Aprindo: Percuma Paket Kabijakan Banyak Kalau Tak Berdampak, Hanya Jadi Kenang-Kenangan



Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) saat ini gemar menerbitkan paket kebijakan. Namun sayangnya tak begitu kelihatan dampak positifnya. Bahkan saat ini, meski paket kebijakan sudah banyak tapi malah tak mampu menggenjot daya beli masyarakat.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, saat dunia usaha di sektor ritel sedang kembang kempis, bahkan sudah ada yang tutup. Mereka masih tak berani untuk melakukan investasi lebih besar lagi.
“Jadi masih wait and see. Padahal pemerintah sudah menerbitkan banyak paket kebijakan, tapi tak berdampak. Jadi kalau begitu, paket kebijakan itu hanya akan menjadi kenang-kenangan saja,” kritik dia, di Jakarta, Rabu (9/8).
Mestinya, kata dia, semua kebijakan yang ditelurkan pemerintah itu harus sanggup mengatasi segala masalah bagi dunia bisnis.
“Jadi kalau kami lihat, konsepnya (paket kebijakan) bagus. Tapi implementasinya itu rendah. Makanya saat ini, kami berharap kepada fokus pemerintah untuk membangun infrastruktur harus bisa terasa dampak positifnya. Sehingga ada perbaikan kehidupan yang membuat daya beli akan meningkat,” terang dia.
Saat ini, dia menegaskan, kendati sektor ritel terus mengalami kelesuan, namun pihaknya tetap bertahan. “Ada yang tutup, itu biasa. Tapi tutupnya itu karena kesalahan kita tapi situasinya (daya beli menurun). Kita hanya menunggu tetesan air dari atas,” katanya beranalogi.
Apalagi memang jika pertumbuhan ekonomi tinggi, kata dia, maka sektor ritel juga harus mengikutinya. Artinya mendapat keuntungan dari pertumbuhan itu.
“Makanya kalau mau kejar pertumbuhan ekonomi ya mestinya banyak buka toko. Tapi saat ini ternyata teman-teman masih diam. Memang ada yang gulung tikar, tapi kebanyakan masih menahan diri wait and see (untuk ekspansi). Yang penting kita juga jangan cengeng,” ujar dia.
Tutum pun mengelaborasi kondisinya. Untuk sektor ritel kategori non makanan, biasa semester I sudah menembus penjualan 60 persen, dan sisanya akan digenjot di semester II. Tapi saat ini masih jauh dari hal itu. Sehingga sudah pasti tak tercapai, butuh keajaiban.
Sementara untk kategori makanan sekitar 40-50 persen di semester I, dan 60 persen di semester II. Analisa berdasar karena momen lebaran biasanya di semeter II.
“Tapi saat ini lebran masuk di semester 1. Cuma sayangnya penjualannya juga tak kencang. Mungkin akan digantikan ke momen lain. Makanya kita juga akan banyak kasih diskon agar bisa semakin laku,” terang dia.

loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...