SMA/SMK Tak Lagi Gratis, SPP Tertinggi Capai Rp 135 Ribu - Rp 215 Ribu


MEDIA NKRI INFO -Pengelolaan SMA/SMK Se-Jawa Timur resmi menjadi kewenangan Pemprov Jatim. Itu terjadi setelah kepala SMA/SMK serta pendidikan khusus dan layanan khusus (PKLK) resmi dilantik Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Rabu (4/1).
Dengan kewenangan pengelolaan itu, Pemprov Jatim menerapkan standar sumbangan pendanaan pendidikan (SPP) baru yang berlaku untuk SMA/SMK.
Soekarwo menyatakan, besaran SPP sudah ditentukan. SPP tertinggi berlaku di Kota Surabaya. SPP terendah berlaku di Kabupaten Sampang. ’’Sudah dibuat variabel penentunya oleh Kemendikbud,’’ ujarnya.
Besaran SPP untuk siswa SMA dan SMK berbeda. Demikian juga untuk SMK bidang teknik dan SMK nonteknik. Surabaya, misalnya.
Biaya pendidikan di jenjang SMA mencapai Rp 3 juta per siswa per tahun. Dengan bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pusat Rp 1,4 juta per siswa per tahun, biaya yang harus ditanggung setiap siswa Rp 1,6 juta per tahun.
Dari situ lalu muncul besaran SPP per bulan. Dengan hitungan tersebut, besaran SPP SMA Surabaya Rp 135 ribu per bulan.
Untuk jenjang SMK, besaran SPP bidang teknik mencapai Rp 215 ribu per siswa per bulan.
Angka itu sudah melalui penghitungan biaya pendidikan per siswa per tahun yang mencapai Rp 4 juta.
Untuk SMK nonteknik, nilai SPP-nya mencapai Rp 175 ribu per siswa per bulan.
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengatakan, peralihan kewenangan SMA/SMK dari kabupaten/kota kepada provinsi merupakan amanah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Amanah undang-undang itulah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. ’’Kami inginnya bisa gratis semua, tapi tidak memungkinkan anggarannya,’’ tuturnya.
Terkait SPP, Kepala Dinas Pendidikan Jatim Saiful Rachman menjelaskan, setiap sekolah boleh menarik SPP sesuai dengan ketentuan.
Ketentuan SPP sudah diatur dalam surat edaran gubernur Jawa Timur. Besaran SPP tiap-tiap daerah, kata Saiful, sudah diperhitungkan dengan matang.
Dengan begitu, sekolah tidak boleh lagi melakukan pungutan liar (pungli). Bangunan dan rehabilitasi sekolah, lanjut Saiful, menjadi urusan pemerintah provinsi.
Saiful menyebut anggaran total Dinas Pendidikan Jawa Timur yang mencapai Rp 1,6 triliun bisa digunakan untuk memaksimalkan proses pendidikan.
Karena itu, pihaknya meminimalkan bantuan-bantuan atau pungutan di luar SPP. Pengawas, komite, cabang dinas, dan masyarakat dilibatkan untuk memantau transparansi biaya pendidikan.
Demikian juga inspektorat yang melakukan pemeriksaan. ’’Ada tim saber (sapu bersih) pungli yang juga memonitoring,’’ katanya.
Saiful menegaskan, peralihan SMA/SMK ke provinsi resmi berlaku. Sebanyak 34 ribu guru di Jatim juga sudah menerima gaji dari provinsi.
Terkait gaji guru dan pegawai honorer, Saiful mengatakan akan dibayar pihak sekolah dengan menggunakan dana SPP.
Meski begitu, SPP SMA Rp 135 ribu di Surabaya itu bisa dibulatkan. Artinya, bisa dirapatkan dengan komite sekolah masing-masing. Jadi, jumlahnya bisa dibulatkan ke atas atau ke bawah.
Misalnya, dilakukan pembulatan sebesar dana bopda yang selama ini diberikan Pemkot Surabaya. Yakni, Rp 152 ribu. ’’Itu masih wajar,’’ jelasnya.
Namun, jika besaran SPP-nya Rp 200 ribu, tambah Saiful, nilai itu terlalu besar. Mantan kepala Badan Diklat Jatim tersebut menjelaskan, besaran SPP yang normal harus melalui analisis lebih dulu.
