produktif sebagai sumber pencaharian yang terpaksa dijual, dan mereka tinggal dirumah kontrakan dan bekerja menjadi buruh, pedagang kaki lama, kerja serabutan. Masih lumayan kalau jadi Security, tetapi yang gawat kalau memilih pekerjaan sebagai penjahat, pelacur, perampok, begal. dan kalau sudah persoalan dan penyakit masyarakat, tentunya menjadi tanggung jawab pemerintah.

Dari sisi investasi memang luar biasa, diperhitungkan pihak Lippo Group akan mengelontorkan dana sebesar Rp. 278 triliun untuk pembangunan dilahan 500 hektar. Angka itu mendekati jumlah dana APBN yang dibutuhkan pemerintah untuk membangun infrastruktur diseluruh Indonesia. Masuk juga diakal kalau Demiz menyebut proyek Meikarta oleh Lippo Group ibarat Negara dalam Negara.

Proteksi Pemerintah
Persoalan kita sekarang ini, bukan persoalan tidak memberi ruang kepada investor menanamkan modalnya untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kita memerlukan investasi supaya pertumbuhan ekonomi dapat terus meningkat, dan momentum pembangunan yang sedang dilaksanakan tetap terjaga dan tetap bergerak.

Persoalan mendasarnya adalah bahwa Konsep Pembangunan itu harus datang dan di-design oleh Pemerintah Republik Indonesia, dengan mengedepankan kesejahteraan rakyat dan berkeadilan sosial.

Pemerintah memberi ruang dan mengendalikan ruang yang diberikan kepada investor agar tidak menggerus, atau mereduksi ruang yang diperuntukkan masyarakat banyak dan miskin. Jangan sampai pemerintah maupun pemerintah daerah menjadi stempel atas keinginan pihak investor. Jangan lupa pemerintah itu adalah lembaga hukum publik, bersifat nirlaba dan menjaga kepentingan publik, sedangkan investor adalah badan hukum private bersifat mencari untung sebesar-besar dan tidak bertanggung jawab urusan publik. Investor sudah membayar pajak pada pemerintah untuk mengurus publik.

Penyedotan uang masyarakat untuk memperoleh Apartment di Meikarta dengan nilai 12-18 juta /m2, dan dapat diskon jika lebih awal memberikan tanda jadi dan DP 10%, dengan janji fasilitas umum yang aduhai, mulai dari transportasi yang interconnecting, fasilitas rekreasi, pendidikan, olah raga perlu dicermati oleh pemerintah.

Marketing yang luar biasa dan pendekatan yang menarik oleh para sales-sales akan cantik-cantik mendorong sebahagian masyarakat tergiur. Apalagi kalau yang di”garap” adalah para PNS dan birokrat bisa membuat gelap mata dan dirangsang berprilaku koruptif. Atau setidak-tidaknya berutang dengan andalan uang remunerasi yang saat sekarang ini cukup lumayan diperoleh. Karakter PNS semakin banyak tambahan gaji dan remunerasi yang diperoleh maka schema utang semakin meningkat pada umumnya. Anekdotnya Negara saja berutang, apalagi PNS.

Gejala pihak pengelola Meikarta menjadikan PNS dan Birokrat sebagai sasaran, antara lain; saya menerima WA Copas foto surat Nota Dinas salah satu Direktorat Jenderal Kementerian yang bergengsi yang meminta para Direktur mengerahkan pegawainya hadir pada acara sosialisasi penawaran Apartment Meikarta oleh pihak PT pengelola Kota Meikarta pertengahan Agustus 2017 ini.

Jika surat yang ditanda tangani Kabag Umum, Kepegawaian dan Organisasi Setditjen Kementerian ESDM, seperti juga diberitakan telusur.co.id itu benar bukan hoax, tentu ini suatu gejala yang tidak benar dan tidak wajar, serta rentan terhadap berbagai godaan sehingga menimbulkan prilaku menyimpang dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Ironisnya, sosialisasi oleh pihak pengembang dilingkungan pegawai dan diruang kantor kementerian sudah menyalahi tupoksinya. Seharusnya hal tersebut menjadi urusan Koperasi atau Korpri di kementerian tersebut.

Harapan kita kepada pemerintah, sudah saatnya pemerintah menghentikan pembangunan yang mempertontonkan “kesenjangan” antara lapisan masyarakat miskin dan masyarakat yang berkemampuan. Pembangunan infrastruktur adalah suatu langkah strategis yang tepat yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat, tetapi jangan sampai fasilitas tersebut “dibiarkan” dinikmati oleh mereka kelompok yang berduit.

Bangunlah infrastruktur yang juga dinikmati oleh petani, nelayan, para pedagang eceran, pedagang kaki lima dan berilah mereka proteksi agar kegiatan ekonominya tumbuh sejalan dengan tersedianya infrastruktur tersebut.


loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...