Rakyat Miskin Tersingkir, Kepemilikan Ratusan Juta Hektar Tanah Dimonopoli Taipan



Pengamat ekonomi politik dari Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng menilai kebijakan kepemilikan tanah yang dilakukan pemerintah hanya memuluskan monopoli kalangan minoritas asing dan para taipan. Bahkan kebijakan salah itu dilegalkan dan diatur dalam satu UU.

Kondisi tersebut terjadi sejak era reformasi dan kian parah di bawah kepemimpinan Joko Widodo. Padahal, separuh rakyat Indonesia yang masih hidup dan bekerja di sektor pertanian, orang pribumi justru hanya menguasai tanah sedikit.

“Faktanya, tanah berada dalam penguasaan minoritas. Dan sudah jatuh dalam genggaman minoritas asing dan segelintir taipan. Pemerintah memberikan berbagai hak penguasaan atas tanah ke mereka yang justru diatur dengan UU negara,” cetus Daeng, kepada Aktual.com, Jumat (17/3).

Dalam bentuk hak penguasaan tanah oleh asing dan taipan, kata dia, saat ini luasnya mencapai 178 juta hektar. Dan seluas 140 juta hektar dari angka itu merupakan wilayah daratan. “Atau sekitar 72 persen dari luas daratan Indonesia dikuasai oleh perusahaan besar asing dan taipan dalam berbagai bentuk hak penguasaan tanah,” tegasnya.

Apalagi memang, katanya, pemerintah telah mengalokasikan tanah dalam bentuk kontrak kerjasama migas (KKS) seluas 95 juta hektar. Dari jumlah itu, sebagian besar di darat yakni 60 persen dari total KKS atau sekitar 57 juta hektar. Sedang untuk kontrak tambang mineral dan batubara seluas 40 juta hektar.

Selanjutnya ada juga hak penguasaan tanah yang diberikan dalam bentuk izin perkebunan sawit seluas 13 juta hektar, izin kehutanan dalam bentuk HPH, HTI dan HTR seluas 30 juta hektar.

“Bahkan sebuah perusahaan swasta milik taipan bisa menguasai lahan seluas 2,5 juta hektar. Selain itu ada juga puluhan taipan besar di tanah air dengan skala penguasaan tanah yang sangat luas,” ungkapnya.

Dengan kondisi itu, kata dia, mencerminkan begitu tak adilnya kepemilikan dan penguasaan tanah yang kemudian justru seringkali menimbulkan konflik antara masyarakat melawan pengusaha dan pemerintah.

Apalagi di saat bersamaan, lebih dari separuh rakyat Indonesia yang masih hidup dan bekerja di sektor pertanian, justru cuma menguasai lahan sekitar 13 juta hektar yang terbagi  dalam 26 juta rumah tangga petani dengan luas masing-masing 0,5 hektar.

“Sehingga, setiap petani hanya menguasai lahan rata-rata 0,17 juta hektar per petani. Itulah mengapa tidak ada kegiatan usaha tani yang dapat meraih keuntungan dengan luas lahan yang sangat minim tersebut,” keluh Daeng.

Dia melanjutkan, penguasaan tanah dalam skala yang sangat luas oleh asing dan taipan ini yang menimbulkan keresahan di masyarakat.

“Apalagi, berdasarkan UU yang berlaku yakni UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan, bahwa jangka waktu penguasaan tanah oleh swasta bisa salam 95 tahun,” tegasnya. [akt]

loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...