Inilah Pembiayaan Ekspor Syariah Terbaik Dalam Sejarah


PEMBIAYAAN EKSPOR SYARIAH
  1. Memberi bantuan yang diperlukan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, termasuk perorangan, dalam rangka ekspor. Bantuan yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, maupun asuransi ekspor guna pengembangan usaha untuk menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang ekspor.
  1. Menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan secara komersial sulit dilaksanakan dan tidak dapat dibiayai oleh perbankan, lembaga keuangan komersial maupun oleh LPEI sendiri tetapi dinilai perlu oleh Pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program ekspor nasional (national interest account) dan mempunyai prospek untuk peningkatan ekspor nasional.
  1. Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh bank atau lembaga keuangan lainnya dalam penyediaan pembiayaan bagi eksportir yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangann ekonomi Indonesia.
  1. Pembelian mesin, alat-alat berat atau peralatan usaha.
  1. Pembelian kendaraan bermotor atau alat-alat berat untuk usaha.

Perdagangan Internasional saat ini menjadi trend saat ini khusus Indonesia yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang harus mampu memanfaatkan momentum arus perdagangan internasional. Berpijak pada ide bahwa ekspor memiliki peran penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan merujuk pada keberadaan lembaga/ institusi khusus untuk pembiayaan ekspor di banyak negara, maka pada tahun 1999 Pemerintah mendirikan PT Bank Ekspor Indonesia (BEI). Mengingat begitu pentingnya keberadaan lembaga ini, proses pendiriannya pun melibatkan berbagai instansi dan lembaga pemerintah, seperti Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan, Kantor Menko EKUIN, BAPPENAS, Bank Indonesia dan dengan bantuan penuh dari Export Import Bank of Japan (Jexim). Dari sudut pandang strategis dan situasional saat itu, BEI sangat diperlukan dalam mendukung usaha pengembangan ekspor nasional, salah satunya adalah dalam bentuk melanjutkan tugas-tugas developmental Bank Indonesia dalam mendukung pembiayaan ekspor, seperti penyediaan Kredit Likuiditas Ekspor, Rediskonto Wesel Ekspor, FX Swaps, dll. Tugas-tugas tersebut tidak lagi dapat dilaksanakan oleh Bank Indonesia sebagai konsekuensi dari ketentuan dalam UU Bank Indonesia yang baru.
BEI didirikan sebagai Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 tahun 1999 tanggal 25 Mei 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Perbankan.
Pembiayaan ekspor dengan asas syariah dianggap sebagai alternatif yang paling signifikan bagi pertumbuhan eksportir di Indonesia. Ekonomi syariah bisa diaplikasikan untuk beragam sektor usaha, baik itu usaha menengah, kecil dan ekspor. pembiayaan eksport nasional bisa dilakukan untuk empat hal, mulai dari pembiayaan, penjamin, asuransi dan reasuransi serta jasa konsultasi.
Hal ini bisa dilakukan dengan tiga kelompok akad, yakni pembiayaan modal kerja ekspor dengan akad musyarakah, mudharabah dan murabahah, serta pembayaran investasi atau refinancing dan pembiayaan project financing dengan akad murabahah, mudharabah, musyarakah dan musyarakah mutanaqishah. Bank syariah tak hanya bisa bermitra dengan eksportir tapi juga pemasok barang ekspor, yang kebanyakan di dominasi oleh Unit Usaha Kecil (UKM).
Ada tiga model, yang bisa digunakan, yakni linkage program dengan nasabah korporasi syariah (pembiayaan piutang dagang) dan piutang syariah, pembiayaan bersama (joint venture) antara bank syariah dengan piutang syariah, dan pembiayaan bersama antara dua bank syariah dengan musyarakah mutanaqisah.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)-Indonesia Eximbank (IEB) berfungsi untuk mendukung program ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan advisory services, serta mengisi kesenjangan yang terjadi dalam pembiayaan ekspor. Dalam menjalankan fungsi tersebut, LPEI mempunyai tugas sebagai berikut :
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, LPEI dapat melakukan proses pembimbingan dan jasa konsultasi kepada bank, lembaga keuangan, eksportir dan produsen barang ekspor, khususnya untuk skala usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi (UMKMK). Selain itu, LPEI berwenang melakukan menetapkan skema pembiayaan ekspor di tingkat nasional, dan melakukan restrukturisasi pembiayaan ekspor nasional.
Oleh karena itu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, para ahli ekonomi islam mulai mengintegrasikan pemahaman sesuai dengan konsep islam. Ditinjau dari segi konsep ekonomi syariah sangat mendorong kegiatan ekspor untuk memperkuat ekonomi sebuah Negara dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ibnu Taymiyah mengatakan, ekspor juga akan menguatkan kurs mata uang domestic.
Menurut catatan sejarah Islam, kegiatan ekspor dan perdagangan international malah telah dipraktekkan Nabi Muhammad sejak usia relatif muda. Umar bin Khattab juga selalu mengingatkan para sahabat untuk memperhatikan dan mengutamakan kegiatan perdagangan (ekspor) dalam rangka mewujudkan struktur ekonomi yang kuat dan mandiri, yaitu ekonomi yang kuat, tidak tergantung sepihak kepada Negara lain. Dari ungkapan Umar bin Khattab tersirat desakan agar sebuah Negara tidak deficit dalam neraca perdagangan. Tidak mengherankan jika Nabi Muhammad SAW  mengatakan bahwa 90 persen pintu rezeki terdapat dalam dunia perdagangan (dan industri). Ini artinya, untuk menjadi Negara yang maju, harus banyak mengembangkan kegiatan industry dan perdagangan international.
Bangsa Indonesia seharusnya menggalakkan kegiatan ekspor untuk membangun ekonomi Indonesia yang lebih kuat, maju dan mandiri, Salah satu upaya ke arah itu adalah mengembangkan kegiatan ekspor syariah melalui pembiayaan sector riel yang berorientasi ekspor, baik pembiayaan modal kerja maupun investasi.
Indonesia Eximbank sebagai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia merupakan lembaga pembiayaan yang banyak memberikan pembiayaan kepada beberapa eksportir yang bergerak di bidang industry, seperti industry tirecord, karpet, sarung, dan batu bara yang diekspor ke Negara non tradisional, yaitu Thailand, Australia, Malaysia, Brunei, Timur Tengah dan India. Yang dimaksudkan dengan Negara non tradisional adalah Negara di luar Amerika dan Eropa.
Pembiayaan ekspor syariah umumnya diberikan kepada segmen UKM yang beriorentasi ekspor termasuk UKM yang bergerak di bidang usaha yang menunjang ekspor. Pembiayaan kepada UKM dimaksudkan agar Lembaga Pembiayaan yang ada dapat memberikan pemerataan baik dari sisi sebaran komoditi maupun geografis. Tujuan pemberian pembiayaan kepada UKM ekspor adalah untuk dapat membantu UKM memperkuat permodalan dan diharapkan produk yang dihasilkan mempunyai daya saing di pasar ekspor. Bahkan pembiayaan ekspor secara syariah tidak saja membiayai pengusaha domestic, tetapi juga overseas financing, yaitu pembiayaan kepada investor Indonesia yang akan berinvestasi di luar negeri untuk mendukung peningkatan devisa.
Upaya yang dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dalam membiayai usaha dan industry yang berorietasi ekspor patut diapresiasi dan didukung, karena upaya ini selain meningkatkan ekspor Indonesia untuk mewujudkan surplus dalam neraca perdagangan, yang pada gilirannya berdampak positif bagi ekonomi makro Indonesia, juga untuk menerapkan perintah dari para ulama.

