Impor Garam Rugikan Petani, Keluhan Petani: Pedagang Besar Lebih Memilih Garam Impor
Meski harga garam di pasaran melonjak berlipat-lipat, petani garam di Cirebon, Jawa Barat justru menderita karena garamnya tidak laku dijual. Ini disebabkan para produsen enggan membeli garam rakyat setelah masuknya garam impor.
Langkah pemerintah mengimpor berton-ton garam di saat petani garam panen raya justru berdampak merugikan petani garam lokal.
“Setelah beberapa pekan kami menikmati harga tinggi, sekarang setelah panen raya malah garam impor muncul,” kata seorang petani garam asal Cirebon, Abdul di Cirebon, Selasa (22/8).
Dia menyampaikan saat ini di tingkat petani, garam dihargai Rp 650 per kilogram. Itupun sulit untuk dijual, karena para pedagang besar atau produsen enggan membeli garam rakyat ini.
Abdul menyayangkan sikap pemerintah yang dinilainya kurang tepat dalam waktu impor garam, dimana ketika panen raya malah mengeluarkan kebijakan impor dan ketika kesulitan tidak ada kebijakan tersebut.
“Kalau ada garam impor sangat berimbas kepada kami, karena pedagang besar enggan untuk membeli dan malah memilih garam impor,” tuturnya.
Sementara itu, seorang tengkulak garam, Rahman mengaku sulit untuk menyerap garam para petani, karena menurutnya para pedagang besar yang biasa membeli kini tidak lagi membeli garam petani.
“Biasanya kita salurkan ke berbagai industri, tapi sekarang hanya satu saja yang mau membeli, lainnya tidak ada respon ketika ditawari garam rakyat,” katanya.
Dia menambahkan saat ini harga garam terus menurun, di mana sebelum adanya impor harga sempat tembus sekitar Rp 4.000 per kilogram, sekarang Rp 1.000, itu pun sulit dikeluarkan.
Rahman menjelaskan harga di tingkat petani yang nomor dua Rp 650 per kilogram sedangkan untuk nomer satunya Rp 900. Untuk sekarang pihaknya menjualnya Rp 1.000 sampai Rp 1.300 per kilogram.
“Kami menjual lebih tinggi dari petani, karena ongkos produksi juga lumayan besar, untuk itu pasti ada selisihnya,” katanya.
loading...
loading...