Putra Morotai Ingatkan! Pulau Morotai Milik Warga dan Ikut Aturan UU, Bukan Milik Pribadi Luhut BP


Seorang Petinggi Kerajaan Ternate dan juga putra asli Pulau Morotai, Gunawan Yusuf Radjim, meminta agar Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan jangan seenaknya memperlakukan pulau Morotai, Karena Pulau Morotai bukan milik pribadi Luhut.

Dan Gunawan mengingatkan agar Luhut harusnya sadar jika aturan ada untuk ditaati bukan untuk mengikuti kemauan pribadi seorang pejabat negara, yang ingin sesuka hati. Bahkan Gunawan curiga jika Luhut telah melakukan sesuatu, istilahnya “Ada Udang Dibalik Batu“. Berikut tulisan Gunawan, yang juga seorang Aparatur Negeri Sipil

(INVESTASI DI TANAH BERTUAN BUMI MOROTAI)

MOROTAI, Rakyat Indonesia dan kita semua dibuat terkesima beberapa hari yang lalu dengan sebuah Warkathul Ikhlas Surat Terbuka Sultan Tidore yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo di Jakarta yang intinya meminta kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden untuk mempertimbangkan kebijakan Investasi Asing yang dilakukan bersama dengan Pemerintah Jepang.

Kaitan dengan rencana investasi Negara Jepang tersebut, Pemerintah Jepang melalui Perdana Menteri Shinzo Abe pada tanggal 15-16 Januari 2017 lalu melakukan Kunjungan Kenegaraan ke Indonesia yang disambut dengan meriah oleh Presiden Joko Widodo di Istana Bogor. Kedua pemimpin negara tersebut kemudian membicarakan tentang hubungan bilateral kedua negara dan salah satu yang dibicarakan adalah rencana Pemerintah Jepang untuk melakukan Investasi pada beberapa sektor perekonomian di Indonesia yang saling menguntungkan bagi kedua negara.

Sore harinya lewat pernyataan Pers yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Jepang berkeinginan melakukan investasi di sektor kemaritiman, dalam penjelasannya Luhut kemudian menambahkan bahwa Pemerintah akan memberikan keleluasaan kepada Pemerintah Jepang untuk dapat menguasai pulau diantarnya salah satu pulau yang ada di Morotai Maluku Utara untuk kemudian bisa berwenang memberikan nama untuk pulau dimaksud. Hal inilah yang mengusik hati seorang Kolano yakni Yang Mulia Sultan Tidore Jou Lamo Haji Husain Sjah untuk bereaksi atas keinginan pemerintah tersebut. Dengan tanggung jawab sebagai salah satu dari Khalifah atau pemimpin di wilayah Kesultanan Moloku Kie Raha (*baca Ternate-Tidore-Bacan-Jailolo) yang berkewajiban memelihara setiap jengkal tanah leluhur beserta seluruh isi alam yang ada, dimana di dalamnya terdapat pula mahluk yang namanya manusia adat hidup dan mengatur kehidupan bagi diri maupun anak cucu kelak berada.

Inti dari surat tersebut, Yang Mulia Jou Lamo Sultan Tidore menjelaskan bahwa apa yang dilakukan beliau adalah keinginan dan upaya untuk melindungi Wilayah dan Masyarakat Morotai agar tidak dimarginalkan demi keserakahan dan kesewenang-wenangan penguasa dengan berlindung dibalik slogan investasi dan kesejahteraan rakyat yang semu. Walaupun diketahui bahwa secara historis Wilayah Morotai masuk dalam Wilayah Kesultanan Ternate, namun tanggung jawab dalam bingkai Moloku Kie Raha inilah yang membuat beliau meradang dan tidak ingin kemudhartan terjadi di wilayah seluruh anak negeri sebagaimana telah terjadi di beberapa Wilayah Kesultanan Tidore seperti misalnya Gebe, Patani, Buli dan Subaim yang tergerus oleh kepentingan investasi yang tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat maupun daerah itu sendiri. Apalagi dalam keterangan pemerintah tersebut terkesan arogan karena tidak melibatkan Pemerintah Daerah maupun masyarakat selaku pemilik sah atas Tanah Ulayat Masyarakat Adat di wilayah Morotai. Hal inilah yang dijelaskan beliau kepada kami lewat telepon selulernya sehari setelah surat itu dikirim. Kata Sultan, beliau tidak menentang Pemerintah Pusat, beliau Tidak Anti Investasi, asal saja investasi tersebut dapat membawa kentungan bagi daerah serta kemasalahatan masyarakat dalam hal ini Masyarakat Adat Morotai. Untuk itu, beliau meminta kepada Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan di daerah untuk dapat mengawal setiap kesepakatan investasi agar tidak terseret pada kepentingan pribadi maupun kelompok, apalagi Asing. Ingat kita adalah berdaulat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut saya, Surat Sang Kolano atau Sultan tersebut adalah Manis buat kita untuk menyatakan bahwa negeri kita adalah negeri berdaulat, negeri kita ada tuannya, ada pemiliknya. Untuk itu, janganlah bertindak semaunya tanpa memikirkan atau melibatkan rakyat atau masyarakat selaku pemilik sah dari setiap jengkal tanah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesi ini.

