Inilah Pembiayaan Ekspor Syariah Terbaik Dalam Sejarah
PEMBIAYAAN EKSPOR SYARIAH
- Memberi bantuan yang diperlukan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, termasuk perorangan, dalam rangka ekspor. Bantuan yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, maupun asuransi ekspor guna pengembangan usaha untuk menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang ekspor.
- Menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan secara komersial sulit dilaksanakan dan tidak dapat dibiayai oleh perbankan, lembaga keuangan komersial maupun oleh LPEI sendiri tetapi dinilai perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program ekspor nasional (national interest account) dan mempunyai prospek untuk peningkatan ekspor nasional.
- Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh bank atau lembaga keuangan lainnya dalam penyediaan pembiayaan bagi eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangann ekonomi Indonesia.
- Pembelian mesin, alat-alat berat atau peralatan usaha.
- Pembelian kendaraan bermotor atau alat-alat berat untuk usaha.
Perdagangan
Internasional saat ini menjadi trend saat ini khusus Indonesia yang tergabung
dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang harus mampu memanfaatkan momentum
arus perdagangan internasional. Berpijak pada ide bahwa ekspor memiliki peran
penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan merujuk pada keberadaan lembaga/
institusi khusus untuk pembiayaan ekspor di banyak negara, maka pada tahun 1999
Pemerintah mendirikan PT Bank Ekspor Indonesia (BEI). Mengingat begitu
pentingnya keberadaan lembaga ini, proses pendiriannya pun melibatkan berbagai
instansi dan lembaga pemerintah, seperti Departemen Keuangan, Departemen
Perindustrian dan Departemen Perdagangan, Kantor Menko EKUIN, BAPPENAS, Bank
Indonesia dan dengan bantuan penuh dari Export Import Bank of Japan (Jexim).
Dari sudut pandang strategis dan situasional saat itu, BEI sangat diperlukan
dalam mendukung usaha pengembangan ekspor nasional, salah satunya adalah dalam
bentuk melanjutkan tugas-tugas developmental Bank Indonesia dalam mendukung
pembiayaan ekspor, seperti penyediaan Kredit Likuiditas Ekspor, Rediskonto
Wesel Ekspor, FX Swaps, dll. Tugas-tugas tersebut tidak lagi dapat dilaksanakan
oleh Bank Indonesia sebagai konsekuensi dari ketentuan dalam UU Bank Indonesia
yang baru.
BEI didirikan sebagai Badan
Usaha Milik Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 tahun 1999
tanggal 25 Mei 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk
Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Perbankan.
Pembiayaan ekspor
dengan asas syariah dianggap sebagai alternatif yang paling signifikan bagi
pertumbuhan eksportir di Indonesia. Ekonomi syariah bisa diaplikasikan untuk
beragam sektor usaha, baik itu usaha menengah, kecil dan ekspor. pembiayaan
eksport nasional bisa dilakukan untuk empat hal, mulai dari pembiayaan,
penjamin, asuransi dan reasuransi serta jasa konsultasi.
Hal ini bisa
dilakukan dengan tiga kelompok akad, yakni pembiayaan modal kerja ekspor dengan
akad musyarakah, mudharabah dan murabahah, serta pembayaran investasi atau
refinancing dan pembiayaan project financing dengan akad murabahah, mudharabah,
musyarakah dan musyarakah mutanaqishah. Bank syariah tak hanya bisa bermitra
dengan eksportir tapi juga pemasok barang ekspor, yang kebanyakan di dominasi oleh
Unit Usaha Kecil (UKM).
