Diisi PDIP dan Golkar, ICW Tuding Hak Angket KPK Kental Konflik Kepentingan
Indonesia Corruption Watch (ICW) menuding pembentukan panitia hak angket terhadap KPK kental konflik kepentingan dan berpotensi merugikan keuangan negara.
Pasalnya, mayoritas panitia angket adalah pihak yang selama ini diketahui merupakan pengusul dan pendukung revisi UU KPK.
Terlebih, dua partai dan empat anggota panitia angket yang namanya disebut-sebut dalam kasus korupsi e-KTP juga masuk menjadi bagian dari anggota Pansus tersebut.
Kedua partai itu yakni Golkar yang mengirim lima wakil dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengirimkan enam kadernya ke dalam pansus tersebut.
“Dua partai ini secara jelas disebut menerima aliran dana korupsi proyek KTP Elektronik (E-KTP), bersama Partai Demokrat dan partai-partai lain yang tidak disebut namanya,” ujar Peneliti ICW Almas Sjafrina dalam diskusi di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta selatan, Minggu (11/6/2017).
Menurutnya, sulit memisahkan penggunaan hak angket DPR tersebut dengan kasus e-KTP yang tengah ditangani KPK. Sebab, kasus e=KTP, khususnya kesaksian Miryam S. Haryani, merupakan latar belakang diusulkannya hak angket oleh Komisi III DPR.
Selain dua partai yang disebut, kata Almas, terdapat juga empat anggota pansus yang namanya disebut dalam persidangan kasus e-KTP. Termasuk, nama Agun Gunandjar yang dipilih menjadi ketua pansus tersebut.
“Padahal Agun Gunandjar disebut oleh Nazaruddin menerima aliran dana korupsi e-KTP. Bahkan, dia telah diperiksa sebagai saksi oleh KPK,” kata Almas.
Almas melanjutkan bahwa tiga anggota pansus lainnya yang turut disebut dalam korupsi e-KTP yakni Bambang Soesatyo (Golkar), Masinton Pasaribu (PDIP), dan Desmond ]. Mahesa (Gerindra).
“Ketiganya disebut oleh Miryam S. Haryani telah menekannya agar tidak mengakui pembagian uang dalam kasus e-KTP. Kesaksian ini pula yang kemudian dicabut oleh Miryam dan menimbulkan ketersinggungan DPR hingga berujung pada penggunaan hak angket,” pungkasnya.
sumber : kriminalitas
loading...
loading...