Luhut: Bos Saya Enggak Macam-macam, Masa Saya Macam-macam, Kan Sama Saja Bego



Kementerian Kordinator Kemaritiman yang dipimpin pensiunan jenderal ini, sam­pai sekarang belum juga mau membuka hasil kajian rekla­masi Teluk Jakarta. Padahal aliansi LSM yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) telah menggugat Kemenko Maritim agar mem­buka hasil lengkap kajian terkait reklamasi di Teluk Jakarta ke persidangan Komisi Informasi Pusat (KIP).

Dalam persidangan lanjutan gugatan informasi publik pada Selasa (4/4) lalu, anak buah­nya Menko Luhut membantah jika kementeriannya dikatakan sengaja menutup informasi terkait kajian Teluk Jakarta. Dia menjelaskan, kajian reklamasi Teluk Jakarta yang ada di ke­menteriannya hanya berbentuk presentasi, yang berisikan reko­mendasi singkat terkait rekla­masi, tanpa memaparkan kajian komprehensif. 

Seperti diketahui, proyek reklamasi Teluk Jakarta yang dijalankan Pemprov DKI Jakarta itu berbuah kontroversi, me­nyusul terungkapnya praktik korupsi dalam proyek tersebut. KPK berhasil menangkap basah pengusaha pengembang pulau di proyek reklamasi itu saat menyuap anggota DPRD DKI Jakarta. Proyek ini sempat dihen­tikan oleh Rizal Ramli saat masih duduk di kursi Menko Maritim, lantaran belum melengkapi syarat kajian. Setelah Rizal Ramli di­geser diganti Luhut, proyek itu kembali dilanjutkan. Keputusan Jenderal Luhut digugat KSTJ. Berikut penjelasan Menko Luhut terkait hasil kajian dan alasannya melanjutkan kembali proyek reklamasi Teluk Jakarta; 

Kenapa sih anda tidak mem­buka saja hasil kajian Teluk Jakarta ke publik biar semua persoalannya menjadi jelas, tidak seperti sekarang ini?
Sebab, studinya saja lagi jalan. BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Korea, dan oleh Belanda sedang mem­prosesnya. Jadi sebetulnya da­tanya belum ada. Kalau dibilang datanya enggak dibuka, itu data yang mana?

Lantas kapan hasil studinya bisa dibuka ke publik?
Mereka minta waktu sekitar dua bulanlah. Diperkirakan lebaran tahun ini baru keluar hasilnya. Jadi ya kami tunggu.

Proyek reklamasi banyak dikeluhkan nelayan sekitar, karena membuat mereka ke­hilangan mata pencaharian. Bagaimana Anda menanggapi hal tersebut? 
Kami berencana membuat pulau paling luarnya itu untuk nelayan. Jadi di sana akan kami buatkan rumahnya, pasar ikan­nya, nanti masyarakat biar bisa beli ikan di sana. Biar mereka bisa langsung ke laut untuk me­nangkap ikan.

Pulau apa yang akan disedi­akan bagi para nelayan ini?
Saya lupa, tapi letaknya di ujung kiri. Rencana penempatan nelayan di satu pulau ini sebet­ulnya sudah lama. Sehingga dengan begitu, nelayan bisa mudah akses ke laut

Kenapa tempat yang saat ini didiami nelayan itu saja yang diremajakan, dibuat menjadi lebih bagus dan dilengkapi sarana dan prasa­rananya?
Laut yang dekat pelabuhan tempat mereka itu sudah terlalu terkontaminiasi. Tempat baru jauh lebih bersih untuk menang­kap ikan. Setelah dipindahkan, nelayan bisa menangkap ikan sejauh 22 kilometer, sehingga hasil tangkapannya pun menjadi lebih baik.

Banyak kalangan mengang­gap reklamasi ini sebagai titi­pan asing. Tanggapan Anda?
Enggak ada itu. Presiden sudah mengingatkan kalau kita eng­gak boleh sampai dikontrol oleh investor. Kami diminta untuk lebih banyak berpihak kepada rakyat kita. Jadi enggak ada itu sebetulnya. Saya yakin di proyek reklamasi enggak ada itu sogok -menyogok. Kami punya nurani, punya kredibilitas untuk menolak itu. Saya pada umur segini enggak mau melacurkan profesionalisme saya hanya untuk sogokan.

Kalau oknum di bawah anda bagaimana? 
Saya tahu pembantu-pembantu saya, mereka punya hati yang bagus. Mereka enggak akan mau menerima sogokan. Jadi i promise you, itu enggak akan terjadi.

Tapi kan bisa saja?
Begini gampangnya. Presidennya kan enggak macam -macam, istri, dan anaknya juga eng­gak. Masak saya berani macam -macam? Bos saya enggak macam -macam, sementara saya macam -macam kan sama saja bego. As simple is that.

Saat Menko Maritim dipimpin Rizal Ramli proyek reklamasi kan sempat dihentikan. Kenapa sekarang dilanjutkan?
Salah satu alasannya karena menurut para ahli, kalau pantai ini enggak direklamasi, Jakarta akan semakin turun permukaan tanahnya. Saya dapat masukan kalau tanah di Jakarta mengalami penurunan rata -rata hingga 17,5 centimeter per tahun. Bahkan dibeberapa tempat sudah menca­pai 23 centimeter. Terjadi penu­runan itu karena air tanah.

Gawat juga ya?
Memang. Bahkan waktu saya bicara dengan Menteri Infrastruktur Belanda, Melanie Schultz van Hagen bilang, "kalau tidak mem­buat Giant Sea Wall anda akan lihat Jakarta akan turun terus. Karena itu yang mereka alami. Dia bilang, kalau terus didiam­kan, penurunan tanah selama 10 tahun di Jakarta itu, akan sama dengan penurunan tanah selama 100 tahun di Rotterdam, Belanda. Jadi kami tidak punya banyak pilihan.[rmol]

loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...