MPK Desak KPK Tahan Setya Novanto, Ini Alasannya
Sekelompok massa yang tergabung dalam Masyarakat Pecinta Keadilan (MPK) mendesak KPK segera menahan Setya Novanto. Alasannya, Ketua DPR RI itu telah menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).
"Kami mendukung KPK segera menangkap Setya Novanto agar tidak melakukan berbagai macam manuver yang dapat menghalangi proses penegakan hukum," kata Asogi, orator dari Masyarakat Pecinta Keadilan saat melakukan aksi menyampaikan pendapat di depan gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Ia menyatakan bahwa KPK sudah memiliki alat bukti yang lengkap dan valid. Sehingga sudah sepantasnya KPK menahan Setya Novanto demi penegakan hukum dan terwujudnya rasa keadilan di negeri ini. "KPK jangan terkesan ragu-ragu untuk menindak tegas Setya Novanto dengan membiarkan berkeliaran dan bermanuver melawan KPK," ujarnya.
Menurut dia, jutaan masyarakat Indonesia di belakang KPK akan senantiasa mendukung sepenuhnya langkah KPK dalam upaya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. "KPK jangan justru melemahkan diri sendiri dengan membiarkan Setya Novanto bebas," ucap Asogi.
Selain itu, MPK juga mendesak berkas perkara Setya Novanto dilimpahkan ke penuntut umum agar segera disidangkan. "KPK jangan memberi kesan ragu-ragu pada masyarakat dengan bergerak cepat dan profesional. Persidangan Setya Novanto harus segera digelar dan dikawal oleh KPK. Tunjukkan KPK lembaga terpercaya, kredibel, dan kedap atas intervensi politik untuk menyelamatkan Setya Novanto," ujarnya.
Sedangkan Korlap MPK, Baharudin mengatakan, sebagai tersangka korupsi E-KTP, Setya Novanto hingga kini masih bebas berkeliaran dan bebas menghirup udara segar selayaknya orang yang tidak memiliki persoalan hukum. Hal ini, menurut dia, membuat rasa cemburu para koruptor lainnya, dimana seseorang setelah ditetapkan tersangka tidak berselang lama kemudian ditahan.
"Maka dari itu, kami yang tergabung dalam "Masyarakat Pecinta Keadilan" mendukung KPK segera menangkap Setya Novanto agar tidak mekakukan berbagai macam manuver yang dapat menghalangi proses penegakan hukum. Mengingat KPK sudah memiliki alat bukti yang lengkap dan valid. Jadi, sudah sepantasnya KPK menahan Setya Novanto demi penegakan hukum dan terwujudnya rasa keadilan di negeri ini," ujar Baharudin.
Baharudin mendesak KPK jangan terkesan ragu-ragu untuk menindak tegas Setya Novanto dengan membiarkan berkeliaran dan bermanuver melawan KPK. Menurut dia jutaan masyarakat Indonesia dibelakang KPK akan senantiasa mendukung sepenuhnya langkah KPK dalam upaya melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"KPK jangan justru melemahkan diri sendiri dengan membiarkan Setya Novanto bebas. Sebab selama masih belum di tahan akan terus-menerus melakukan intervensi kepada semua lembaga penegak hukum dengan kekuasaan yang dimilikinya. Tentu hal ini, akan merusak citra lemabaga penegak hukum, termasuk KPK itu sendiri."
"Kami mencintai KPK, oleh sebab itu kami mendukung dan menolak keras penggunaan Hak Angket yang ditujukan kepada KPK. Sebagaimana diketahui bahwa angket ini memiliki agenda terselubung yang bertujuan untuk melemahkan keberadaan KPK yang dilakukan oleh Setya Novanto selaku Ketua DPR RI."
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7/2017).
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
loading...
loading...