Tidak Benar Beras IR64 adalah Beras Raskin Selama Belum Dibeli Pihak Bulog



Kasus dugaan pemalsuan beras IR 64 yang dijual dalam hitungan harga beras premium kian mendapat sorotan. Dalam kasus itu, pemerintah menuding PT Indo Beras Unggul (PT IBU) menjual beras subsidi (varietas IR 64) seharga beras premium dan membohongi masyarakat dengan mencantumkan label premium dalam kemasan.

Tudingan pemerintah itu dinilai janggal. Pasalnya, terminologi 'beras premium' sebenarnya mengandung arti beras dengan kualitas tertentu sehingga memiliki rasa, tekstur, atau kandungan gizi beda dengan beras biasa. Oleh karena itu, pengendalian harga dan distribusi produk oleh pemerintah adalah sah dan boleh barang apa saja tapi harus disahkan dalam aturan.

Hal tersebut dijabarkan oleh Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, melalui Twitternya, Senin (24/7/2017). Menurut Said Didu, prinsip barang bersubsidi adalah barang milik negara untuk disampaikan kepada rakyat penerima dan tidak ada proses jual beli.

 Dia mencontohkan, beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang merupakan beras milik pemerintah yang disalurkan melalui Bulog

"Raskin/rastra adalah beras milik pemerintah yang ditugaskan kepada Bulog untuk disampaikan kepada rakyat yang berhak," tulisnya.

Distribusi raskin, lanjutnya, adalah dengan pola by name by address, berdasarkan nama dan alamat penerima. Hal yang sama, katanya, terjadi dalam distribusi pupuk bersubsidi.

"Beras dikategorikan raskin/rastra bukan berdasarkan jenis beras tapi beras yg dibeli Bulog atas penugasan pemerintah," ungkapnya.

Berdasarkan hal itu, menurut Said Didu, tidaklah benar pernyataan yang menyebutkan bahwa beras IR 64 adalah beras raskin selama belum dibeli pihak Bulog.

"Jadi adalah tidak benar pernyataan bahwa beras IR64 adalah beras raskin selama belum dibeli oleh Bulog sesuai dengan penugasan. Sebaliknya tidak semua beras IR64 di Bulog termasuk beras raskin bisa juga beras biasa. Ini penting agar polisi tidak salah tangkap," terangnya.

Said Didu juga menegaskan bahwa pernyataan pejabat yang menyebut harga jual padi yang dijual mahal lantaran statusnya sebagai padi bersubsidi adalah aneh. Sebab, harga jual padi bersubsidi tidak diatur.

"Jika pemikiran ini digunakan maka semua orang bisa masuk penjara dengan alasan merugikan negara berdasarkan tafsiran penegak hukum. Bahkan bisa merembet ke mana-mana. Bisa saja tukang mebel ditangkap karena jual mebel terlalu mahal dengan alasan kayu dari hutan milik negara," imbuhnya.

"Intinya jangan membuat tafsiran tentang kerugian negara tanpa landasan hukum yang jelas. Itu sangat bahaya Saudaraku!!!," tegasnya.

loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...