Kebijakan Ekonomi Jokowi Malah Jadikan Beban Rakyat Bertambah
ilustrasi |
mediankri.net Meski pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan banyak kebijakan dalam hal ekonomi, namun gini Ratio atau ketimpangan antara yang kaya dan miskin di Indonesia masih sangat tinggi.
Demikian dikatakan peneliti Indonesia Buget Center Roy Salam saat dihubungi redaksi, Rabu (11/1).
Menurutnya, berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah ternyata belum berdampak pada kehidupan masyarakat secara umum dan masyarakat miskin khususnya.
"Langkah pemerintah itu seharusnya meringankan beban rakyat terutama si miskin. Kalau kebijakan ekonomi yang diambil justru membuat beban rakyat bertambah, yah artinya ada yang tidak beres dengan kebijakan tersebut," tegasnya.
Dia pun menyoroti tidak adanya sosialisasi terhadap berbagai kebijakan tersebut yang membuat masyarakat pun protes. Alasan yang dikemukakan untuk menaikan berbagai pungutan mulai dari pajak dan PNBP pun dinilainya tidak jujur dikemukakan oleh pemerintah.
"Tengok saja kebijakan menaikan biaya STNK dan BPKB yang katanya untuk meningkatkan pelayanan. Padahal dari dulu pelayanan yah tidak banyak yang berubah. Harusnya dipaparkan dulu, pelayanan mana yang mau ditingkatkan? Apakah peningkatan pelayanan harus dengan menaikan biaya? Apakah tidak bisa jika dilakukan efisiensi misalnya dengan IT atau pembenahan pegawainya?," ujarnya heran.
Oleh karena itu dirinya pun melihat bahwa menaikan biaya STNK dan BPKB termasuk juga harga listrik dan BBM hanyalah langkah pemerintah untuk mencari sumber pendanaan karena tidak tercapainya penerimana pajak.
Program pemerintah diakuinya memang membutuhkan biaya besar terutama untuk pembangunan infrastruktur dan pajak yang diharapkan bisa menjadi sektor yang diandalkan ternyata tidak mencapai target. Makanya tidak heran jelasnya pemerintah mencari sumber-sumber lain.
"Selama ini misalnya untuk PLN dan STNK kan sudah menggunakan sistem IT, sehingga baik PLN dan Samsat bisa menghemat belanja pegawainya karena tidak lagi harus membuka kiosk bagi masyarakat yang ingin membayar karena bisa melalui ATM, internet banking dan sebagainya. Itu kan efisiensi dan justru harusnya harga dikurangi. Jadi memang tidak jujur karena tidak ada korelasinya antara menaikan pelayanan dengan menaikan biaya," jelasnya lagi.
Terakhir dia pun mengkritik soal pernyataan Presiden Jokowi dan pembantunya yang saling membantah soal siapa yang mengusulkan kenaikan tersebut.
"Jadi itu sudah dibahas dan direncanakan dalam RKP dan RAPBN, jadi tidak ujug-ujug ditetapkan. Sudah ada desain dan rancangan dari pemerintah yang kemudian ditetapkan bersama DPR. PP hanya merupakan intrumen teknis untuk menjalankan UU APBN demi mencapai target penerimaan. Jadi intinya semua upaya itu hanyalah untuk mendapatkan pendapatan yang maksimal ketimbang meningkatkan pelayanan," tandasnya.
sumber : rmoljakarta
loading...
loading...