Ternyata bahwa pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan bertentangan dengan apa yang telah direncanakan dan telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan lewat Menterinya yang hanya seorang lulusan SMP, namun memiliki pemikiran dan kemampuan yang sangat brilliant yakni Ibu Susi Pudjiastuti dengan sejumlah program kegiatan yang diperuntukan untuk kemajuan dan kemaslahatan Rakyat Morotai. Dalam rencana program tersebut, Susi Pudjiastuti berencana menjadikan Morotai sebagai salah satu dari 12 Pulau Terdepan Indonesia sebagai sentra industry perikanaan, dan juga diikuti dengan dukungan program pengembangan sarana-prasarana di Morotai yang saling menguntungkan bagi daerah.

Implementasi program tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan Kapal Tangkap bagi Nelayan di Morotai sejumlah 250 unit Kapal serta pemberian 1000 Asuransi Keselamatan bagi Nelayan yang dilakukan secara simbolis oleh Ibu Menteri beberapa waktu lalu di Desa Daeo Kecamatan Morotai Selatan. Hal ini adalah merupakan bentuk dukungan program yang dilakukan sebagai tahap awal di Tahun Anggaran 2016-2017 ini.

Morotai dengan potensi perikanan tengkap yang ada dengan potensi lestari 500 ribu ton/tahun yang didominasi oleh ikan pelagis besar diantaranya Tuna dan Cakalang sebagai komoditi yang diminati di pasar eksport selain budidaya, merupakan daya tarik investasi bagi negara-negara pengimpor guna memperoleh kesempatan berusaha ataupun memenuhi kebutuhan ikan di negaranya, salah satunya adalah Negara Jepang sebagai pengimport nomor satu ikan terbesar dunia. Berbicara mengenai kebutuhan ikan di Negara Jepang adalah kesempatan bagi Indonesia untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut lewat kerjasama eksport-import.

Sebuah langkah strategis yang dilakukan oleh Menteri Susi Pudjiastuti dengan mengeluarkan sejumlah regulasi di sektor perikanan dan kelautan khususnya di bidang keamanan dan pengawasan laut kita, yang menyebabkan berkurangnya illegal fishing bagi kapal-kapal asing. Kapal asing yang sering melakukan pencurian ikan di Perairan kita adalah kapal Taiwan dan Philipina. Kedua Negara ini adalah pemasok terbesar ikan ke Jepang dengan label mereka namun ikannnya berasal dari negara kita. Dengan tidak beraninya mereka memasuki perairan kita, maka pasokan ikan di Jepang makin berkurang. Dengan kebutuhan ikan yang semakin besar, namun supply semakin berkurang membuat Jepang harus mencari solusi penanganannya. Ternyata solusinya harus melakukan kerjasama investasi di Negara penghasil ikan terbesar yakni Indonesia. Dan di Indonesia wilayah perairan Moratai adalah perairan dengan potensi terbesar.

