Riset LSI: Ahok Jadi Musuh Bersama di Media Sosial
media nkri info- Hasil survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan bahwa elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama semakin merosot. LSI menyebut tren negatif itu lantaran Ahok, terhitung sejak Maret 2016, terkesan menjadi musuh bersama (common enemy) terutama di dunia media sosial.
"Aneka grup Whatsapp, bahkan di media konvensional semakin banyak yang kritis padanya," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby dalam rilis hasil survei LSI yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (4/9).
Adjie menemukan empat faktor mengapa Ahok, sapaan Basuki, menjadi musuh bersama. Ia mengklaim temuan itu didapat dari hasil riset LSI.
Faktor pertama karena sejumlah kebijakan yang tidak disukai. LSI mencatat dua kebijakan yang paling tidak populer, yakni penggusuran di sejumlah wilayah (Kampung Pulo, Kalijodo, Pasar Ikan, Kampung Luar Batang) dan kebijakan reklamasi.
"Dua kebijakan ini (penggusuran dan reklamasi) memiliki pendukung dan penentangnya. Namun kebijakan ini yang membuat Ahok tak populer di kalangan wong cilik, yang acap kali menjadi korban. Aneka gerakan civil society di bidang terkait ikut membesarkan sentimen anti Ahok," kata Adjie.
Faktor kedua adalah isu kepribadian (personality) Ahok yang kasar dan suka memakin orang di hadapan publik. Adjie menyebut, dengan kepribadian tersebut, Ahok menjadi tipe pemimpin yang tak layak diteladani bahkan ditonton oleh anak-anak. Selain karakternya yang kasar, sikap Ahok yang tidak konsisten juga ikut menyumbang sentimen negatif.
"Faktor ketiga dipicu oleh isu primordial. Hasil riset kami menyebutkan terdapat sekitar 40 persen pemilih muslim DKI tidak bersedia dipimpin oleh pemimpin yang nonmuslim. Mereka berupaya agar Ahok tidak terpilih sebagai bagian dari girah agama," kata Adjie.
"Faktor yang terakhir adalah hadirnya kompetitor yang fresh: Agus Harimurti dan Anies Baswedan. Dua figur ini belum dibicarakan dua bulan lalu. Kehadiran mereka kini bisa mengambil banyak pemilih yang dulu pro-Ahok," imbuhnya.
LSI sebelumnya telah melansir survei terbaru soal elektabilitas tiga pasangan calon di Pilkada DKI Jakarta. Hasilnya, pasangan Ahok-Djarot menduduki posisi teratas dengan elektabilitas 31,4 persen, diikuti pasangan Anies-Sandiaga dengan elektabilitas 21,1 persen dan pasangan Agus-Sylviana dengan elektabilitas 19,3 persen.
Survei itu berlangsung selama lima hari dari 26 hingga 30 September 2016. Jumlah responden yang mengikuti survei adalah 440 responden yang tersebar di seluruh DKI Jakarta.
LSI menggunakan metode multistage random sampling dan wawancara yang dilakukan secara tatap muka menggunakan kuisioner. Sementara margin of error yang ditetapkan dalam survei ada di angka 4,8 persen.
Meski menduduki peringkat teratas, Namun LSI mengingatkan bahwa angka elektabilitas Ahok-Djarot belum bisa dikatakan aman karena jika di Pilkada 2017 hasilnya seperti sekarang, maka dipastikan akan ada putaran kedua untuk memilih pemimpin Jakarta untuk periode 2017-2022.
Posisi pasangan petahana itu semakin rentan menyusul elektabilitas Ahok yang terus menurun dalam tujuh bulan terakhir.
Saat survei dilakukan pada Maret 2016 elektabilitas Ahok masih ada di angka 59,3 persen, kemudian menurun menjadi 49,1 persen pada survei Juli 2016. Penurunan paling signifikan terjadi pada survei terbaru dengan tingkat elektabilitas hanya sebesar 31,4 persen.
Dengan tren negatif itu, pasangan Ahok-Djarot mulai diragukan bisa memenangi Pilkada DKI Jakarta.
"Ahok masih bisa menang jika ia membuat gebrakan baru. Jika tidak, tren menunjukkan Ahok tak sekuat dulu dan bisa dikalahkan. Jika pilkada hari ini, bersatunya kekuatan Anies dan Agus di putaran kedua, potensial mengalahkan Ahok," kata Adjie. (wis/sur)
loading...
loading...