’’RKAS (rencana kerja dan anggaran sekolah) harus dikonsultasikan dulu,’’ ucapnya.
Selama ini bopda Rp 152 ribu sudah meng-cover honor GTT/PTT. Karena itu, jika harus membayar gaji GTT/PTT, sekolah wajib membuat perhitungannya.
Kepala SMAN 21 Yatno Yuwono menuturkan, informasi mengenai SPP masih disampaikan secara lisan dalam pelantikan kemarin.
Karena itu, pihaknya belum berani menetapkan besaran SPP. Jika besaran SPP yang berlaku Rp 135 ribu, tidak tertutup kemungkinan ada kegiatan lain yang harus dievaluasi.
’’Kami berharap minimal sama dengan bopda (Rp 152 ribu),’’ tuturnya.
Biaya tersebut, kata Yatno, belum bisa meng-cover biaya ekstrakurikuler. Jika SPP tidak mencukupi untuk kegiatan tersebut, bisa menggunakan biaya personal.
Yakni, urunan sendiri sesuai dengan kebutuhan kegiatannya. Untuk siswa kurang mampu, pihaknya berencana menerapkan subsidi silang.
Wali murid yang mampu bisa membantu yang tidak mampu. ’’Berapa siswa yang tidak mampu nanti dikembalikan ke rapat bersama komite, bisa gratis. Bergantung komite atau wali murid,’’ jelasnya.
Kepala SMKN 2 Djoko Pratmodjo menerangkan, berdasar perhitungannya, kebutuhan dana per siswa Rp 400 ribu untuk jurusan teknik.
Jika dipotong dana BOS Rp 116 ribu per siswa per bulan, kebutuhan SPP mencapai Rp 284 ribu. Untuk jurusan nonteknik, dibutuhkan Rp 272 ribu.
’’Itu sudah termasuk ekskul, sudah jadi satu semuanya. Tidak ada tarikan lagi,’’ tuturnya.
Jumlah SPP Rp 400 ribu juga sudah diperkirakan dengan 20 persen yang tidak tertagih dari siswa kurang mampu.
Meski begitu, setelah surat edaran tentang SPP diterima, pihaknya akan berkoordinasi dengan komite sekolah serta dunia industri.
Sebab, ketentuan SPP yang baru untuk SMK teknik Rp 215 ribu. Karena itu, nilai tersebut praktis tidak bisa memenuhi.
’’Nanti kami rapatkan untuk mencari opsi yang lainnya. Jadi, kami belum narik SPP dulu,’’ paparnya.
Keputusan penarikan jumlah SPP di Surabaya mendapat respons dari wali murid. Mayoritas mengeluhkan penetapan biaya tersebut tidak berlaku penuh.
Artinya, masih ada tambahan di luar ketetapan pembayaran SPP tersebut. Misalnya, yang diungkapkan Sutarti, salah seorang wali murid SMAN 14.
Pembayaran SPP yang dipatok sekitar Rp 135 ribu, menurut dia, cukup memberatkan.
’’Untuk biaya hidup saja sekarang mahal. Kalau ada tambahan SPP, ya jelas kami cukup keberatan,’’ ungkap perempuan 44 tahun itu.
Sutarti menyampaikan, kini pengeluaran keluarganya sebelum ada penarikan SPP dalam seminggu mencapai Rp 600 ribu.
Kebutuhan itu digunakan untuk keperluan membayar listrik, air, dan kebutuhan sehari-hari.
’’Kami sekeluarga berempat. Dua anak masih sekolah semua. Sementara bapak (Suami, Red) kerjanya tidak setiap hari. Jelas kalau ada tambahan pengeluaran lagi, bebannya lebih berat,’’ jelas buruh di salah satu perusahan rokok tersebut.
Dia khawatir muncul biaya-biaya lain di luar biaya yang ditetapkan itu.
’’Kalau sudah ditentukan Rp 135 ribu, kami akan usahakan. Tapi, jangan ada printilane (biaya tambahan, Red) maneh. Kalau ada biaya lain-lain, jelas kami keberatan,’’ ungkapnya. 
sumber : jawapos


loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...