Kondisi eksisting yang ada, sementara saat ini untuk Feseability Study investasi ternyata bahwa Pelabuhan Ekspor ikan masih berada di Makassar dan Bitung. Artinya akan terjadi High-Cost dalam pengiriman ikan, sehingga langkah yang harus dilakukan oleh calon investor yakni dengan mengembangkan industry perikanan langsung di daerah supplier yakni Morotai. Dan ini telah dilakukan penjajakan oleh Jepang sebelumnya bersama dengan Kementerian Kelautan. Kemudian oleh Jepang untuk mendukung industry perikanan nanti terdapat kebutuhan pasokan listrik, dimana saat ini potensi listrik merupakan masalah serius di Morotai karena ketersediaan daya masih sangat minim. Untuk itu, Jepang telah mengirim sejumlah ahli untuk meneliti potensi sumber daya listrik, salah satunya yakni Deep Sea Watter, yakni system tenaga listrik dengan menggunakan air laut yang dingin dengan memanfaatkan air laut pada kedalaman tertentu pada palung laut yang terdapat sumber air dingin sebagai pembangkit utama. Air ini kemudian dipompa naik untuk dijadikan sebagai sumber utama listrik. Dan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan Insya Allah jika Jepang jadi berinvestasi, maka proyek ini akan dibangun di Bere-bere sebagai daerah yang memiliki palung laut potensial, dan ini telah dibicarakan dengan Pj. Bupati Pulau Morotai Bapak Samsuddin A. Kadir beberapa waktu lalu di Jakarta.

Ini merupakan peluang dan kesempatan untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat, dimana akan ada kesempatan kerja, pemenuhan kebutuhan sarana-prasarana wilayah, terjadinya multi-player effect bagi kelangsungan perekonomian di masyarakat dan peningkatan penerimaan devisa Negara di sector ekspot dan pajak serta keuntungan lainnya. Hal ini tentunya dapat tercapai jika Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Tokoh Masyarakat selaku pemangku kepentingan dapat mengawal kesepakatan-kesepakatan investasi yang terbilang memiliki kemaslahatan bagi rakyat Maluku Utara dan Morotai khususnya.

Terus pertanyaannya, apakah dengan investasi sebagaimana dikatakan oleh Luhut Binsar Pandjaitan bahwa akan disewakan pulau entah dimana atau di Morotai sekalipun kepada pihak Asing apakah dapat disetujui oleh kita ?????

Sabar dulu Lae Luhut, semua ada aturan mainnya….!!!!

Negara kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah Negara berdaulat yang memiliki Hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Negara ini.

- Berbicara mengenai sejengkal tanah di negeri ini, ada UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dimana salah satu sandaran diundangkannya UU ini adalah hukum adat tentang tanah yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tidak mengabaikan unsur yang bersandar pada hukum agama;

- Berbicara mengenai Pengelolaan Pulau di negeri ini, ada UU Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;

- Berbicara mengenai Laut dan isinya serta batas-batasnya di negeri ini, ada UU Nomor 32 Tahun 2014 Tantang Kelautan;

- Ada juga Hukum Adat yang berlaku di wilayah Kesultanan Ternate, misalnya hukum wilayah laut. Ada Atorang Ngolo Sahe, Ngolo Ngido dan Ngolo Lamo. Ada juga Hukum Agraria tentang Status Tanah, yakni Aha Kie se Kolano, Aha Kolano, Aha Bubula, dan Aha Cucatu. Hak Pengelolaan Tanah yakni Hak Safa, Hak Ruba Banga, Hak Tamako Ma’ace dan lain sebagainya. Ini semua adalah aturan yang ada sejak turun-temurun dan merupakan kearifan lokal sebagai embrio lahirnya hukum positif di Negara ini.

Kepada Tuan Luhut Binsar Pandjaitan, tidakkah anda melihat bahwa Negara ini punya aturan yang jelas ??
Jangan anda menterjemahkan kebijakan Negara sesuai dengan keinginan pribadi anda. Atau jangan-jangan ??
Sudah berapa banyak pulau yang dijual atau disewa dan dimiliki oleh pribadi atau Negara asing ??
Berkoordinasilah dengan jajaran yang memiliki kewenangan dalam hal ini KKP, jangan asal ngomong, mulutmu harimaumu.
Jadi kesimpulannya, kami tidak menentang, kami mendukung investasi di Morotai, akan tetapi kami adalah masyarakat yang berdaulat dengan aturan nenek moyang kami yang terus kami jaga demi kemaslahatan kami dan anak-cucu di kemudian hari. Wassalam…..

### ayo… Kawal Surat Sultan Tidore
### ayo… Dukung Investasi Morotai
### Mari Membangun Indonesia dari Morotai

Gotalamo, 21 Januari 2017

GUNAWAN YUSUF RADJIM

Penulis adalah Putra Morotai, yang saat ini sebagai Imam Tulilamo Kesultanan Ternate dan juga Staf pada PEMDA Kabupaten Pulau Morotai.

[pbc]
loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

loading...