Didesak Mundur, Prasetyo: Jangan Seperti Penonton Bola, Teriak-Teriak Lebih Pintar dari Pemain



Di tengah derasnya tuntutan agar HM Prasetyo mundur dari jabatan Jaksa Agung, ternyata membuat politisi Partai Nasdem itu bergeming. Suara yang mendesak ia mundur diibaratkannya sebagai teriakan para penonton di luar lapangan, yang seakan lebih pintar dari pemain yang sedang berjuang di arena.

“Jangan seperti penonton bola saja, di luar lapangan mereka teriak-teriak lebih pintar dari pemainnya," kata Jaksa Agung Prasetyo di kantornya, kemarin.

Prasetyo minta semua pihak tidak menggeneralisir seluruh jaksa adalah nakal dengan adanya penangkapan terhadap Kajari Pamekasan, Rudi Indra Prasetya. Menurut Prasetyo, saat ini terdapat lebih dari 10 ribu orang jaksa yang tidak bisa digeneralisir karena perbuatan satu orang oknum.

Ia pun menyindir orang-orang yang memintanya mundur karena adanya OTT KPK seperti penonton bola. "Jaksa itu 10 ribu orang lebih, jangan seperti penonton bola saja, di luar lapangan mereka teriak-teriak lebih pintar dari pemainnya," ulangnya lagi.

Ia mempertanyakan apakah orang-orang yang melontarkan kritikan itu bisa bekerja bila ada di posisinya. "Kita mau lihat (mereka) seperti apa," kata dia.

Prasetyo juga membantah pihaknya tidak memberikan sanksi kepada para jaksa yang melakukan penyimpangan seperti korupsi. "Bahwa ketika mereka terbukti bersalah, kami tindak. Karena banyak jaksa saya pecat itu. Jadi jangan seperti penonton bola. Boleh mereka ini (kritik), tapi kalau mereka yang jadi pemain bisa enggak?” Tanya Prasetyo.

Menurut Prasetyo, dia tahu betul apa yang terjadi di lembaga yang dia pimpin.  “Saya puluhan tahun jadi jaksa. Saya tahu persis bagaimana apa yang terjadi. Ada oknum, jangan digeneralisir," tegas dia.

Namun, Prasetyo tidak menampik dari 10 ribu jaksa saat ini, mungkin saja terdapat beberapa oknum di antaranya. Ia mencontohkan dalam satu keluarga saja tentunya ada yang nakal, apalagi jumlahnya ada 10 ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Maka kembali ke oknumnya masing-masing. Kami selalu pesankan agar menjauhkan dari perbuatan tercela apapun, apalagi penyelewengan, penyimpangan," kata dia.

Ia pun mempersilakan aparat penegak hukum lain seperti KPK untuk mengusut kasus yang menjerat jaksa apabila memang bukti dan faktanya ada. "Ini sejalan juga dengan yang kami lakukan, kami lakukan penindakan juga. Kebetulan KPK menemukan OTT, ya silakan. Saya tidak akan pernah membela, menghalangi dan mencegah," tutupnya.

Secara terpisah,  Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudi Indra Prasetya membuktikan adanya permasalahan sistemik di internal kejaksaan.

Peneliti Bidang Hukum ICW, Lalola Easter menjelaskan, dalam konteks reformasi dan perbaikan internal kejaksaan, saat ini belum ada hasil yang memuaskan. Selain minim prestasi, jaksa sebagai bagian dari aparat penegak hukum pun masih ada saja yang terlibat dari kasus hukum itu sendiri.

"Kerja kejaksaan memang harus dievaluasi besar-besaran. OTT KPK ini membuktikan adanya permasalahan sistemik di kejaksaan. Seharusnya, jangan ditujukan kepada sekadar oknum saja," kata Lola di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (4/8).

Melihat track record-nya, sejak 2014 belum ada performa membanggakan dari kejaksaan. Termasuk, dalam hal penanganan kasus korupsi di Indonesia. ICW mencatat, sejak 2014, kejaksaan baru menindak sebanyak 24 kasus korupsi. Itu pun sebagian besar berhenti di penyidikan.

"Penindakan kasus korupsi di kejaksaan sendiri masih minim. Hanya 24 kasus korupsi. Untuk selevel kejaksaan agung, ini bisa dikritisi. Kerja kejaksaan masih jauh dari harapan," ungkapnya.

Selain itu, ICW juga mencatat, sejak digembar-gemborkannya upaya reformasi dan perbaikan internal kejaksaan. Malah ada sedikitnya 34 jaksa yang tersangkut kasus hukum. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan dan sangat butuh perhatian bersama.

" Ada banyak jaksa yang sedang diproses. Dalam konteks pembaharuan kejaksaan, sampai sekarang juga belum kelihatan apa yang sudah dilakukan," ungkapnya.

Lola pun mengingatkan dalam hal pengawasan bahwa kejaksaan seharusnya dapat menerapkan aturan yang lebih tegas jika ada jajarannya yang terlibat kasus hukum. "Pengawasan harus diperkuat. Kalau bisa jemput bola. Kalau ada laporan, tindak lanjutnya harus cepat. Jangan dilokalisasi di persoalan indisipliner dan kode etik saja," ujarnya mengingatkan.

Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting pun sependapat jika pengawasan kejaksaan kini sangat lemah. Terutama yang berkaitan dengan tindakan korupsi."Ada pengawasan internal dan eksternal. Internal ada jaksa agung muda pembinaan dengan berbagai sistem pengawasannya. Di eksternal ada komisi kejaksaan," katanya.

Awalnya Miko mengira jika dua sistem pengawasan itu cukup untuk mendorong sistem pengawasan yang kuat pada Kejaksaan Agung. Namun, ternyata dugaannya keliru. Miko menambahkan, pengawasan saja tanpa adanya penegakan sikap disiplin dan penegakan hukum di jajaran kejaksaan tidaklah cukup. Sistem pengawasan di kejaksaan pun perlu dievaluasi ulang.

“Tanpa penegakan disiplin. Ini semua tidak akan tercapai jika kejaksaan agung tidak membuka diri terhadap perubahan. Sistem pengawasan kejaksaan juga harus dievaluasi ulang," kata Miko.

Miko pun mempertanyakan Jaksa Agung yang dipilih Presiden Jokowi apakah sudah melakukan kewenangannya sesuai yang diharapkan. "Apakah Jaksa Agung sudah membawa kejaksaan dalam alas (hakikat) kejaksaan atau tidak," katanya.

Selain itu, ada tujuh jaksa lain yang diamankan oleh tim saber pungli sejak Oktober 2016 hingga saat ini. "Kalau HM Prasetyo diganti, maka penggantinya adalah Jaksa Agung yang punya perspektif pembaruan," harapnya.

Ia pun mengharapkan jika Presiden berkeinginan untuk mengganti Jaksa Agung ada beberapa hal yang harus diperhatikan.  Pertama jaksa agung harus independen, kedua berintregritas dan yang ketiga Presiden sudah sepatutnya untuk melibatkan publik.

“Memang tidak ada secara formal jika harus melibatkan publik. Namun, untuk pemenuhan janji calon Jaksa nanti peran publik pun menjadi penting,” Saran Miko. 

loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...