Ada tiga model, yang bisa
digunakan, yakni linkage program dengan nasabah korporasi syariah (pembiayaan
piutang dagang) dan piutang syariah, pembiayaan bersama (joint venture) antara
bank syariah dengan piutang syariah, dan pembiayaan bersama antara dua bank
syariah dengan musyarakah mutanaqisah.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)-Indonesia
Eximbank (IEB) berfungsi untuk mendukung program ekspor nasional melalui
pembiayaan ekspor nasional yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan,
asuransi, dan advisory services, serta mengisi kesenjangan yang terjadi dalam
pembiayaan ekspor. Dalam menjalankan fungsi tersebut, LPEI mempunyai tugas
sebagai berikut :
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, LPEI dapat melakukan
proses pembimbingan dan jasa konsultasi kepada bank, lembaga keuangan,
eksportir dan produsen barang ekspor, khususnya untuk skala usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi (UMKMK). Selain itu, LPEI berwenang melakukan menetapkan
skema pembiayaan ekspor di tingkat nasional, dan melakukan restrukturisasi
pembiayaan ekspor nasional.
Oleh karena itu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
para ahli ekonomi islam mulai mengintegrasikan pemahaman sesuai dengan konsep
islam. Ditinjau dari segi konsep ekonomi syariah sangat mendorong kegiatan ekspor
untuk memperkuat ekonomi sebuah Negara dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Ibnu Taymiyah mengatakan, ekspor juga akan menguatkan kurs mata uang domestic.
Menurut catatan sejarah Islam, kegiatan ekspor dan
perdagangan international malah telah dipraktekkan Nabi Muhammad sejak usia
relatif muda. Umar bin Khattab juga selalu mengingatkan para sahabat untuk
memperhatikan dan mengutamakan kegiatan perdagangan (ekspor) dalam rangka
mewujudkan struktur ekonomi yang kuat dan mandiri, yaitu ekonomi yang kuat,
tidak tergantung sepihak kepada Negara lain. Dari ungkapan Umar bin Khattab
tersirat desakan agar sebuah Negara tidak deficit dalam neraca perdagangan.
Tidak mengherankan jika Nabi Muhammad SAW
mengatakan bahwa 90 persen pintu rezeki terdapat dalam dunia perdagangan
(dan industri). Ini artinya, untuk menjadi Negara yang maju, harus banyak
mengembangkan kegiatan industry dan perdagangan international.
Bangsa Indonesia seharusnya menggalakkan kegiatan ekspor
untuk membangun ekonomi Indonesia yang lebih kuat, maju dan mandiri, Salah satu
upaya ke arah itu adalah mengembangkan kegiatan ekspor syariah melalui
pembiayaan sector riel yang berorientasi ekspor, baik pembiayaan modal kerja
maupun investasi.
Indonesia Eximbank sebagai Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia merupakan lembaga pembiayaan yang banyak memberikan pembiayaan kepada
beberapa eksportir yang bergerak di bidang industry, seperti industry tirecord,
karpet, sarung, dan batu bara yang diekspor ke Negara non tradisional, yaitu
Thailand, Australia, Malaysia, Brunei, Timur Tengah dan India. Yang dimaksudkan
dengan Negara non tradisional adalah Negara di luar Amerika dan Eropa.
Pembiayaan ekspor syariah umumnya diberikan kepada segmen
UKM yang beriorentasi ekspor termasuk UKM yang bergerak di bidang usaha yang
menunjang ekspor. Pembiayaan kepada UKM dimaksudkan agar Lembaga Pembiayaan
yang ada dapat memberikan pemerataan baik dari sisi sebaran komoditi maupun
geografis. Tujuan pemberian pembiayaan kepada UKM ekspor adalah untuk dapat
membantu UKM memperkuat permodalan dan diharapkan produk yang dihasilkan
mempunyai daya saing di pasar ekspor. Bahkan pembiayaan ekspor secara syariah
tidak saja membiayai pengusaha domestic, tetapi juga overseas financing, yaitu
pembiayaan kepada investor Indonesia yang akan berinvestasi di luar negeri
untuk mendukung peningkatan devisa.
Upaya yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia dalam membiayai usaha dan industry yang berorietasi ekspor patut
diapresiasi dan didukung, karena upaya ini selain meningkatkan ekspor Indonesia
untuk mewujudkan surplus dalam neraca perdagangan, yang pada gilirannya
berdampak positif bagi ekonomi makro Indonesia, juga untuk menerapkan perintah
dari para ulama.
