Ahok-Djarot Melanggar Aturan Masa Tenang Kalau Hadiri Peresmian Masjid Raya Daan Mogot




Jika tidak ada aral melintang, Presiden Joko Widodo akan meresmikan Masjid Raya Daan Mogot, Minggu (16/4) mendatang. 

Masjid yang dibangun atas ide Jokowi pada saat Idul Adha 2012 itu hampir rampung dibuat.

Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat bisa saja hadir karena keduanya pada hari itu sudah aktif kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta setelah menjalani masa kampanye putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017.

Problemnya adalah meski Ahok-Djarot sudah aktif kembali yang memungkinkan hadir, pada mereka masih melekat sebagai calon gubernur dan wakil gubernur untuk periode 2017-2022.

Kehadiran keduanya pada momentum seremoni yang dihadiri Presiden akan menjadi sorotan publik yang bisa memberi efek mirip kampanye, apalagi yang bersangkutan telah menghadapi masalah dalam kasus penistaan agama.

Dalam teori komunikasi politik hal ini disebut imaging policy atau melakukan pencitraan melalui kebijakan atau dalam posisi sebagai pengambil kebijakan. Pencitraan (imaging) adalah bagian penting dalam tujuan kampanye.

"Jadi kehadiran Ahok-Djarot pada peresmian masjid tersebut dapat ditafsirkan diselimuti motif kampanye, apalagi waktu peresmiannya di hari tenang tiga hari sebelum hari pencoblosan," kata analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (12/4).

Menurut Ubed, sapaan mantan aktivis 98 itu, secara perundang-undangan pemerintahan daerah, tidak ada larangan bagi Ahok-Djarot untuk menghadiri sebuah seremoni peresmian oleh Presiden di wilayah kerjanya.

Tetapi momentumnya yang direncanakan tiga hari sebelum hari pencoblosan menimbulkan pertanyaan publik.

"Solusi terbaiknya adalah waktu peresmian masjid sebaiknya ditunda setelah hari pencoblosan, yaitu setelah tanggal 19 April agar tidak menimbulkan masalah di masa tenang," kata Ubed.

Ubed melanjutkan, mirip seperti motif penundaan pembacaan dakwaan dalam perkara penistaan agama yang memungkinkan menimbulkan resistensi publik sehingga perlu ditunda.

"Saya kira solusi penundaan waktu peresmian adalah solusi bijak yang patut didengar Presiden, sebab sebagai Presiden posisinya dalam momentum pilkada harus tetap bersikap netral. Ini penting untuk menunjukan netralitas Presiden," ungkapnya.



loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...