Kekuasaan Bermain Di Sidang Ahok, Pemerintah Jokowi Sangat Dirugikan
Penundaan sidang kasus penodaan agama yang beragenda tuntutan kepada Ahok tak hanya membuat jaksa tercoreng, tapi pemerintah Jokowi pun sangat dirugikan. Ada yang menuding, ada skenario kekuasaan di balik penundaan sidang tersebut.
Perdi Kasman dan Muhammad Hillal adalah dua pengunjung sidang yang tak bisa menutupi raut kekecewaannya. Dengan wajah gondok, tapi tak bisa berbuat apa-apa, mereka meyakini ada intervensi kekuasaan di balik penundaan sidang.
Penilaian itu, menurut mereka, tak lepas dari terbitnya surat Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, seminggu sebelum sidang agar menunda sidang sampai selesai Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, 19 April, dengan alasan keamanan. Permintaan itu kemudian direspons positif oleh Jaksa Agung M Prasetyo.
Perdi dan Hillal menduga ada persekongkolan demi menunda sidang. "Waktu dua pekan itu kan cukup panjang untuk mempengaruhi hasil persidangan," keluh Perdi di auditorium gedung Kementan.
Di lokasi yang sama, Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdullah menyebut, JPU dan Jaksa Agung sudah melakukan abuse of power, karena merugikan masyarakat. "Ini tindakan yang tak pantas dipertontonkan kepada publik. Enggak perlu orang pandai untuk bisa melihat intervensi dalam hal ini," kata Ikhsan.
Dia menyarankan Komisi III DPR segera melakukan audit kinerja Jaksa Agung. "Kalau kasus sekelas begini saja tak mampu, bagaimana kasus yang lebih rumit. Banyak publik yang tentu tidak puas dengan kinerja jaksa yang tidak profesional," tandasnya.
Di luar gedung persidangan, para "penghuni Senayan" ikut gemes. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meyebut alasan JPU menunda persidangan karena belum selesai mengetik tuntutan mengada-ngada, bagian dari skenario Polda dan Jaksa Agung agar sidang ditunda. "Jaksa disuruh action. Pengacaranya dibikin sandiwara seolah dirugikan. Ini omong kosong, ini bikin ketawa semut," kata Fahri di gedung DPR, kemarin. Dia pun meminta sandiwara ini dihentikan. Sebab, dampak dari kejahatan sandiwara hukum tidak hanya menimpa orang jahat tapi juga orang baik. "Ini memuakkan. Sandiwara ini tidak hanya dikutuk oleh semua orang, tapi juga Tuhan dan seluruh sekalian alam," tandasnya.
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai penundaan ini menciderai rasa keadilan publik karena mengakomodasi kenyamanan politik seorang terdakwa. Ia menilai, semestinya JPU dan majelis hakim memperlihatkan kepada publik persamaan di depan hukum baik perlakuan, akses keadilan, dan peradilan yang tidak memihak. Sehingga publik percaya Indonesia betul-betul negara hukum. Karena preseden ini, Nasir bilang akan menanyakan langsung kepada Jaksa Agung dalam rapat dengar pendapat dengna Komisi III DPR hari ini.
"Kesimpulan saya sempurnalah negara melindungi Ahok sang terdakwa penista agama. Kepada jaksa dan majelis hakim saya hanya ingin mengingatkan Gusti ora sare (Tuhan tidak tidur)," kata Nasir.
Pengamat Hukum Nicholay Aprilindo menyebut, penundaan sidang Ahok ini sebagai sandiwara hukum-politik. Menurutnya, rakyat kini sudah cerdas untuk bisa menilai penundaan sidang tuntutan tersebut. "Ini corong Jaksa Agung, menggunakan tangan polisi," ujarnya, kemarin.
Nicholay menyebut, jaksa Ali Cs mempertunjukkan inkonsistensi. Sebab, pasa sidang ke-17, jaksa Ali menyatakan sudah siap dengan tuntutan. "Hal yang sangat tidak logis, dia mohon pertimbangan untuk surat Kapolda. Kok yang minta pertimbangan JPU?" tanyanya. Menurutnya, surat Kapolda itu ditujukan untuk PN Jakut. Tembusannya hanya ke Kejati DKI. JPU tak dapat tembusan. "Jaksa Agung pun tak dapat tembusan, kenapa Jaksa Agung berkomentar tentang ini, menerima dan menyepakati surat ini," ujar Nicholay. Jaksa mempertontonkan dengan jelas dan kasatmata di mana hukum tidak lagi jadi panglima di negeri ini, tetapi politik kekuasaan, dan kekuasaan politik. "Hukum dijadikan hamba," tegasnya.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Prof Asep Warlan Yusuf mengatakan, pilkada adalah batu uji independensi pengadilan hari ini. Ia pun menilai wajar jika publik menilai ada skenario kekuasaan di balik penundaan sidang Ahok. Karena skenario itu sangat vulgar dan mudah bisa dibaca oleh orang awam. "Dimulai surat dari Kapolda yang kemudian direspons oleh Jaksa Agung. Respons Jaksa Agung yang setuju untuk menunda sidang itu sama dengan perintah bagi JPU untuk menunda sidang," katanya
Preseden ini, kata Asep bakal merugikan pemerintahan Jokowi. Soalnya negara bisa dianggap sudah tidak berwibawa. "Para pencari keadilan pun dirugikan," kata Asep kepada Rakyat Merdeka, semalam. Ia pun meminta Komisi Kejaksaan mengusut kasus ini. Karena alasan pengetikan yang belum selesai itu dianggap sebagai JPU yang tidak profesional.[rmol]
loading...
loading...