Pidato Kedua Jokowi Dinilai Belum Menjawab Keresahan Rakyat
Berbagai capaian Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dipaparkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pidato Kenegaraan Keduanya dalam Rangka HUT ke-72 RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).
Berbagai capaian seperti harga BBM satu harga di seluruh Indonesia dan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum mulai dari jalan, bandara, maupun pelabuhan di berbagai wilayah Indonesia patut diapresiasi, namun sayangnya momen pidato kenegaraan yang kedua ini tak dimanfaatkan untuk menjawab berbagai keresahan yang saat ini dialami masyarakat.
“Tentunya, berbagai capaian terutama penyelesaian berbagai pembangunan infrastruktur setahun belakangan ini harus kita apresiasi. Namun sangat sayang pada pidato keduanya, Presiden tidak menjawab secara langsung berbagai keresahan yang dirasakan rakyat. Padahal setahun belakangan, negeri ini cukup gaduh,” kata Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris saat menghadiri pidato Kenegaraan Presiden di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Fahira mengungkapkan, idealnya pada pidato kedua atau pada saat sidang bersama MPR, DPR, dan DPD yang khusus diperuntukkan bagi Presiden memaparkan kinerja dan terobosannya diberbagai bidang.
Menurut Fahira, seharusnya Presiden Jokowi bisa memanfaatkan momen ini untuk menularkan optimisme kepada rakyat bahwa berbagai persoalan yang menerpa bangsa ini, misalnya hutang luar negeri, daya beli masyarakat yang semakin turun, kelangkaan garam dan sebagainya bisa segera diselesaikan dengan baik.
“Memang tidak mungkin dipaparkan secara komprehensif dalam pidato, tetapi setidaknya Presiden menangkap berbagai keresahan rakyat kemudian memberikan optimisme bahwa berbagai persoalan ini bisa segera diatasi,” tukas dia.
Fahira mencontohkan, misalnya saja soal utang. Dikatakan dia, rakyat butuh pernyataan Presiden bahwa utang luar negeri tidak membahayakan ekonomi bangsa.
“Nanti penjelasan rinci soal utang ini bisa dielaborasi saat pidato ketiga soal RAPBN. Poinnya rakyat butuh pernyataan tegas,” ucap Senator Jakarta ini.
Berbagai persoalan sosial, lanjut Fahira, juga luput dari pidato Presiden. Misalnya saja, soal Perppu Ormas dan strategi Pemerintah untuk merekatkan kembali hubungan sosial rakyat Indonesia yang belakangan ini agak renggang akibat berbagai peristiwa politik di tanah air. Fahira juga mengatakan, dalam pidato itu, tidak terdengar soal kemauan pemerintah untuk menjadikan pendidikan sebagai daya ungkit kebangkitan bangsa.
“Idealnya ada pernyataan tegas dari Presiden bahwa kebijakannya menerbitkan Perppu Ormas memang dibutuhkan. Yakinkan rakyat memang ada kegentingan yang memaksa beliau menerbitkan Perppu. Namun sayang, pernyataan-pernyataan seperti ini tidak keluar,” tandasnya.
Fahira juga mengkritisi ketidakjelasan pembangunan infrastruktur pendidikan terutama di daerah-daerah terpencil.
“Apakah (pembangunan infrastruktur pendidikan) juga semasif pembangunan infrastruktur seperti jalan atau pelabuhan?” pungkas Fahira.
Untuk diketahui, seperti tahun-tahun sebelumnya, Presiden berpidato tiga kali dalam sidang tahunan yang terdiri dari tiga rangkaian. Pertama sidang tahunan MPR, kedua sidang bersama MPR, DPR, dan DPD, dan ketiga sidang paripurna DPR di mana Presiden menyampaikan pidatonya soal nota keuangan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018.
loading...
loading...