Pembiayaan ekspor dengan asas syariah dianggap sebagai alternatif yang paling signifikan bagi pertumbuhan eksportir di Indonesia. Ekonomi syariah bisa diaplikasikan untuk beragam sektor usaha, baik itu usaha menengah, kecil dan ekspor. Jadi ini bisa dipakai untuk pembiayaan ekspor.
Diutarakannya pembiayaan ekspor nasional bisa dilakukan untuk empat hal, mulai dari pembiayaan, penjamin, asuransi dan reasuransi serta jasa konsultasi. Hal ini bisa dilakukan dengan tiga kelompok akad, yakni pembiayaan modal kerja ekspor dengan akad musyarakah, mudharabah dan murabahah, serta pembayaran investasi atau refinancing dan pembiayaan project financing dengan akad murabahah, mudharabah, musyarakah dan musyarakah mutanaqishah.
Selain itu, untuk kerja sama pembiayaan, bank syariah tak hanya bisa bermitra dengan eksportir tapi juga pemasok barang ekspor, yang kebanyakan di dominasi oleh Unit Usaha Kecil (UKM). Ada tiga model, yang bisa digunakan, yakni linkage program dengan nasabah korporasi syariah (pembiayaan piutang dagang) dan piutang syariah, pembiayaan bersama (joint venture) antara bank syariah dengan piutang syariah, dan pembiayaan bersama antara dua bank syariah dengan musyarakah mutanaqisah.
Fasilitas pembiayaan investasi dalam rangka ekspor adalah fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Divisi Syariah Indonesia Eximbank berdasarkan kebutuhan investasi Eksportir dalam rangka kegiatan ekspor barang maupun jasa dengan menggunakan prinsip syariah. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau margin atau bagi hasil.
Tujuan Pembiayaan ini adalah dalam rangka pembelian barang investasi untuk tujuan kegiatan ekspor, antara lain:
Usaha nasabah Eksportir bukan termasuk jenis usaha terlarang, tidak melanggar prinsip syariah seperti pembiayaan yang berkaitan dengan minuman keras, rokok dan tidak melanggar ketentuan hukum Indonesia, seperti: narkoba, penyelundupan, dan lain-lain. Divisi Syariah Indonesia Eximbank menyediakan dana (pembiayaan) berdasarkan perjanjian jual beli barang. Valuta pembiayaan investasi adalah dalam rupiah atau valuta asing yang disetujui oleh Indonesia Eximbank. Jangka waktu disesuaikan dengan proyeksi cash flow yang ditetapkan. Untuk syarat dan ketentuan lainnya mengacu kepada pedoman operasional fasilitas pembiayaan investasi yang berlaku di divisi syariah Indonesia Eximbank serta perjanjian pembiayaan yang telah ditandatangani antara eksportir dan Indonesia Eximbank.
Dalam perdagangan international, instrument yang paling penting adalah Letter of Credit  (L/C. Menurut fatwa DSN-MUI No 35/2002, Letter of Credit L/C) Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh LKS atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.
Akad-Akad Syariah dalam Pembiayaan Ekspor
Bank Syariah atau Indonesia Eximbank yang memberikan pembiayaan ekspor secara syariah memberikan banyak alternatife akad, sesuai dengan bentuk, jenis, sifat dan karakter usaha dan kebutuhan pembiayaan ekspor. Semua alternatif akad yang tersedia didasarkan dan merujuk kepada Fatwa DSN-MUI.
Menurut fatwa DSN-MUI No 35/2002, Akad-akad yang dapat digunakan untuk L/C Ekspor yang sesuai dengan syariah antara lain :
1. Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
a. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
b. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuer bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah;
c. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam prosentase.

2. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan :
a. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
b. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuer bank);
c. Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor;
d. Besar biaya (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
e. Pembayaran biaya (ujrah) dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad. Artinya Bank dapat menerima ujrah dari nasabah eksportir sebelum importer di Luar negeri melakukan pembayaran dan sebelum Bank menerima pembayaran melalui issuer bank.
f. Antara akad Wakalah bil Ujrahdan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (taalluq).

3.AkadWakalah Bil UjrahdanMudharabahdengan ketentuan:
a. Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir; Pemberian dana pembiayaan ini menggunakan akad mudharabah.
b. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor; Untuk ini digunakan akad wakalah bil Ujrah.
c. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuer bank). Penagihan ini termasuk dalam akad wakalah bil ujrah tadi.
d. Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima(sight) atau pada saat jatuh tempo pada waktu yang ditentukan (usance);
e. Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuer bank) dapat digunakan untuk:
-Pembayaran biaya (ujrah);
-Pengembalian dana mudharabah;
-Pembayaran bagi hasil.
f. Besar biaya (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.

4. Akad Musyarakah dengan ketentuan :
a. Bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir;
b. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
c. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuer bank);
d. Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima atau pada saat jatuh tempo;
e. Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuer bank) dapat digunakan untuk:
Pengembalian dana musyarakah;
Pembayaran bagi hasil.

5. AkadAl-Bai (Jual-beli) dan Wakalah dengan ketentuan:
a. Bank membeli barang dari eksportir;
b. Bank menjual barang kepada importir di Luar Negeri yang diwakili oleh eksportir;
c. Bank membayar kepada eksportir setelah pengiriman barang kepada importir;
d. Pembayaran oleh bank penerbit L/C (issuer bank) dapat dilakukan pada saat dokumen diterima atau pada saat jatuh tempo.
            Selanjutnya menurut fatwa DSN MUI No 60/Tahun 2007, pembiayaan ekspor  oleh lembaga keuangan dapat dilakukan dengan konsep penyelesaian piutang dalam ekspor. Menurut fatwa tersebut yang dimaksud dengan penyelesaian piutang dalam Ekspor adalah pengalihan penyelesaian piutang dari pihak yang berpiutang kepada LKS, Dalam konteks ini terjadi pengalihan piutang dari nasabah eksportir kepada Bank, sehingga Bank-lah yang menagih piutang tersebut kepada importir (pembeli) di luar negeri. Dengan demikian LKS (Bank) menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang (importir di luar negeri ) atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang tersebut.
Adapun ketentuannya sebagai berikut :
1. Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang Ekspor adalahWakalah bil Ujrahyang dapat disertai denganQardh.
2. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak LKS untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang;
3. LKS melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang;
4. LKS dapat memberikan dana talangan (Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang;
5. Atas jasanya untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang tersebut, LKS dapat memperoleh ujrah/fee.
6. Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase yang dihitung dari pokok piutang.
7. Pembayaran ujrahdapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad. Antara akad Wakalah bil Ujrahdan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan.
Kita harus optimis kemajuan ekonomi Indonesia harus dimulai dari ekonomi islam . Dengan adanya konsep dari pembiayaan ekspor syariah ini menjadi hal yang berarti bagi perdagangan internasional, untuk menjadi negara baldatun toyyibatun warabbun ghafur.
Penulis
Sunarji Harahap, M.M.
Dosen  Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dan PEMERHATI EKONOMI SYARIAH


loading...

Subscribe to receive free email updates:

loading...