Pembiayaan ekspor dengan asas
syariah dianggap sebagai alternatif yang paling signifikan bagi pertumbuhan
eksportir di Indonesia. Ekonomi syariah bisa diaplikasikan untuk beragam sektor
usaha, baik itu usaha menengah, kecil dan ekspor. Jadi ini bisa dipakai untuk
pembiayaan ekspor.
Diutarakannya
pembiayaan ekspor nasional bisa dilakukan untuk empat hal, mulai dari
pembiayaan, penjamin, asuransi dan reasuransi serta jasa konsultasi. Hal ini
bisa dilakukan dengan tiga kelompok akad, yakni pembiayaan modal kerja ekspor
dengan akad musyarakah, mudharabah dan murabahah, serta pembayaran investasi
atau refinancing dan pembiayaan project financing dengan akad
murabahah, mudharabah, musyarakah dan musyarakah mutanaqishah.
Selain itu,
untuk kerja sama pembiayaan, bank syariah tak hanya bisa bermitra dengan
eksportir tapi juga pemasok barang ekspor, yang kebanyakan di dominasi oleh
Unit Usaha Kecil (UKM). Ada tiga model, yang bisa digunakan, yakni linkage
program dengan nasabah korporasi syariah (pembiayaan piutang dagang) dan
piutang syariah, pembiayaan bersama (joint venture) antara bank
syariah dengan piutang syariah, dan pembiayaan bersama antara dua bank syariah
dengan musyarakah mutanaqisah.
Fasilitas
pembiayaan investasi dalam rangka ekspor adalah fasilitas pembiayaan yang
diberikan oleh Divisi Syariah Indonesia Eximbank berdasarkan kebutuhan
investasi Eksportir dalam rangka kegiatan ekspor barang maupun jasa dengan
menggunakan prinsip syariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau margin atau bagi hasil.
Tujuan Pembiayaan ini adalah dalam rangka pembelian barang
investasi untuk tujuan kegiatan ekspor, antara lain:
Usaha nasabah Eksportir bukan termasuk jenis usaha
terlarang, tidak melanggar prinsip syariah seperti pembiayaan yang berkaitan
dengan minuman keras, rokok dan tidak melanggar ketentuan hukum Indonesia,
seperti: narkoba, penyelundupan, dan lain-lain. Divisi Syariah Indonesia
Eximbank menyediakan dana (pembiayaan) berdasarkan perjanjian jual beli barang.
Valuta pembiayaan investasi adalah dalam rupiah atau valuta asing yang
disetujui oleh Indonesia Eximbank. Jangka waktu disesuaikan dengan proyeksi cash
flow yang ditetapkan. Untuk syarat dan ketentuan lainnya mengacu kepada
pedoman operasional fasilitas pembiayaan investasi yang berlaku di divisi
syariah Indonesia Eximbank serta perjanjian pembiayaan yang telah
ditandatangani antara eksportir dan Indonesia Eximbank.
Dalam perdagangan international, instrument yang paling
penting adalah Letter of Credit (L/C.
Menurut fatwa DSN-MUI No 35/2002, Letter of Credit L/C) Ekspor
Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan
oleh LKS atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk memfasilitasi
perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip
syariah.
Akad-Akad Syariah dalam Pembiayaan Ekspor
Bank Syariah atau Indonesia Eximbank yang memberikan
pembiayaan ekspor secara syariah memberikan banyak alternatife akad, sesuai
dengan bentuk, jenis, sifat dan karakter usaha dan kebutuhan pembiayaan ekspor.
Semua alternatif akad yang tersedia didasarkan dan merujuk kepada Fatwa
DSN-MUI.
Menurut
fatwa DSN-MUI No 35/2002, Akad-akad yang dapat digunakan untuk L/C Ekspor yang
sesuai dengan syariah antara lain :
1.
Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
a.
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
b.
