Pemuda Muhammadiyah: Politik Rente yang Halalkan Segala Cara akibatkan Indonesia Jadi Intoleran
Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah menilai, perilaku para politikus yang cenderung mengutamakan politik rente sebagai faktor utama yang merusak toleransi di Indonesia. Sifat toleransi Indonesia yang berkembang ke arah intoleransi belakangan ini, dianggap tidak terlahir dari interaksi masyarakat, melainkan karena perilaku destruktif yang dilakukan politikus di tanah air.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzhar Simanjuntak, menegaskan, sejatinya sifat intoleran tidak ada dalam kamus kehidupan masyarakat Indonesia karena selama berabad-abad ini masyarakat Indonesia telah hidup dengan nilai-nilai tenggang rasa dan keberagaman.
“Sejatinya, masyarakat Indonesia itu toleransinya sangat otentik. Kesadaran akan keberagaman, hidup saling menghormati, dan merawat toleransi antarsesama itu tinggi sekali,” ujar Dahnil dalam keterangan tertulis yang diterima Aktual.com di Jakarta, Selasa (8/8).
Danhil pun menyebut perilaku politik Indonesia dewasa ini sebagai perilaku politik dengan level yang memuakkan. Hal ini, jelasnya, karena perilaku destruktif para politikus telah merusak sendi-sendi rekatan kuat sosial antarkelompok, etnis, dan agama.
“Laku politik rente yang menghalalkan segala cara dan mengabaikan kepentingan bersama, telah merusak rekatan sosial kita. Toleransi dijadikan alat politik,” tutur Dahnil.
Danhil mencontohkan secara gamblang, adanya kecenderungan yang memberi label atau stigma intoleran terhadap seseorang atau kelompok yang memiliki perbedaan pandangan dengan pemerintah. Hal ini pun berujung pada dijadikannya agama sebagai alat politik, alih-alih digunakan sebagai pembatas etika di dalam masyarakat.
Narasi-narasi intoleran dan miskin etika itu, lanjut Dahnil, lahir dari isi kepala politisi yang menghalalkan segala cara untuk menang dan berkuasa. Makna toleransi dimonopoli sesuka dan sesuai selera kepentingan politik.
“Karena itu saya mengajak untuk menghentikan perilaku seperti ini. Mari hadirkan toleransi yang otentik, toleransi yang melahirkan dialog dan saling hormat-menghormati secara tulus. Bukan basa-basi politik,” tegas dia.
Karena itu, kata Dahnil, yang harus dihadirkan adalah perilaku meninggikan akhlak politik atau etika politik. Setop menghalalkan segala cara untuk menegasikan lawan politik. Politik yang menghalalkan segala cara, melahirkan perilaku politisi yang minus etika dan akhlak.
“(Kita harus) menghadirkan agama sebagai solusi bagi kehidupan sosial dan politik sebagai perekat sosial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkas Danhil. [akt]
loading...
loading...