Hati-hati! Australia Ingin Pecah Belah Pemimpin Indonesia!
Presiden Joko Widodo sebaiknya tidak terpancing provokasi-provokasi dari Australia yang mengadudomba dirinya dengan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Hal ini dikatakan analis politik dari Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama), Dr. Andriansyah, Msi, saat diwawancara redaksi beberapa saat lalu (Sabtu, 14/1).
"Pastinya, Australia punya kepentingan terhadap Indonesia. Yang harus dilakukan Jokowi menanggapi provokasi-provokasi itu adalah tidak emosional sambil menjaga hubungan baik dua negara," kata Andriansyah.
Provokasi dari Australia salah satunya datang dari analis Australia Strategic Policy Institute (ASPI), John McBeth, dalam artikelnya yang berjudul Jokowi and the General di ASPIStrategist.org.au.
McBeth menilai Jenderal Gatot memiliki ambisi untuk ikut dalam pemilihan presiden tahun 2019. Ambisi itu terlihat jelas, apalagi jika melihat keputusan Gatot menghentikan latihan bersama TNI dan militer Australia, serta hubungan baiknya dengan kelompok garis keras Front Pembela Islam (FPI) dan kelompok Islam lainnya. McBeth menyebut Gatot menggunakan segala cara menaikkan popularitasnya.
Andriansyah mengatakan, opini dari analis negeri Kanguru itu mengada-ada. Apalagi kebijakan Gatot memutus sementara kerjasama militer itu dipicu perbuatan menghina lambang dan dasar negara Indonesia oleh anggota militer Australia.
"Memutuskan latihan perang itu keputusan paling tepat. Jenderal Gatot itu tentara profesional. Dia dihajar isu itu karena Australia kaget atas keputusannya. Mereka pakai segala cara untuk hajar Gatot, terutama soal kedekatannya dengan Islam dan masyarakat," ujar Andriansyah.
Menurut Andriansyah, popularitas Gatot memang meningkat belakangan ini. Tetapi itu adalah konsekuensi dari kebijakan sebagai Panglima TNI dan cara dia sebagai petinggi militer merangkul masyarakat.
"Saya melihat kedekatan dia dengan rakyat adalah sebagai tentara dan panglima yang berkepentingan terhadap keamanan negara," tegasnya.
Andriansyah mengaku sempat mendengar kabar akan adanya pergantian Panglima TNI. Tetapi, kabar itu sudah beredar jauh sebelum Gatot menghentikan sementara kerjasama militer dengan Australia.
"Jadi kalau ada pergantian Panglima pun, itu pasti karena kebutuhan negara, bukan karena desakan Australia. Lagipula saya melihat tidak ada urgensi penggantian Panglima saat ini," tutupnya.
sumber : rmol
loading...
loading...