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuer bank),
selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah;
c.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan
dalam prosentase.
2.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan :
a.
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
b.
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuer bank);
c.
Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga
barang ekspor;
d.
Besar biaya (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
e.
Pembayaran biaya (ujrah) dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan
dalam akad. Artinya Bank dapat menerima ujrah dari nasabah eksportir sebelum
importer di Luar negeri melakukan pembayaran dan sebelum Bank menerima
pembayaran melalui issuer bank.
f.
Antara akad Wakalah bil Ujrahdan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya
keterkaitan (taalluq).
3.AkadWakalah
Bil UjrahdanMudharabahdengan ketentuan:
a.
Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses
produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir; Pemberian dana pembiayaan
ini menggunakan akad mudharabah.
b.
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor; Untuk ini digunakan akad
wakalah bil Ujrah.
c.
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuer bank).
Penagihan ini termasuk dalam akad wakalah bil ujrah tadi.
d.
Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen
diterima(sight) atau pada saat jatuh tempo pada waktu yang ditentukan (usance);
e.
Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuer bank) dapat digunakan untuk:
-Pembayaran
biaya (ujrah);
-Pengembalian
dana mudharabah;
-Pembayaran
bagi hasil.
f.
Besar biaya (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
4.
Akad Musyarakah dengan ketentuan :
a.
Bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang dibutuhkan dalam proses
produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir;
b.
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
c.
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuer bank);
d.
Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima
atau pada saat jatuh tempo;
e.
Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuer bank) dapat digunakan untuk:
Pengembalian
dana musyarakah;
Pembayaran
bagi hasil.
5.
AkadAl-Bai (Jual-beli) dan Wakalah dengan ketentuan:
a.
Bank membeli barang dari eksportir;
b.
Bank menjual barang kepada importir di Luar Negeri yang diwakili oleh
eksportir;
c.
Bank membayar kepada eksportir setelah pengiriman barang kepada importir;
d.
Pembayaran oleh bank penerbit L/C (issuer bank) dapat dilakukan pada saat
dokumen diterima atau pada saat jatuh tempo.
Selanjutnya menurut fatwa DSN MUI No
60/Tahun 2007, pembiayaan ekspor oleh
lembaga keuangan dapat dilakukan dengan konsep penyelesaian piutang dalam ekspor. Menurut fatwa tersebut yang
dimaksud dengan penyelesaian piutang
dalam Ekspor adalah pengalihan penyelesaian
piutang dari pihak yang berpiutang kepada LKS, Dalam konteks ini terjadi
pengalihan piutang dari nasabah eksportir kepada Bank, sehingga Bank-lah yang
menagih piutang tersebut kepada importir (pembeli) di luar negeri. Dengan
demikian LKS (Bank) menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang
(importir di luar negeri ) atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang
berutang tersebut.
Adapun
ketentuannya sebagai berikut :
1.
Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang Ekspor adalahWakalah bil
Ujrahyang dapat disertai denganQardh.
2.
Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak LKS untuk melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang kepada pihak yang berutang atau
pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang;
3.
LKS melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain
yang ditunjuk oleh pihak yang berutang;
4.
LKS dapat memberikan dana talangan (Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar
nilai piutang;
5.
Atas jasanya untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor dan menagih
piutang tersebut, LKS dapat memperoleh ujrah/fee.
6.
Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk prosentase yang dihitung dari pokok piutang.
7.
Pembayaran ujrahdapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
Antara akad Wakalah bil Ujrahdan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya
keterkaitan.
Kita harus optimis kemajuan ekonomi Indonesia harus dimulai
dari ekonomi islam . Dengan adanya konsep dari pembiayaan ekspor syariah ini
menjadi hal yang berarti bagi perdagangan internasional, untuk menjadi negara baldatun
toyyibatun warabbun ghafur.
Penulis
Sunarji Harahap, M.M.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara dan PEMERHATI EKONOMI SYARIAH
loading...
loading...