Menyambut Tamu Agung Ramadhan
Ramadhan benar-benar begitu istimewa di hati para salaf, sehingga mereka tidak mau menjadi orang hina di bulan Ramadhan.
ANDAI presiden, raja, atau orang mulia yang akan datang ke rumah kita, sambutan apa yang hendak dipersembahkan untuk tamu agung tersebut? Secara sosial, masyarakat pada umumnya antusias dalam menyambut tamu agung ini. Lalu bagaimana dengan Ramadhan? Satu-satunya bulan istimewa yang disebut dalam al-Qur`an; bulan yang biasa disebut penuh ampunan, berkah, rahmat, dan pembebas diri dari api neraka. Apakah sama penyambutannya dengan tamu agung yang lain?
Penyambutan kita terhadap Ramadhan merupakan cerminan keimanan dan kunci sukses menuju Ramadhan. Dalam masalah ini, kita bisa melihat betapa antusiasnya nabi dalam menyambutnya. Anas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam sebelum Ramadhan biasa berdoa:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah! Berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.” (HR. Thabrani). Di sini kita tidak berdebat masalah setatus hadits, tapi maknanya jelas: jika sebelum Ramadhan –minimal pada bulan Rajab dan Sya’ban- amalan kita untuk menyambut Ramadhan adalah amalan yang diberkati, maka insyaallah akan sukses dalam menjalani Ramadhan.
Menurut Mu`alla bin al-Fadhl dalam kitab yang berjudul: Nidâu al-Rayyân fî Fiqhi al-Shaum wa fadhli Ramadhân’, karya: Abu Bakar Jabir al-Jazāiri (1/164); demikian juga dalam, ‘Istiqbâlu al-Muslimîn li Ramadhâna’, karya: `Athiyah bin Muhammad Salim (1/26), menyatakan: “Para salafus shalih enam bulan sebelum Ramadhan (terbiasa) memohon Allah supaya bisa berjumpa Ramadhan. Apabila (mereka) sudah menjumpai Ramadhan, mereka memohon agar diberi taufik serta dianugerahi kesungguhan dan semangat oleh-Nya. Apabila mereka telah menyempurnakannya, mereka memohon pada-Nya agar (amalan) enam bulan setelah Ramadhan bisa diterima.
Bayangkang bagaimana begitu luar biasanya mereka dalam menyambut Ramadhan. Enam bulan sebelum Ramadhan sudah diperseiapkan secara matang. Sedangkan 6 bulan setelahnya, digunakan sebagai moemen untuk mengintrospeksi diri dam menengadah ke haribaan Allah agar segenap amalan di bulan Ramadhan bisa diterima sampai bertemu kembali dengan Ramadhan.
Dalam tradisi orang Muslim –sebagaimana cerita Abdul Aziz bin Marwan- pun ada doa yang biasa dilantunkan untuk menyambut Ramadhan:
اللّهُمَّ قَدْ أَظَلَّنَا شَهْرُ رَمَضَانَ وَحَضَرَ فَسَلِّمْهُ لَنَا وَسَلِّمْنَا لَهُ، وَارْزُقْنَا صِيَامَهُ وَقِيَامَهَ. وَارْزُقْنَا فِيْهِ الْجِدَّ وَالْاِجْتِهَادَ وَالنَّشَاطَ، وَأَعِذْنَا فِيْهِ مِنَ الْفِتَنَ.
“Ya Allah! Ramadhan telah hadir mendatangi kita, maka sampaikanlah kami kepadanya dengan selamat demikian juga sebaliknya. Anugerahkanlah kepada kami rezeki agar mampu melaksanakan puasa dan shalat malam di bulan Ramadhan. Karuniakan kami ketekununan, kesungguhan dan semangat (dalam menjalaninya) dan kami berlindung kepada-Mu dari fitnah-fitnah yang ada dalam bulan Ramadhan.” (Abdurrahman An-Najdi, Wadhâ`ifu Ramadhân, 11). Lihat bagaimana optimisme mereka dalam menyambut Ramadhan. Doa-doa positif selalu terlantun untuk menyambutnya. Doa-doa yang terpanjat tersebut, tidak akan bisa diterima dengan baik, kecuali dipersiapkan secara matang sebelum Ramadhan.
Sedangkan Yahya bin Abi Katsir mempunyai doa khusus untuk menyambut Ramadhan:
اللَّهُمَّ سَلِّمْنِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِي رَمَضَانَ، وتسلَّمه مِنِّي مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Abdurrahman An-Najdi, Wadhâ`ifu Ramadhân, 11). Untuk sampai ke bulan Ramadhan memang sebuah nikmat agung yang harus disyukuri. Jika sebelum Ramadhan tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, bagaimana mungkin bisa mensyukuri nikmat agung ini?
Ramadhan benar-benar begitu istimewa di hati para salaf, sehingga mereka tidak mau menjadi orang hina di bulan Ramadhan sebagaimana hadits nabi:
رَجُل دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Orang yang mendapati bulan Ramadhan kemudian ketika bulan istimewa ini telah berlalu, tapi dosa-dosa belum terampuni.” (HR. Tirmidzi). Dari hadits ini, penyambutan Ramadhan bisa diupayakan melalui taubat atau membersihkan jiwa dari kemaksiatan dan dosa. Karena gol dari amalan Ramadhan di antaranya adalah dosa-dosa terampuni.
Tulisan ini akan saya akhiri dengan puisi berjudul “Marhaban Ya Ramadhan” :
Setelah sebelas bulan lamanya
Kau tinggal kami pergi
Sebentar lagi kau kembali tiba
Sedang kebanyakan hamba tak betul-betul menyadari
Lantaran sibuk dengan urusan dunia
Yang tak bakal dibawa mati
Marhaban Ya Ramadhan
Dengan bekal iman yang dipunya
Serta amal-amal yang dipersiapkan
Semoga kita
Bisa menjalani ujian
Menjadi manusia bertakwa.*
sumber : hidayatullah
loading...
loading...