Ridwan Kamil: Saya Berharap Warga Bandung Tidak Digeneralisir Sebagai Orang Yang Intoleran


MEDIA NKRI INFO - Pria yang akrab disapa Kang Emil ini menyesalkan per­istiwa penghentian kebaktian umat Kristiani di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung pada Selasa, 6 Desember 2016 lalu.
Kebaktian itu dibubarkan oleh ormas Pembela Ahlu Sunnah (PAS). Menurut Kang Emil, kalau memang beribadah di tem­pat yang tidak mengganggu dan hanya untuk kalangan sendiri, tidak boleh dicari-cari alasan untuk menggagalkan acara itu. "Mudah-mudahan peristiwa itu tidak terjadi lagi," ujarnya.

Kang Emil mengatakan, pem­kot Bandung memang tidak bisa menghalangi aksi demon­strasi, selama diberikan izin oleh Kepolisian, dan dilakukan sesuai batas-batas yang ditetapkan. 

"Yang tidak boleh itu adalah memasuki ruang peribadaatan agama lain. Seburuk-buruknya situasi, yang boleh membubarkan adalah aparat Kepolisian, sipil itu enggak boleh," tegasnya. Berikut wawancara lengkapnya.

Apa yang Pemkot Bandung lakukan terkait peristiwa tersebut?
Kami sudah mengadakan rapat kemarin. Kami sudah pelajari ke­jadiannya, dan kaji kasusnya.

Hasilnya?
Dari penelusuran kami menyimpulkan telah terjadi pelangg­aran yang harus ditindaklanjuti.

Apa pelanggarannya?

Pelanggarannya ya itu tadi, mengganggu kegiatan beribadah umat agama lain. 

Kan katanya acara itu dibubarkan karena tidak berizin, menyalahi prosedur?
Kalau ada yang menyatakan bahwa harus pakai izin-izin itu tidak betul. Di mana pun juga harus ditegaskan, hak beribadah ini dilindungi undang-undang. Mereka cukup surat pemberi­tahuan kepada kepolisian, mau sampai jam berapa terserah.

Tapi kan tempatnya juga katanya harus di gereja, tidak boleh di tempat umum seperti gedung itu?
Anggapan itu keliru. Aturan itu hanya untuk pendirian rumah ibadah permanen dan kegia­tan ibadah rutin, bukan seperti KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) kemarin. 

Penggunaan gedung umum untuk kegiatan keagamaan itu diperbolehkan selama bersi­fat tidak rutin atau insidentil. Karena (KKR) itu insidentil, setahun sekali, maka boleh.

Setahun sekali itu kan bisa dikatagorikan rutin?

Menurut kami sifatnya tidak rutin kalau Cuma setahun sekali. Rutin itu kalau setiap hari, sem­inggu atau dua minggu sekali. Kegiatan KKR itu seperti halnya tabligh akbar, atau pengajian yang dilakukan sesekali oleh umat Islam. Selama ini kan tidak ada masalah tanpa izin yang macem ��" macem, dan cukup pemberitahuan. Jadi tidak boleh ada diskriminasi.

Apa yang akan Pemkot Bandung lakukan?
Pemerintah Kota Bandung Akan mengirim surat kepada ormas-ormas, khususnya yang memasuki ruang ibadah di KKR kemarin, untuk memberikan surat pernyataan tidak akan melakukan lagi memasuki tem­pat ibadah agama lain.

Ringan sekali cuma diberi teguran?

Karena amanat dari peraturan perundangan memang begitu, sebelum ada upaya hukum, saya sudah melakukan tindakan persuasif dulu. Karena Undang-Undang Keormasan itu bagian dari edukasi. Kalau mereka tidak menandatangani tidak akan melakukan lagi tindakan itu, baru Pemkot Bandung akan menempuh jalur hukum sesuai dengan Undang-Undang Ormas dengan KUHP-nya.

Dengan adanya kejadian ini banyak pihak yang menilai warga Bandung intoleran?

Saya minta masyarakat tidak menggeneralisasikan warga Bandung sebagai orang yang intoleran, hanya karena ada sekelompok masyarakat yang mengingkari nilai-nilai toleransi. Pada dasarnya dari dulu dalam kemajuan zaman selalu ada orang-orang yang ingin melaku­kan hal-hal yang seperti ini, dalam bentuk ekstrim agama, ekstrim ideologi, ekstrem ekono­mi dan sebagainya. Jadi saya kira tidak mewakili gambaran besar Kota Bandung yang taat Pancasila. ***




loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...