Jabatan Hakim MK Seumur Hidup, Mahfud MD: Kalau Benar, Ini Berbahaya!
MEDIA NKRI INFO -Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai usulan masa jabatan hakim konstitusi seumur hidup berbahaya bagi penegakan hukum di negara Indonesia. Hal ini mengingat jabatan yang seumur hidup memungkinkan para hakim merasa tidak dibatasi kewenangannya, dan berpotensi menyalahgunakan kekuasaan dalam memutus perkara konstitusi.
Bahkan kata Mahfud, jika usulan itu dikabulkan, peluang terjadi korupsi oleh hakim MK terbuka lebar. "Justru yang tidak dibatasi lebih bahaya, Karena kebebasan yang diberikan itu jadi kebebasan untuk berkorupsi ria," ujar Mahfud dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (29/11).
Hal ini, kata dia, tentu makin menambah daftar panjang kasus korupsi di bidang peradilan yang melibatkan hakim dan panitera selama ini. Apalagi, lanjutnya, alasan pemohonan uji materi mengusulkan masa jabatan hakim seumur hidup tidak beralasan, yakni agar membuat hakim independen dalam memutus perkara. Justru karena wewenang tidak dibatasi itulah, kata Mahfud, putusan bisa berpihak kepada siapa yang menghendaki dan semakin justru lebih berbahaya.
Oleh karenanya, tidak ada alasan untuk menerima usulan tersebut dikabulkan oleh hakim MK yang diajukan oleh para pemohon perkara tersebut. Ia juga menyoroti dasar usulan karena membandingkan hakim di negara lain yang seumur hidup.
"Di mana yang seperti itu, saya keliling di negara negara lain, banyak yang dibatasi, enggak benar itu alasannya," ujarnya.
Apalagi menurutnya, sejak reformasi bergulir menghendaki seluruh jabatan di Indonesia dibatasi untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan. "Makanya menurut saya kalau itu benar agak berbahaya, ini belum terlanjur kita harap MK perhatikan lebih baik, serahkan saja ke DPR dan rakyat berdiskusi, Jadi MK itu supaya tidak masuk ke hal-hal yang putus soal dirinya sendiri," ujar Mahfud.
Diketahui, usulan jabatan hakim MK seumur hidup berasal dari permohonan uji materi peneliti Center for Strategic Studies University Of Indonesia (CSS-UI)/Pusat Kajian Masalah Strategis Universitas Indonesia, Tjiep Ismail terhadap pasal 22 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam alasannya, Tjiep meminta MK menyatakan ketentuan pasal di UU MK itu bertentangan dengan UUD 1945.
Menurutnya, perlu keseragaman jabatan hakim MK dengan hakim agung dimana jabatan hakim agung itu 5 tahun, sedangkan hakim konstitusi khususnya ketua hanya 2,5 tahun. Hal itu menurutnya, dapat memperngaruhi independensi hakim MK dalam memutus perkara di MK. "Ini tidak sesuai UUD 1945 sehingga tidak menimbulkan kepastian hukum dan akan menimbulkan like n dislike. Apalagi hakim konstitusi sekarang ini dipilih oleh DPR, bisa saja untuk kepentingan politik tidak dipilih lagi," ujar Tjip.
REP
loading...
loading...